Part 20

9K 1.9K 179
                                    

Ombak kecelakaan!

Safira  memegang dadanya yang seperti baru saja dilubangi saat mendengar kabar itu. Mia memberitahunya begitu mereka bertemu. Perjalanan menuju sekolah, membuat anak-anak itu memiliki waktu untuk mengobrol. Dan kecelakaan yang terjadi pada Ombak semalam menjadi berita besar. 

Safira merasa akan pingsan di tempat.
Tidak ada yang mengetahui kondisi lelaki itu. Namun, katanya, Ombak pingsan saat dilarikan ke puskesmas.

"Jadi kamu baru tahu, Fira?" tanya Anggita yang melihat Safira hanya diam."Kamu kan dekat dengannya. Dia tidak memberitahumu?"

"Mereka sudah tidak dekat," ujar Mia. "Kamu tidak lihat, mereka jarang bersama. Jadi berita itu benar ya, Fira? Kamu sekarang putus dengan Ombak?"

Mereka bahkan tidak pernah pacaran. Namun, kedekatan mereka rupanya membuat banyak orang berasumsi sangat jauh.

"Jangan-jangan itu yang membuat Ombak kecelakaan." Anggita menduga-duga dengan bersemangat. "Kamu memutuskan hubungan kalian dan Ombak frustrasi. Kita kan tahu di sekolah ini dia hanya dekat denganmu. Kamu tahu cowok kalau sudah cinta, tak bisa ditinggalkan begitu saja. Dulu saat aku putus dengan Heru, dia ke rumahmu sambil membawa gitar. Menangis di bawah hujan."

"Waw ... Heru romantis sekali,"  puji Mia.

"Tapi Mamakku bilang dia sudah pulang."

Safira langsung menoleh pada Arni yang berjalan persis di sampingnya. Arni memiliki rumah di seberang rumah Ombak yang besar.

"Aku sih tidak melihat, tapi saat  berangkat sekolah tadi aku lihat ramai di rumahnya."

Ini dia. Ombak sudah pulang.

"Eh, ayo cepat. Kita kan piket nyapu hari ini." Ningsih yang semenjak tadi hanya menjadi pendengar, mengingatkan.

Namun, langkah Safira terhenti. Dorongan hatinya membuat gadis itu memutuskan hal lain.

"Kenapa, Fira? Ayo, kita kan harus nyapu."

"Aku ternyata lupa bawa buku PR. Tertinggal di meja. Aku tidak mau di jemur di lapangan. Aku pulang ambil dulu."

Safira tak menunggu respon dari teman-temannya saat akhinya berbalik pergi, menuju Ombak.

*****

"Kamu yakin tidak apa ditinggal sendiri?" tanya Bu Delima pada putra tirinya. Dia khawatir setengah mati setelah apa yang terjadi, tapi tampaknya Ombak malah tak nyaman dengan semua perhatian yang diterima.

Pemuda itu berbaring di ranjang dengan selimut hingga ke dagunya. Ombak berjuang keras agar tak terlihat defensif.

Kecelakaan semalam tidak parah. Selain luka-luka gores, tak ada yang berarti. Ombak hanya pura-pura pingsan agar tak perlu meladeni pertanyaan orang lain.

Kini dirinya hanya tinggal menyingkirkan ayah dan ibu tirinya. Ombak ingin ditinggalkan sendiri.

"Iya," jawabnya singkat.

"Kalau kamu butuh sesuatu-"

"Ada Nak Mahnin," sela Ombak sopan. Dia tahu bahwa kedua orang tuanya harus mendatangi rumah yang ditabrak Ombak semalam.

Pak Irfan adalah orang yang sangat sopan dan bertanggung jawab. Dia ingin meminta maaf dan mmeberi ganti rugi  secara materil dengan bertemu langsung.

"Baiklah kalau begitu. Kami pergi dulu."

Ombak  menahan napas saat Bu Delima tiba-tiba memeluknya.

"Jangan seperti itu lagi. Jangan membahayakan dirimu lagi," bisik wanita itu dengan suara gemetar sebelum kemudian meninggalkan kamar.

Mengejar OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang