Part 1

13K 2.3K 240
                                    

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Jangan keluar saat matahari sudah terbenam.

Selalu dengarkan kata-kata Kakek.

Dan sayangnya Safira melanggar dua peraturan utama itu. Ia keluar saat matahari sudah terbenam, di malam jumat keramat yang otomatis melanggar perintah kakeknya.

Namun, apa hendak dikata. Dirinya sudah sejauh ini. Safira harus melakukannya atau akan menyesal nantinya.

Ini pembuktian. Ini wajib dilakukan.

Orang-orang menganggap dirinyalah yang akan mewarisi kemampuan sang kakek sebagai  sesepuh adat.

Namun, pada kenyataanya, Safira tumpul. Kakeknya sudah berulang kali berupaya membuka mata batinnya. Sesuatu yang hingga saat ini belum menunjukkan keberhasilan sedikitpun. Jangankan bisa melakukan ritual, melihat makhluk astra saja tidak pernah. Untuk seseorang yang mewarisi darah pemangku adat, tentu saja hal itu memalukan.

Karena itulah Safira nekat. Keluar dari rumah saat kakeknya pergi untuk mengusir jin penunggu rumah seorang mandor baru. Ia pun harus mengakali Ndah Astiti--orang yang membantu mengurus rumah mereka-- dengan pura-pura tidur lebih awal dan mengunci pintu kamar.

Ilmu itu tak hanya bisa didapat dengan harus diturunkan atau diwariskan, tapi juga dicari.

Itu adalah hal yang dipercayainya. Karena itu, malam ini, Safira akan membuka mata bathinnya sendiri. Tentu saja mulai dari tingkat paling bawah yaitu bisa melihat setan.

Jadi hal pertama yang dilakukan Safira adalah dengan  mengunjungi pohon beringin tua di tepi jalan desa yang mengarah ke area pantai. Konon katanya, banyak makhluk yang sering menunjukkan diri di sana.

"Sekali saja, tolonglah," mohon Safira entah pada siapa. Ia sudah berjalan sejauh ini, bertelanjang kaki dan hanya mengenakan baju terusan putih sambil memegang wadah tanah liat kecil berisi kemenyan yang dibakar.

Pinggir jalan itu memang dipenuhi semak belukar. Terlebih sepanjang jalan ada ladang jagung dan dengan pohon kelapa di pematangnya. 

Malam ini begitu gelap. Langit yang mendung seolah siap menumpahkan hujan. Safira hanya berdoa agar tidak sampai basah kuyup jika hujan benar-benar turun. Ia tidak membawa jaket, dan jiksa sampai demam, habislah dirinya oleh sang kakek.

Sebuah gerakan dan suara. Safira langsung menyadarinya. Gerakan itu berasal dari  ladang jagung dekat pohon beringin. Pohon-pohon di sana bergerak dan menimbulkan suara berisik di keheningan malam.

Inilah saatnya, pikir Safira antusias. Ia berjalan mengendap-endap. Meski katanya makhluk astra bisa melihat manusia bahkan di kegelapan, Safira tetap saja ingin berhati-hati.

Namun, begitu sampai di pinggir ladang, suara lenguhanlah yang terdengar.

Sejak kapan kuntilanak melenguh, pikir Safira bingung.

Mengejar OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang