Part 33

7.9K 2.3K 190
                                    

Safira asyik mengamati pedagang kelapa muda yang sedang membuka batok kelapa untuk mereka.

Sudah sore memang, tapi mereka terpaksa turun untuk membeli es kelapa muda. Hayi mengatakan kehausan, tapi menolak minum air mineral.

Jadi mereka berhenti di depan pasar induk untuk membeli es kelapa.  Seperti biasa Ettan dan Hayi berada dalam gendongan ayahnya. Safira sudah meminta mereka diturunkan, tapi Ombak menolak mentah-mentah.

Lelaki itu sempat membalas dengan mengatakan bahwa semasa anaknya bayi dulu, Ombak tak memiliki kesempatan untuk menggendong mereka. Dirinya tak diberi izin untuk sesuatu yang jelas-jelas haknya.

Safira yang merasa tersindir memilih diam. Ia tak mau merusak kesenangan hari ini dengan adu mulut. Kalau lelaki itu mau mengendong anak mereka, biar saja, toh Ombak yang akan pegal sendiri.

"Udah lama nggak ke sini lagi, Nak."

Safira heran. Ia tak menyangka Ombak mengenal penjual es itu.

"Udah sepuluh tahun ya," ujar sang bapak penjual es menimpali istrinya.

"Bapak menghitungnya ternyata," kata Ombak sembari tersenyum.

"Ya hitung, soalnya dulu kan hampir tiap hari ke sini buat beli es kelapa muda."

Deg.

"Ayah sering beli es ke sini dulu?" tanya Ettan.

"Iya, jagoan."

"Ayah suka es kayak Adek?" tanya Hayi antusias.

"Ibu yang suka. Dulu maunya minum es terus. Kayaknya gara-gara Adek, Ibu jadi suka es."

Safira menatap Ombak. Jadi di sini tempat Ombak membelikannya es kelapa saat sedang mengidam dulu. Jauh sekali dari desa mereka, dan Ombak melakukannya setiap hari.

"Masih SMA ya dulu, sekarang sudah kerja dan punya anak. Kerja dimana?" tanya si Bapak kembali.

"Di pabrik gula, Pak."

"Oh, karyawan di sana ya?" tanya sang Ibu.

Ombak hanya tersenyum.

"Pabrik gula katanya mencari karyawan baru ya? Ibu minta anak Ibu masuk ke sana. Di sana kan gajinya lumayan. Tapi katanya sulit ya masuk sana?"

"Minta saja anak Ibu menemui Pak Badai. Bilang kalau Pak Ombak yang meminta dia ke sana."

"Oh bisa. Tapi Pak Ombak itu siapa?"

"Orang yang kerja di sana, Bu," jawab Ombak.

Safira tercenung, mau tak mau dia terkesan dengan cara Ombak membawa diri.

"Baik kalau begitu, besok Ibu suruh itu Fikri ke sana. Oya, pakai jeruk nipis juga? Seperti pesanan yang dulu?"

"Pakai, Bu! Adek suka jeruk kan?" tanya Ombak pada Hayi yang sibuk mengobrolkan tentang lalu lalang kendaraan bersama Ettan.

"Pakai, Yah. Adek suka jeruk."

"Nurut ibunya ya. Tapi ini pacar yang dulu dibilang mau dibelikan es kan?" tanya sang Bapak.

"Iya, Pak," jawab Ombak sembari tertawa.

"Wah Bapak tidak menyangka, dari pacar sekarang malah jadi istri."

Mereka semua tertawa, kecuali Safira. Andai Bapak itu tahu bahwa Ombak dan Safira tak pernah pacaran, dan sekarang dirinya hanyalah mantan istri.


*****


Darah Yasri mendidih. Dari mobil sedan tuanya, dia melihat pemadangan yang menusuk mata.

Mengejar OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang