Safira mencoret-coret kertas di depannya, sebelum kemudian merobek dan membuatnya berakhir di tong sampah. Ia sudah melakukan ini berkali-kali. Besok Nung Astiti pasti akan mengomel melihat bak sampah Safira penuh.
Ombak memintanya membuat surat cinta!
Namun, masalahnya Safira tidak memiliki kertas surat yang bagus dan berbau harum, seperti yang dimiliki Gita saat mau menyatakan cinta pada Heru.
Kertas surat Anggita berwarna pink dan ada gambar bunga mawarnya. Baunya harus sekali seolah pernah disiram parfum.
Safira menggigit kuku jempolnya. Safira memang punya parfum. Dia beli di kios kecil Nak Middah seharga tujuh belas ribu. Parfum itu hanya digunakan Safira saat akan pergi ke sekolah, mengingat rumahnya dipenuhi bunga-bunga dan menyan yang selalu membuat udara harum, dan menempel pada pakaiannya.
"Kalau tidak dituruti, dia pasti merajuk," bisik Safira lemah. Ucapan Ombak itu titah. Jika Safira menolak, pemuda itu akan memberengut.
Safira sebal kalau Ombak memberengut. Tidak memberengut saja wajah Ombak sudah membuat orang bergidik.
"Untung ganteng." Iya, wajah Ombak menutupi semua tabiat buruknya di mata Safira.
"Tapi dia akan kesal jika tidak dibuatkan. Bagaimana ini?" Safira menutup wajahnya frustrasi. Namun, malah yang terbayang adalah ciuman Ombak di pantai.
Safira menurunkan tangan dan menyentuh bibirnya. Ia sekarang gadis yang sudah berciuman.
Pipi Safira terasa panas sekali.
Teman-temannya banyak yang berpacaran, tapi tak pernah ada yang berciuman. Para anak cewek selalu bercerita satu sama lain, jadi mereka saling mengetahui rahasia masing-masing.
Berpegangan tangan adalah hal terjauh yang teman-temannya lakukan saat berpacaran. Dan itupun dianggap tindakan yang tidak baik. Mereka akan dicemooh dan pasti akan dimarahi oleh orang tua jika sampai tahu.
Namun, Safira malah dicium dan tak menolak sedikitpun!
"Jangan dipikirkan dan jangan sampai Kakek tahu."
Kakeknya sudah memperingatkan kalau Safira tak boleh berpacaran hingga mencapai usai delapan belas, sampai ritual membuka mata bathin itu diselesaikan.
Dan Safira menyanggupinya.
"Tapi kan kami tidak berpacaran." Safira kembali meraih pulpennya. "Kakek tidak melarang aku menyukai orang lain. Kakek hanya melarangku berpacaran."
Safira tersenyum lebar saat berhasil menyelesaikan surat cintanya.
****
Kolong mejanya harum sekali, dan berbau parfum anak perempuan. Ombak tahu bahwa teman-temannya yang lain menaruh curiga, tapi terlalu segan untuk bertanya.
Ombak enggan bicara dan selalu memasang raut tak ramah pada siapapun. Bahkan guru-guru berusaha berhati-hati menanganinya. Ombak memang tidak membuat masalah di kelas, tapi tak juga tak mau berinteraksi sedikitpun.
Jam keluar main akhirnya tiba. Murid-murid lain segera keluar kelas. Setelah merasa aman, Ombak mengeluarkan sebuah amplop dari dalam kolong mejanya. Amplop itu amplop sederhana yang biasa digunakan orang untuk memberi hadiah uang saat pesta pernikahan di kampung-kampung.
Namun, hal itu tidak membuat Ombak membuka amplop secara sembarangan. Ombak berdecak saat ada sobekan kecil ketika membuka amplop.
Pemuda itu menyeringai saat melihat kertas robekan buku biasa berada di dalamnya. Itu memang kertas buku biasa, tapi seolah ada sebotol parfum yang ditumpahkan hingga tercium harum sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Ombak
Romance(DALAM PROSES PENERBITAN) Ombak tak bisa dikejar, sama seperti tak dapat digenggam. Kakeknya mengatakan itu pada Safira. Namun, perasaanya yang terlalu besar membuatnya bebal. Hingga di suatu hari Safira dihantam kenyataan, Ombak memang selalu data...