42.

24.2K 2.3K 13
                                    

To readers ku yang tercinta, maafkan aku yang terlalu lama update. Untuk itu aku akan hiatus kembali dalam rangka ujian sekolah yang sebentar lagi di laksanakan.

Jangan marah, mengumpat, dan lain sebagainya. Karena hari ini aku dengan baik hatinya akan double update. Berterimakasih pada author mu yang baik ini, juseyo.

Ah, arigatou. See you reader-nim...

Miko berjalan di lorong rumah sakit dengan tangan dimasukkan kedalam celana. Menambah kadar cool dari diri Miko jika saja sifatnya tidak absurd.

"Hoy, Miko." Panggilan nama terdengar dari belakang. Membuat Miko menghentikan langkah kakinya dan menoleh kebelakang. Terlihatlah lima pemuda, abang sepupunya dan para sahabat abangnya.

"Lo disini Bang? Bukannya lagi kuliah?." Heran Miko saat melihat sahabat abang sepupunya.

Pemuda yang tadi memanggil Miko menyengir lebar. Merangkul Miko dan melanjutkan jalan menuju ruang rawat.

"Pindah dong, jangan kayak orang miskin lo." Jawab pemuda tadi membuat Miko mendengus sinis.

Sahabat sahabat Vernon itu ada empat orang. Ayo berkenalan dengan mereka.

Pertama, Clovis Braylen Aloysius. Pemuda tampan dengan tatapan tajam. Dengan sifat dingin, datar dan irit bicara.

kedua, Frederick Phillip Matthias. Kebalikan dari Clovis, Fred tipe orang humble dan mudah bergaul. sayangnya dia salah satu admin lambe turah.

Ketiga, Richard Friedrich Edgar. Pendiam dan dewasa, itu lah sifatnya. Jangan heran jika para gadis mengidamkan nya.

Terakhir, Rolando Augustus Archie. Patner Fred dalam menggibah. Sifatnya itu agak playboy dan humble.

Back to story.

"Bang Clov, thanks udah nolongin Retta." Ujar Miko tiba tiba pada Clovis. Clovis mengangguk tanda mengiyakan.

Memang Clovis yang menolong Retta dan membawa kerumah sakit waktu itu. Padahal Vernon sudah berterima kasih pada Clovis, tapi yasudah lah.

Sesampainya di depan ruang rawat Retta. Vernon langsung membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan di ikuti yang lain.

Ruangan sepi, karena memang hari ini jadwal Miko dan Vernon menjaga Retta.

ººº

Elvaret mengerutkan kening melihat dokumen di depannya, Affan yang selalu berada di dekatnya mengelus kening Elvaret yang dikerutkan dan menghela nafas pelan.

"Kenapa, hm?." Tanya Affan dengan lembut dan memindahkan tangannya menuju surai panjang hitam legam milik Elvaret, lalu mengelus surai Elvaret pelan.

Elvaret menoleh dan tersenyum tipis, Affan mengambil dokumen yang berada di tangan Elvaret menggunakan tangannya yang satu lagi. Membacanya dengan teliti dan cermat.

"Kenapa tidak dicoba? Mungkin Retta akan kembali seperti semula." Saran Affan setelah membaca dokumen yang ia ambil dari tangan Elvaret.

Elvaret menggeleng, mengambil dokumen itu dari tangan Affan dan meletakkannya di meja yang berada di depannya.

"Retta tidak akan mau. Retta menganggap hanya orang gila yang dibawa ke psikolog." Ujar Elvaret sembari menghela nafas berat.

Affan yang mendengarnya langsung mengusap lembut kepela Elvaret.

"Baiklah, kita coba cara lain." Ucap Affan dengan tenang.

Elvaret mengangguk dan mengusap dahinya menggunakan tangan kanannya, Affan yang melihatnya langsung mengangkat tangan nya yang satu lagi untuk membawa Elvaret ke pelukannya. Di saat saat seperti ini lah Elvaret bersyukur, ada seseorang yang menemani dan mengerti dirinya, karena di kehidupan pertama dia akan merasa selalu sendiri. Semua orang hanya mendekatinya untuk memanfaatkannya. Tidak ada yang benar benar tulus, sebab itulah karakter Ele -Nama Elvaret di kehidupan pertama- yang keras terbentuk untuk perlindungan diri. Dia hanya bisa mengandalkan diri sendiri, orang lain hanya bisa melihat sisi yang terlihat, tidak dengan sisi yang tersembunyi.

°°°

Elvaret berjalan dengan cepat di koridor rumah sakit, dia sendirian. Karena Affan sedang sibuk akan kuliah dan perusahaan yang mulai di kelolah. Sebenarnya Elvaret akan mendaftar untuk kuliah jika Retta tidak down dan traumanya tidak kembali, tapi yasudahlah.

Membuka pintu ruang rawat Retta, Elvaret masuk perlahan ke dalam ruangan. Terlihatlah Retta yang sedang tertidur lelap.

Elvaret menghampiri Retta setelah menutup pintu ruang rawat, mendudukkan dirinya di kursi samping tempat tidur.

Tangannya terangkat dan mengusap lembut dahi Retta. Melihat Retta terlelap, membuat Elvaret damai. Tiba tiba seklebat ingatan terbayang di benak Elvaret.

Dikehidupannya dulu, Elvaret tidak memiliki siapa pun. Kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan pesawat, mayat keduanya juga tidak ditemukan.

Keluarga besar dari ayah ataupun ibu mengacuhkannya, menganggap dia tidak ada. Ayah dan ibunya sama sama anak tengah yang kurang diperhatikan, sama sama memiliki kakak dan adik yang tidak pernah menganggap.

Hingga saat ayahnya membangun bisnis dari nol, tidak ada satupun yang peduli seolah ayahnya memang tidak pernah ada. Itu mungkin menjadi alasan kenapa kedua orang tuanya tidak memiliki anak selain Ele, tapi itu malah menjadi bumerang tersendiri.

Setelah kedua orang tuanya meninggal, mau tidak mau Ele harus meneruskan perusahaan yang di tinggal oleh ayahnya. Di usia yang 15 tahun, Ele harus menanggung tanggung jawab yang besar. Menanggung beban beratus ratus karyawan untuk di gaji dan mempertahankan perusahaan yang sudah di bangun dengan susah payah oleh ayahnya.

Tapi di kehidupan ini, Elvaret memiliki saudara, memiliki tanggung jawab untuk selalu menjaga sikap karena harus menjadi pedoman untuk adiknya. Kebahagiaan Elvaret tidak bisa di ungkapkan oleh kata kata, sebab karna itu lah Elvaret selalu menjaga dan menuruti apapun kemauan Retta.

Anak tunggal yang menginginkan adik, untuk mejadikan dirinya sebagai figur yang membanggakan untuk adiknya.

"Cepat sembuh." Ujar Elvaret pelan. Dia mengecup pelan dahi Retta yang tadi dielus olehnya.

Bagi Elvaret, Retta adalah anugrah. Menjadi alasan dirinya mau bertahan di dunia ini, dunia yang menjadi novel di dunianya dulu.

Elvaret menegakkan tubuhnya saat dia merasa ada suara orang berjalan dari luar.

Tak berapa lama, pintu ruangan terbuka. Dugaan Elvaret memang tidak salah ada seseorang yang berjalan menuju ruang rawat Retta.

"Mengapa kau kesini?."

Tbc.

Reincarnation: Twin's for Antagonist [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang