BAB : Dinding Kaca

164 34 6
                                    

"atas nama bapak Dani ya" ucap seorang pria mengenakan kaos hitam berdiri di samping mobil hitam

"Oh iya benar, dengan bapak Rudi ya?" Tanyaku pada pria itu

"Iya benar itu nama saya, tujuan ke perumahan pondok pelita ya pak" ucap supir grab itu kembali

"Iya pak"

"Kalau begitu silahkan masuk pak"

Supir itu pun membukakan pintu belakang mobilnya, aku dan mama yang saat itu tengah berdiri di depan pintu rumah sakit menunggu taksi online yang sudah kupesan sebelumnya telah tiba di depan rumah sakit, mama melangkahkan kakinya masuk ke dalam mobil tersebut dan aku duduk bersampingan dengan mama.
Jam sudah menunjukan pukul 17.49 langit mulai terlihat gelap karena malam akan segera tiba, sudah 18 menit berlalu paman Agus, Tante Evi dan Adrian meninggalkan ku di rumah sakit bersama mama. Adrian pulang kerumahnya setelah beberapa saat paman Agus meninggalkan rumah sakit.

saat aku berdua dengan mama di ruang UGD mama tak mau berbicara denganku, entah apa yang dirasakan oleh mama aku tidak tahu tapi setelah melihat kegaduhan yang terjadi tadi, mama terdiam membisu tak ingin memulai obrolan denganku, aku menoleh ke arah mama yang saat itu kepalanya sedang bersandar di dinding kaca mobil.

"Ma,,," aku memanggilnya dengan suara halus

Namun mama masih terjaga dalam lamunannya dia tak menghiraukan panggilan ku

"Aku tahu mama saat ini kecewa denganku, dan aku tidak pantas menerima kata maaf dari mama" ucapku kembali

Mama masih tak mau berbicara dengan ku, matanya yang terpaku melihat ke arah jalan dengan mobil yang melaju sedikit kencang

"Sebab dari itu aku pernah bertanya pada mama apakah mama akan memaafkan ku ketika aku membuat kesalahan?, apa mama masih ingat ketika mama mengatakan aku adalah putra mu apapun kesalahan yang aku perbuat mama akan selalu memaafkanku"

"Mama tidak pernah mengharapkan ini darimu" dengan cara bicaranya yang begitu singkat mama menjawab pertanyaan ku,

"Ma,,,," aku memegang tangan mama yang saat itu dia sedang memanggkunya, mama melirik matanya ke arah tanganku yang saat itu aku sedang mencoba memegang tangannya dengan rasa sesal dan kekecewaan yang begitu dalam ia rasakan, mama melepaskan genggaman tanganku sebagai tanda kecewanya padaku

"Mama tidak pernah marah sedikitpun padamu, tapi kali ini kamu melangkah begitu jauh, mama tidak menyangka jika kamu akan berbuat sejauh ini" matanya kembali mengarah ke dinding kaca mobil dan mama kembali menyahut

Aku membuang pandangan ku dari mama aku menoleh ke arah kaca mobil melihat ke jalanan, terlihat saat aku memalingkan wajahku di depan kaca mobil tersebut terpantul bayanganku sedang meneteskan air mata

"Jadi mama mau bagaimana apa mama tidak akan menganggap ku sebagai putramu"

Mama hanya terdiam

Suhu AC Diruangan mobil ini begitu dingin, sedingin hati mama yang membekukan hatiku.

"Aku tahu aku sangat salah, tapi apa aku salah ma, jika aku mencintai dia, apakah aku sehina itu ma, apakah aku tidak berhak memilih kebahagiaan ku"

Mama masih terdiam dalam kecewanya, dia tak mau menjawab dan masih tak mau melihat wajahku. Suasana di dalam mobil ini begitu hening supir grab itu juga ikut terdiam menyaksikan kegelisahan yang menyelimuti kami berdua.

"Jika mama tidak ingin melihat ku lagi, dan mama tak menginginkanku aku bisa pergi"

Mama menoleh ke arahku saat aku mengatakan pergi, dengan wajah yang linglung mama menatap ku

Pelangi Di Bulan November (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang