bab 3

2.9K 360 7
                                    

Menjadi mahasiswa Diploma tiga, dengan jurusan kebidanan sudah terlewati satu semester dan di semester kedua kini banyak di dalam laboratorium untuk persiapan praktek lahan keterampilan dasar praktik klinik, membuat hari-hariku kurang tidur dan tentunya kurang berkomunikasi dengan sahabatku sejak kecil yaitu Lily, tetapi berbeda dengan sang sepupu yang hubungan kami semakin dekat.

[ Bengkak banget, kompres air hangat deh Mel]

Pesan balasan dari Dimas, setelah tadi kukirimkan gambar tanganku yang menjadi korban praktik salah satu temanku yang ingin memasangkan infus.

[Iya nih terasa nyeri, pegang gayung aja terasa sakit]

Hari ini adalah sabtu, setelah jadwal laboratorium selesai kami bisa segera berkemas untuk pulang kerumah bagi yang menginginkan pulang, tentunya aku ingin pulang, aku harus membawa pakaian kotorku kerumah untuk di kucuci dengan mesin karena tanganku bengkak, dan juga uang seorang mahasiswa yang harus berhemat tak mungkin kubawa ketempat loundry dimana modul yang harus ku foto copy telah mengantri.

Selain itu aku juga ingin makan mewah dirumah, bertemu kedua orang tuaku, bermanja dengan papa ku, dan tak lupa saat nya mengambil uang saku bulananku.

[Aku tunggu di depan gerbang masuk IGD]

Pesan masuk yang tak kutahu dari siapa pengirimnya, karena nomer yang belum kusimpan itu berfoto profil sebuah motor sport.

[Siapa ya?]

[Leon]

Betapa kagetnya aku, membaca nama laki-laki yang super galak itu, dan tentu saja otakku terus bertanya-tanya kenapa menungguku di depan gerbang IGD.

[Ada apa ya Mas?]

[Mau pulang gak?]

[Ya ini mau pulang lagi nungguin papa jemput]

[Tungguin sana tahun depan datengnya, sini cepet]

Belum sempat kubalas apa maksud mas Leon membalasku seperti itu, panggilan telepon masuk dari papa ku, yang mengabarkan jika adikku sedang masuk rumah sakit karena terjatuh dari motor sehingga papa meminta tolong mas Leon yang kebetulan juga pulang kerumah orang tuanya untuk memberiku tumpangan.

Mungkin jika bukan mas Leon kakak laki-laki Lily aku sudah memintanya untuk menjemputku di depan gerbang kampus bukan dengan aku yang berjalan kaki melewati gang di samping rumah sakit yang mana jarak gerbang kampus ke arah gerbang IGD itu lumayan lah capek jika aku berjalan kaki dengan membawa tas ransel berisi beberapa buku, dan tangan kanan menenteng tas berisi baju kotor sedangkan tangan kiri menenteng tas laptop dan jangan lupakan tanganku yang sedang bengkak.

"Sabar, namanya juga numpang kan"

Kusemangati diriku sendiri saat kucoba berjalan lebih cepat karena takut jika mas Leon menungguku lebih lama.

"Kok dari situ?"

Saat mas Leon melihatku keluar dari gang samping rumah sakit, bukan dari dalam gerbang rumah sakit.

"Kan kampusku di belakang rumah sakit, gerbangnya lewat situ"

Kutunjukan jalan kecil yang baru saja kulewati.

"Oo, kenapa enggak bilang"

Tak lagi aku menjawab, karena menjelaskan kepada kakak laki-laki Lily ini terasa menyeramkan.

"Bisa naik enggak?"

"Bisa kok"

Hanya bertanya apakah aku bisa naik dengan membawa barang bawaan tanpa membantuku, atau menawariku yang membawakan salah satu tas ku untuk di letakkan di depannya.

Akhirnya aku berhasil naik keatas motor sport milik mas Leon yang lumayan tinggi ini.

"Kamu enggak bawa helm?"

"Enggak mas"

Tak lagi bertanya padaku apakah aku sudah siap, mas Leon begitu saja menyalakan motornya dan melajukan motornya begitu kencang.

Sedikit kugenggam baju samping mas Leon, bagaimana pun aku tak ingin jatuh dan akan konyol pastinya.

Melaju melewati jembatan besar untuk menyebrang sungai brantas, dan berbelok kearah kiri dan melewati jalan lingkungan gudang garam, demi menghindari jalan raya yang nantinya bisa saja bertemu dengan polisi lalu lintas.

Aku masih berpikir mungkin saja bisa lewat jalanan pintas karena aku tak memakai helm, pasalnya aku juga belum hafal jalanan di kota kediri karena aku lebih banyak menghabiskan keseharianku di dalam asrama.

Lima belas menit berlalu hingga akhirnya motor berbelok kesalah satu perumahan yang bagiku perumahan elite, karena dari bangunan , penjagaan, hingga fasilitas yang kulihat di depan gerbang terlihat mencolok.

"Turun"

Disaat motor berhenti di salah satu rumah tanpa pagar, aku yang tetap duduk diatas motor dengan segera turun dari motor karena perintah sang pemilik motor.

Memarkirkan motor pada carport, kemudian masuk kedalam rumah menggunakan kunci yang baru saja di ambilnya dari dalam tas kecil yang di selempangkan pada pundaknya.

Dan tak lama kembali keluar rumah tanpa berbasa basi memintaku untuk masuk kedalam rumah yang kuperkirakan adalah rumah miliknya.

"Masuk"

Setelah terdengar membuka kunci mobil toyota yaris warna merah yang terparkir, memintaku untuk segera  masuk kedalam mobil.

Kembali meninggalkan rumah, kali ini aku sudah bisa bernafas lega, tanganku tak lagi merasakan kesakitan karena membawa beban berat dari menggenggam tas yang lumayan berat.

Setelah membunyikan klakson tanda menyapa dan terimakasih pada penjaga perumahan yang membukakan palang pintu, mobil mulai melaju membelah jalanan.

"Tadi rumah mas Leon?"

"Ya"

Aku yang berupaya untuk basa basi agar tak canggung didalam mobil hanya berdua yang di penuhi dengan suara nafas kami berdua, ternyata hanya di jawab begitu singkat, padahal keberanianku untuk bertanya sudah begitu besar.

Kembali lagi aku membuka suara hanya untuk sekedar menghidupkan suasana kembali, karena aku pun merasa bingung ketika berada dalam satu tempat tanpa ada obrolan, apalagi disini aku hanya menumpang.

"Lily apa kabar Mas?"

"Memangnya kamu enggak whatsaapan sama dia?"

Sial rasanya ingin kumaki diriku sendiri, kenapa begitu bodohnya aku menentukan pertanyaan kepada orang macam mas Leon yang begitu pandai dengan pertanyaan basa basi yang receh itu.

Akhirnya sepanjang perjalanan kediri sampai Blitar aku hanya terdiam, dan memandang luar mobil sebelah kiri, dan tak berani kupejamkan mataku meskipun aku telah beberapa kali menguap.

Hampir dua jam akhirnya sampai di depan rumahku, entah karena di lingkungan rumah orang tua kami atau memang peduli, kali ini mobil di hentikan di depan rumahku persis bahkan mas Leon membantuku menurunkan barang-barang milikku.

"Terimakasih Mas"

Tak menjawab ucapan terima kasihku, karena dari arah dalam rumah terlihat mama yang keluar juga mengucapakan terima kasih kepada mas Leon.

"Terimakasih ya Leon"

"Iya tante sama-sama"

Begitu sopan dan disertai senyuman kemudian mengangguk pamit kepada mama, tanpa menoleh kepadaku.

"Untung aja kakak nya Lily, kalau enggak udah aku aduin sama adikmu biar di labrak"

Tbc

MELATI (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang