Mendapatkan praktik di luar kota Kediri, yang mana kali ini adalah kota Trenggalek sebagai giliranku praktek lapangan.
Minggu sore aku diantarkan oleh Mas Leon dengan kami mengendarai motorku, sedangkan untuk barang-barang bawaanku di bawakan oleh mama dan papa dengan menggunakan mobil.
Sebenarnya aku bisa berangkat sendiri seperti biasanya, hanya saja papa tak tega jika aku berangkat sendiri dengan motor, akhirnya mas Leon lah yang kini memboncengku menuju kota Trenggalek.
"Mas aku ngantuk"
"Kamu sakit? Kok ngantuk terus beberapa hari ini aku lihat?"
"Enggak sakit cuma bawaanya pingin tidur aja"
"Pegangan kalau gitu atau mau naik mobil aja?papa sama mama masih di belakang kayaknya"
"Enggak usah, Mela bisa tahan kok"
Sebenarnya aku sedikit susah menahan kantukku, akan tetapi aku juga tak enak hati jika berpindah kemobil dan mas Leon harus menaiki motor sendirian.
Setengah jam akhirnya kami sampai di tempatku praktik, salah satu bidan praktis mandiri seperti milik mama dirumah.
Saat aku tiba kurasa tempat praktek beliau sedang ada beberapa pasien, akhirnya aku menunggu di ruang tunggu bersama mas Leon sambil menunggu kedatangan papa dan mama.
"Minta airnya Mel"
Kuberikan botol air mineral yang kubeli di minimarket saat perjalanan tadi. Dan kulanjutkan bermain ponsel untuk bertanya kepada mama sudah sampai mana beliau.
"Hape barunya enggak kamu pakai?"
"Minggu depan aja pas pulang, kemarin belum sempat mindahin data"
"Kirain enggak mau"
"Ya mau lah mas, mana mungkin Mela bisa nolak"
Mas Leon terkekeh mendengar jawaban jujurku, dengan mengusap kepalaku lembut. Kurasa mas Leon kini telah berubah lembut kepadaku setelah kejadian aku yang di buatnya trauma karena kekerasan yang diberikan padaku beberapa bulan yang lalu.
"Oh iya hampir lupa, nih"
"Masih kok uang bulan ini"
Bukan menolak uang yang diberikan mas Leon, tetapi memang uang jajan bulanan yang diberikan mas Leon untukku masih cukup untuk kupakai dua minggu tinggal disini, apalagi untuk makan dan minum menjadi tanggung jawab dari bidan yang aku tempati.
"Serius enggak mau?"
"Rezeky enggak boleh di tolak kan"
"Dasar, gitu sok-sokan nolak"
Aku ikut tertawa ketika mas Leon kembali tertawa saat menggodaku.
Pasien sudah selesai, dan bidan sang pemilik rumah ikut keluar, aku segera berdiri untuk menjabat tangan beliau dan memperkenalkan diri.
"Dek Melati ya?"
"Iya bu"
"Ayo masuk, terus ini siapa?"
"Kakak bu"
"Barang-barangnya bawa masuk, taruh di kamar sekalian"
"Maaf bu barangnya masih di bawa mama, belum sampai ini tadi kita naik motor"
Saat kuberikan alasan bersamaan dengan mobil milik papa berbelok masuk kedalam perkarangan, mas Leon segera kembali menghampiri mobil papa untuk mengambil barang-barangku yang mana untuk baju tak seberapa hanya saja buku-bukulah yang lebih banyak kubawa.
Mama lebih dulu masuk kedalam rumah saat mas Leon dan papa mengeluarkan barang-barangku, menyapa sang pemilik rumah yang ternyata mereka saling mengenal sebelumnya.
"Ini anak kamu?"
"Iya"
"Masyallah, kalau gini kan kita bisa ketemu lagi, kehubung silaturahmi lagi"
Dua wanita yang berprofesi sama itu berpelukan, dan pembicaraan keduanya masuk kedalam masa lalu, aku hanya terdiam mendengarkan mereka begitu pun dengan papa dan mas Leon yang mengobrol berdua.
"Lama ni pasti, reuni gini"
Papa lirih mengomentari sang istri, tetapi mampu kudengar dengan mas Leon, membuat kami berdua tersenyum.
"Biarin aja lah Pa"
"Pantas aja tadi pas Papa bilang biar papa sama Leon aja, mama mu kekeh mau ikut"
Aku kembali terkekeh bisa membayangkan bagaimana kesalnya papa nanti, jika mama akan lama saat bertemu dengan teman lamanya.
Bidan Nina yang kutempati untuk praktek ini memepersilahkan ku membawa barang-barang milikku ke kamar, meminta mas Leon agar membantuku karena kamar berada di lantai atas, tepatnya berada di samping bangunan rumah utama, dilantai dua klinik beliau karena lantai satu beliau pergunakan untuk pemeriksaan pasien.
"Kamu sendirian Mel nanti di sini"
"Kayaknya sih enggak, ada anak dari kampus lain yang jadwal praktiknya sama mungkin datang nanti malam atau besok pagi"
"Oh"
Selesai meletakkan barang-barang dan berniat untuk kembali kebawah, betapa kagetnya aku saat mas Leon menarikku untu masuk kembali kedalam kamar, mengecup singkat bibir ku, sama seperti semalam saat aku tertidur tetapi semalam aku belum benar-benar tidur, dan tadi pagi saat aku keluar dari kamar mandi mas Leon melakukan hal yang sama, meksipun ini yang kedua kalinya di hari ini jantungku masih saja berdetak tak karuan.
Teringat akan pesan mbak Caca jika aku harus mengontrol pikiran, dan aku bisa melawan rasa takutku itu semua.
"Mas"
Saat mas Leon melepas kecupan singkatnya, aku lah kini yang berganti menariknya aku juga ingin melakukan kecupan yang lebih.
Kukecup kembali bibir mas Leon, bukan hanya kecupan singkat seperti yang dilakukan mas Leon, lebih tepatnya aku melumat bibir suamiku.
Dengan sedikit berjalan mas Leon mendorongku untuk lebih masuk kedalam kamar, dan tangan mas Leon menutup pintu sedikit pelan agar tak bersuara disela ciuman kami.
Lama kami saling berbalas ciuman panas, hingga mas Leon menyudahinya melepas ciuman yang sebelumnya akulah yang memulai.
Jari jempol mas Leon membersihkan bibirku yang basah akan air liur kami.
"Dirumah orang"
Bisiknya pelan dengan tersenyum, aku pun tersadar jika kami adalah tamu, begitu tak sopannya kami berbuat hal tak senonoh.
Kembali kami bergabung bersama mama dan papa, entah sudah sampai mana obrolan dua wanita paruh baya ini tetapi aku melihat jika kini papa ikut gabung dalam percakapan.
Tak berselang lama mama pamit untuk pulang, tak lupa menitipkanku untuk di didik oleh bu Nina sebagai pemilik klinik.
"Sabar dulu ya mas"
Saat mas Leon bersalaman dengan bu Nina dan tepukan lembut di punggung mas Leon disertai senyuman membuatku bertanya-tanya apa yang di maksud oleh bu Nina.
Sepulangnya keluargaku, bu Nina mengenalkan tempat praktinya dimana tempat pelayanan beliau, tempat menolong melahirkan, tempat untuk beristirahan ibu nifas, juga tempat dimana beliau menyimpan peratalan serta obat-obatan.
Malam ini bu Nina belum memintaku untuk ikut dengan beliau pelayanan, memintaku untuk beristirahat lebih dulu, juga berkenalan dengan teman praktikku yang ternyata baru tiba setelah magrib.
Ketika kita terjun di lapangan, selain bekal ilmu yang kita pelajari di kampus juga kita harus memiliki bekal jiwa yang ramah, adab yang baik, kini teman praktikku adalah mahasiswa kebidanan semester satu yang baru pertama kali terjun di lapangan, selain rumah sakit klinik bidan praktek mandiri adalah targetnya.
Bisa dibilang dia adalah adik tingkat, seperti yang kubilang sebelumnya selain ilmu kita juga harus ramah, meskipun itu lebih muda dari kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELATI (Tersedia Lengkap Di Ebook)
RomanceSeorang laki-laki yang kukenal sebagai kakak dari sahabatku tiba-tiba datang melamarku, dan aku tahu laki-laki ini tak mencintai ku begitu juga denganku yang tak mencintainya. Pernikahan yang sudah terjadi di usia mudaku, hingga membuatku meninggalk...