Bab 25

3K 428 35
                                    

Terbangun dengan jantungku yang berdebar begitu cepat, dan lagi-lagi telapak tanganku terasa dingin karena berkeringat, bagaimana tidak saat aku membuka mata, aku sudah berada dalam pelukan mas Leon, dan tanganku juga memeluk lengan yang mendekapku itu.

Teringat jika semalam kami berdua masuk kamar dengan aku yang menariknya masuk kedalam kamar, dan aku yang tidur di ranjang sedangkan mas Leon tetap berusaha menjaga jarak denganku, duduk di sofa.

Hal itu tak lagi kuhiraukan, yang terpenting aku sudah merasa lega dengan bisa membawa mas Leon masuk kedalam kamar dengan tak berkeringat dingin, tetapi pagi ini aku kembai harus berusaha melawan masalah dalam diriku, agar bisa mengendalikan rasa trauma yang kurasa kini kuderita jika berinteraksi dengan mas Leon, bahkan kini di cuaca dingin kota Batu, aku sudah berkeringat.

Kepalaku sudah mulai terasa pening, kepingan perlakuan mas Leon kembali terlintas, dada kembali terasa sesak, dan detak jantung kembali berpacu cepat.

"Mel, tarik nafas kamu tenangin diri, biar aku keluar, aku panggilkan mbak Caca"

Mas Leon ternyata sejak tadi sudah terbangun, bahkan kini dia juga menyadari apa yang sedang kuhadapi.

Aku sudah tak sanggup untuk menjawab, bahkan menatap mas Leon pun terasa enggan, dengan cepat mas Leon segera keluar dari kamar dan beberapa saat suara pintu kamar kembali terbuka dengan mas Leon yang datang bersama mas Gilang juga mbak Caca.

"Minum dulu Mel"

Mbak Caca membantuku untuk duduk, dengan bersandar di kepala ranjang dan mendekatkan gelas berisi air untuk kuminum.

"Istigfar, kontrol pikiran kamu untuk mengingat hal yang membahagiakan"

Dan ini suara mas Gilang yang berdiri di samping ranjang, dengan mbak Caca duduk di depanku yang tangannya mengusap dadaku lembut, sedangkan mas Leon berdiri di dekat pintu kamar yang tertutup.

"Yang, apa kita kasih obat aja enggak sih?"

"Enggak usah, biar terapi dari dirinya sendiri aja"

"Kamu apain ini tadi?"

Suara mbak Caca membentak mas Leon yang kulirik masih tetap berdiri dengan bersandar pada pintu.

"Sumpah enggak aku apa-apain"

"Bohong, kamu bentak ya?"

"Enggak, cuma_"

"Cuma apa?"

"Ngelonin, itu juga Mela balas meluk tanganku"

"Udah di kasih tahu, jangan kontak fisik dulu mau mbak ajarin ngelola emosinya dulu si Mela"

"Enggak sengaja mbak, pas tidur mana bisa ngontrol"

"Kamu itu sebenarnya yang perlu psikolog"

Deg

Saat aku sudah bisa tenang, dan bisa jelas menerima apa yang mbak Caca marahkan kepada mas Leon, akhirnya aku sadar jika mbak Caca dan mas Gilang sudah tahu akan masalah yang kini kuderita, seperti yang Lily ceritakan kemarin jika saat makan malam itu aku pingsan karena kurang istirahat, tetapi tak semuanya tahu akan yang kualami sebenarnya.

"Mbak, aku kenapa?"

"Ada trauma sama diri kamu, tapi bisa membaik kok jadi kalau kamu ngerasa mulai enggak nyaman kayak dada berdebar-debar dan ngerasa marah, pikiran mulai ngelantur langsung kontrol pikiran kamu ya"

"Huuh"

Kuanggukan kepalaku, tanda mengerti akan perkataan mbak Caca.

"Maafin adik mbak ya, bikin kamu jadi kayak gini"

MELATI (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang