Bab 14

2.3K 352 22
                                    

Tak ada satu tetes pun air mata saat acara lamaran maupun akad nikah, berkat Dimas yang memberikan kekuatan padaku, ketulusannya padaku membuatku merasa ada seseorang yang kini sebagai peganganku.

Tetapi diseluruh rangkaian acaraku dan mas Leon tak kulihat Dimas ada, hanya ada Lily yang selalu di sampingku.

"Ly, Dimas dimana?"

"Tadi izin mau tidur di kamarku"

"Oh"

Acara akad nikah telah selesai, kini semua keluarga dan tetangga yang turut hadir menjadi saksi pernikahanku sedang menikmati hidangan yang disajikan, sebentar lagi akan dilanjutkan dengan berfoto keluarga.

Dari keluarga besarku terlebih dahulu hadir berfoto, Lily sudah di usir oleh fotografer karena sedari tadi tak kuizinkan dia meninggalkanku, karena begitu canggung hanya duduk berdua dengan mas Leon dalam acara yang dibuat untuk kami berdua.

Secara bergantian mulai dari keluarga mama maupun papa berfoto denganku juga mas Leon, dan jangan lupakan tanganku yang disarankan photografer untuk menggandeng lengan mas Leon, sungguh berat ujianku menghadapati juru kamera ini, sedari tadi mengarahkan ku untuk selalu tersenyum, juga bermesraan dengan mas Leon disaat dia akan mengambil foto.

Bahkan untuk mas Leon yang kini bergelar suamiku, tak ada satu patah katapun yang keluar dari bibirnya, meskipun bibir itu mampu tersenyum ketika diminta.

Hingga kini giliran dari keluarga om Toni, yang mana juha keluarga dari ayah kandungku, yang baru saja kukenal siang hari tadi disaat acara lamaran.

"Leon, jaga Melati ya jangan sakiti dia satu-satunya kenangan dari om Andi"

Rasanya aku ingin tuli, agar aku bisa menahan air mataku agar tak sampai jatuh, akan sia-sia ketegaranku seharian ini jika satu air mata saja menetes.

"Dimas dimana sih"

Heboh suara keluarga dari tante Eci yang mencari keberadaan Dimas karena kini giliran mereka yang akan berfoto.

"Tidur dikamar Lily tadi"

"Panggilin Ly"

Mama dari Dimas meminta Lily untuk memanggil sang putra, tentu aku bisa memahami Dimas, karena aku pun merasa sakit ketika melakukan ini dihadapannya.

Mbak Caca yang sudah tahu hubunganku dengan Dimas, menatapku penuh kesedihan mungkin beliau juga sedang dilanda kebingungan harus bersikap bagaimana, dilain sisi ad adik dan juga saudara sepupunya.

Begitu tampan Dimas memakai kemeja batik malam ini, meskipun dengan tersenyum aku bisa tahu bagaimana isi hatinya, meskipun siang tadi saat dia menggantikan Lily menyuapiku makan meneceritakan akan semua yang dia tahu permasalahanku yang harus menikah dengan mas Leon, dia mengatakan bisa sabar, tetapi itu semua tak semuanya keikhlasan.

"Gimana sih kok tidur"

Sang mama menyambutnya dengan teguran tetapi bukan dengan gaya ibu-ibu yang marah, terlihat sekali wibawa beliau, bahkan tangan beliau begitu cekatan merapikan rambut sang putra saat akan berfoto.

"Ehm"

Mas Leon disamping ku berdehem lirih, menghembuskan nafasnya, dari ekor mataku aku bisa melihat saat ini mas Leon juga melirikku karena sedari tadi aku terfokus pada Dimas.

Setelah berfoto satu persatu memberikan selamat juga doa-doa terbaik untukku dan mas Leon.

"Selamat Leon, jadi suami yang baik jangan suka emosian lebih sabar"

Itu adalah nasihat dari tante Eca mama Dimas, yang sedikit menggoda sang keponakan.

"Melati selamat ya nak, tante kira mau jadiin kamu menantu ternyata keduluan Eci, yang nurut ya sama suami, meskipun Leon ngomongnya suka pedas tapi dia baik kok, cewek-cewek aja di manjain, pasti kamu lebih di manjain"

"Sebenarnya Mela maunya juga jadi menantu tante Eca"

Tentu saja aku hanya mampu mengatakan itu semua di dalam hatiku, tetapi di bibirku tetap tersenyum mengiyakan apapun nasehat beliau.

Hingga giliran om Danar papa dari Dimas dan terakhir adalah Dimas yang memberikan selamat kepadaku dan mas Leon.

"Jangan macam-macam kau mas, awas aja sampai ada yang kurang"

"Apaan"

Mas Leon dan Dimas saling meninju dada lirih, kurasa memang ada perbincangan sebelumnya diantara mereka.

"Sehat-sehat ya"

Itu pesan Dimas kepadaku dengan mengusap lenganku lembut, dan kami saling menatap satu sama lain seolah berbicara dari mata kemata.

Acara telah selesai, aku sudah membersihkan badanku, mengganti kebaya pengantin dengan baju tidur, bersiap untuk segera menutup mata, karena aku begitu lelah, ternyata hatiku kalah akan egoku yang kurasa kuat ternyata tidak, tadi seusai mandi dan mengganti baju, disaat sholat isya' air mataku tumpah saat aku mengadu kepada Tuhanku, ternyata hanya kepadanya lah aku bisa jujur mengungkapkan isi hatiku bukan kepada manusia yang berstatus mama, sahabat, atau kekasih.

[Cin, sorry aku enggak bisa nemani tidur sesuai janjiku, ini oma ngajakin tidur bareng]

[Its okay beb]

[Atau mau tidur bareng oma sekalin, ada Dimas juga loh]

Mungkin Lily lupa status ku saat ini apa, kalau aku sampai tidur bersama dirinya juga Dimas, apa tak jadi berita besar esok harinya atau mungkin besok pagi saat aku membuka mata sudah ada di pinggir pantai karena di lempar mama ku.

[Kamu mau aku mati ya?]

Kubalas Lily dan setelahnya kumatikan ponselku, dan juga mematikan lampu kamarku menggantikan lampu tidur yang sedikit redup bersiap untuk beristirahat setelah lelah menangis.

Hingga entah dipukul berapa ketukan pintu kamar berkali-kali tanpa ada suara memanggil namaku atau memutar knop pintu, membuatku akhirnya turun dari ranjang untuk membuka pintu kamar.

"Mas Le ada apa?"

"Aku WA enggak kamu baca"

"Ada apa?"

Aku ikut berbisik karena mas Leon yang berbicara begitu pelan karena takut terdengar oleh orang lain.

"Ayo tidur di kamarku"

"Enggak mau"

"Kita itu suami isteri, baru nikah masak tidur di rumah masing-masing"

"Ogah"

"Nanti dimarahin tante Rina loh kamu"

"Ya udah tidur disini aja kalau gitu mas Leon"

"Enggak bisa tidur aku di kamar asing, di kamarku aja"

Begitu ngototnya mas Leon mengajakku untuk tidur di kamarnya, dan tak mau tidur dikamarku, begitupun denganku yang tetap bersi keras untuk tidur dikamarku.

"Udah ayo"

"Mas, aku tuh sudah tidur loh kamu bangunkan cuma suruh pindah kamar, Astagfirullah"

Tentu saja aku tetap kalah, mas Leon menggandengku untuk keluar kamarku tetapi lebih tepatnya menyeretku karena aku mencoba bertahan tetap di rumah saat tangan mas Leon menarikku untuk kerumahnya.

"Kamu mau jadi tontonan orang? Ini masih banyak orang ngobrol di depan rumah"

Begitu ampuh perkataan mas Leon, aku seketika menurut akan permintaanya, berjalan dengan sendirinya meskipun tanganku tetap di gandengnya untuk masuk kedalam rumahnya.

Dan betapa kagetnya aku saat masuk keruang keluarga, disana tak ada lagi sofa maupun meja yang biasa berada disana karena kini telah beralih menjadi tempat tidur, seakan ditempat pengungsian berjejer kasur-kasur bahkan disana sudah ada Lily, Dimas, oma, tante Eca, mbak Caca yang berjejer tertidur.

"Tidur disini to Le, mama kira tidur di tempat Mela"

Tante Eci begitu jelas dan keras saat melihatku yang di gandeng oleh mas Leon melewati ruang tengah untuk masuk kedalam kamar milik mas Leon yang mana tepat di depan ruang keluarga.

"Iya ma"

Begitu singkat jawaban mas Leon dan menarikku segera kedalam kamar tak memberiku kesempatan menyapa semua orang untuk sekedar basa basi, dan pintu pun langsung di tutupnya.

Tbc

MELATI (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang