Hari berjalan begitu cepat, segala sesuatu telah di siapkan oleh tante Eci, mama juga mbak Caca kakak perempuan Lily yang seorang dokter di Batu.
Mas Leon pun tak ada berdiskusi denganku, kecuali di saat kami kembali ke Kediri dua minggu lalu, saat sehari sesudah dirinya melamarku.
"Mela, aku tahu kamu enggak suka sama aku, kamu cinta sama Dimas, begitupun denganku yang memiliki kekasih seperti yang kamu tahu, jadi jalani saja semuanya ini demi orang tua kita, jika kamu masih ingin berhubungan dengan Dimas silahkan begitupun denganku yang tetap berhubungan dengan kekasihku tolong kita jangan ikut campur urusan masing-masing"
Dan minggu kemarin aku tak pulang ke rumah Blitar, aku beralasan ingin menyelesaikan tugasku di asrama tetapi lebih tepatnya aku belum siap bertemu mama dan papa dirumah mengingat masalah masa lalu keluargaku.
Kini Lily sudah mengetahuinya kecuali Dimas, karena tante Eci yang menghubungi oma Lily untuk datang ke Blitar di acara lamaran serta ijab kabul secara bersamaan.
Untuk resepsi memang tak di langsungkan sekarang, yang kata mas Leon agar tak ada orang luar tahu akan pernikahan kam takut jika sampai nantinya aku di keluarkan dari kampus mengingat perjanjian eyang Dina dengan pihak kampus, tetapi menurutku itu alasannya saja karena sebenarnya dia takut jika sang kekasih sampai mengetahuinya.
"Mel, jangan sedih kalau kamu yang jadi isterinya mas Leon pastilah aku dan mbak caca enggak mungkin jahat ke kamu"
Panggilan telepon kini kulakukan di depan gerbang kampus, sambil menunggu mas Leon menjemputku untuk pulang kerumah orang tua kami.
"Aku masih enggak bisa mikir, aku harus gimana nanti ngomong ke Dimas"
"Cerita aja yang sejujurnya"
"Tapi itu aib Li, aib mama ku, aib untukku sendiri"
"Iya juga, terus alasannya apa pokoknya kamu harus ngomong dulu ke Dimas sebelum dia dengar dari orang lain"
"Tapi ini aman kan, mamanya enggak ada cerita ke Dimas kan?"
"Enggak lah, tante Eca bukan tipe suka gosib"
"Tapi nanti beliau ikut ke Blitar, terus kalau ngomong ke Dimas ke Blitarnya untuk acara nikahan mas Leon gitu pastinya kan dia nanya siapa isteri mas Leon"
"Mikirmu terlalu jauh, sudah tenang aja ini aku juga pulang kok bareng oma"
Tiinnn
"Sudah ya Ly, mas Leon sudah datang"
Klakson dari mobil milik mas Leon sudah terdengar, aku segera menuju kearah mobilnya dan masuk kedalam duduk di samping sang pengemudi.
"Sudah makan?"
"Belum"
Nafsu makanku dua minggu ini menghilang, aku yang terbiasa makan berkali-kali, ngemil segala macam makanan, entak bagaimana bisa lenyap begitu saja, kalau saja teman-teman tak mengajakku makan, mengingatkanku untuk makan pastinya aku sudah jatuh sakit saat ini.
Mobil melaju dan begitu hening, aku lebih memilih bermain ponsel walau hanya sekedar melihat postingan teman-temanku di sosial media.
Hingga mobil terhenti di salah satu warung soto di dekat terminal Kediri, dan mas Leon turun dari mobil begitu denganku yang mengikutiku.
"Kemarin sudah ketemu eyang Dina?"
"Sudah, aku di panggil ke kantor saat beliau datang"
Disaat kami menunggu pesanan datang mas Leon lebih dulu membuka percakapan, karena aku mencoba untuk membatasi obrolan dengannya takut jika sampai aku salah bicara, karena aku merasa pernikahan ini terjadi karena ku, andai saja aku tak hadir di perut mama saat itu pasti hal ini tak akan terjadi kepada siapapun.
"Gimana?"
"Kampus memperbolehkan asal jangan sampai tahu pihak luar seperti yang eyang Dina perkirakan sebelumnya, juga sama jangan jangan, jangan_"
"Jangan apa?"
"Jangan sampai aku hamil"
"Nggak bakal terjadi"
Kuhembuskan nafasku lega, aku hanya takut itu terjadi, membayangkan menikah dengan mas Leon saja aku sudah tak mampu apalagi nantinya menjalani menjadi isterinya, dan hidup bersamanya.
Selesai makan kami kembali melanjutkan perjalanan untuk pulang kerumah, besok siang adalah acara lamaran resmi kami, dan malamnya di lanjutkan dengan akad nikah, begitu cepat di lakukan padahal aku tak sedang hamil, atau tak menyangkut nyawa seseorang tapi entah kenapa begitu terburu-buru ini di laksanakan.
"Mel, Mela sudah sampai"
Entah mulai dari kapan aku tertidur dan tiba-tiba kini sudah sampai di depan rumah, bahkan saat aku membuka mata begitu terkejut saat depan rumahku dan rumah mas Leon telah berdiri tenda untuk acara besok.
"Astagfirullah"
Kututup wajahku dengan kedua telapak tanganku, kukira acara rahasia itu tak sampai mendirikan tenda yang mana tetangga akan tahu tetapi ini bukan lagi rahasia tetapi terpublikasikan.
"Katanya rahasia kenapa mesti bikin tenda segala sih"
Begitu saja aku keluar dari mobil milik mas Leon dengan mengomel pada diriku sendiri, kututup pintu begitu keras dan berjalan menuju pintu rumah.
"Ma, mama"
"Ada apa Mel datang-datang bukan salam kok teriak-teriak"
"Mahh katanya rahasia kenapa ada tenda, itu juga ada dekorasi gitu"
"Sttttt, itu yang nyiapin mbak Caca"
"Ma, Mela tu malu"
"Kenapa mesti malu?"
"Ibaratnya Mela ini baru lulus SMA masih kecil terus nikah sama tetangga, mana tetangganya sudah tua, malu Ma malu. Pasti orang bakal ngira kalau Mela ini hamil duluan, atau ini di jodohkan karena mama punya hutang dana tante Eci, terus kalau ada temanku yang lewat sini terus tahu kalau aku nikah tanpa ngundang mereka pasti kan nanti semua temanku bakal ngegosipin macam-macam"
Kucoba menenangkan diriku, walau masih sesegukan kucoba untuk menghentikan tangisanku, karena aku benar-benar merasa begitu lelah dengan semua yang terjadi di minggu ini.
"Ma coba mama pikir lagi, kalau misalnya nanti aku sama mas Leon cerai apa mama enggak malu sudah bikin acara nikahan eh ujungnya cerai lebih baik kan diam-diam saja acaranya"
"Ssttt kok ngomong jelek, omongan itu doa loh Mel"
"Bukan gitu mah, tapi ini tuh nikahnya bukan karena cinta mah, apalagi jarak usia kita itu sepuluh tahun jauh kan, ditambah mas Leon itu pemarah orangnya mah, Mela kayaknya nanti enggak sanggup"
Aku sudah kembali menangis meraung-raung dengan mengoceh kesana kemari, tanpa kusadari kini aku menjadi sebuah tontonan para keluarga dan tetangga yang sudah datang untuk membantu menyiapkan acara besok.
"Mel, jangan bikin heboh deh ada banyak orang ini kamu sendiri yang bikin malu"
Tentu saja aku seketika tersadar ketika mama mencubit lenganku agar aku terdiam dari menangis dan mendumel tak jelas.
"Tante Rina ini tas nya Melati tertinggal di mobil"
Setelah aku terdiam dan suara mas Leon begitu jelas terdengar yang menyebut namaku juga menyebut nama mama, apakah sejak tadi dia mendengar ocehanku.
"Mati ajalah kau Melati"
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
MELATI (Tersedia Lengkap Di Ebook)
RomanceSeorang laki-laki yang kukenal sebagai kakak dari sahabatku tiba-tiba datang melamarku, dan aku tahu laki-laki ini tak mencintai ku begitu juga denganku yang tak mencintainya. Pernikahan yang sudah terjadi di usia mudaku, hingga membuatku meninggalk...