Bab 11

2.4K 352 37
                                    

Pulang kerumah dengan tujuan untuk beristirahat dari rutinitas sebagai mahasiswa, mengistirahatkan otak serta mengistirahatkan jiwa dari segala kehidupan isi asrama, dan kali ini seolah kepulanganku adalah malapetaka.

Baru saja aku menikmati sepiring makanan sehabis sholat magrib dan hendak menonton televisi, tiba-tiba kedatangan tamu dari tetangga depan rumah alias orang tua Lily yaitu tante Eci, Om Toni serta mas Leon yang juga pulang kerumah orang tuanya membuatku harus ikut duduk di ruang tamu, karen perintah mama.

Berawal masih dalam suasana santai, om Toni dan sang isteri membahas tentang masa kecilku dan Lily, hingga saatnya om Toni memepersilahkan sang putra untuk mengutarakan maksud kedatangan tiga orang tamu kami.

"Maksud kedatangan saya dan mama papa kesini ingin melamar Melati untuk menjadi isteri saya"

Seketika aku melotot, dan berdiri hingga tangan mama memaksaku untuk duduk kembali.

Bagaimana bisa mas Leon melakukan itu semua, dimana dia tahu aku dan saudara sepupunya menjalin hubungan asrama. Bahkan satu minggu yang lalu dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat kedekatanku dan Dimas.

"Tapi apa enggak nunggu Melati lulus Leon?"

Seolah mama sudah tahu akan lamaran ini, beliau tak terlihat begitu terkejut.

"Hal yang baik bukankah harus disegerakan tante?"

"Tapi bagaimana dengan izin di kampus, kan tidak boleh menikah"

"Nanti tante aku di Kediri yang ngurus Rin, beliau dulu kaprodi di kampusnya Mela, meskipun sekarang sudah pensiun"

"Ya sudah kalau memang bisa begitu dokter, yang terpenting Melati tetap bisa kuliah"

Ingin sekali rasanya mengajak mama berantem setelah ini, bagaimana bisa mama tak menanyakan apakah aku menerima atau tidak, begitu juga dengan papa yang hanya diam dan menurut akan keputusan mama.

Aku sangat tahu papa begitu mencintai mama, takut jika sampai mama marah, tetapi kali ini aku sungguh kecewa dengan beliau tak bisa membelaku saat masa depan sang putri di tentukan.

Pikiranku kacau malam ini, otakku seakan berhenti berfungsi dan tak bisa lagi harus bagaimana aku bersikap kecuali menangis di dalam kamar hingga akhirnya aku tertidur.

****

Pagi hari aku terbangun dengan mata sembab tentunya, dan kedua orang tuaku tak ada bicara denganku apa alasan mereka bisa begitu saja menerima itu semua.

"Mel nanti ke asramanya bali sama mas Leon ya"

Papa yang mengawali berbicara saat kami berpapasan di ruang makan, dan aku sedang meminum air mineral disana.

"Melati bawa motor kok"

"Kan satu minggu ini kamu enggak praktik, minggu depan pulang sama mas Leon lagi"

"Papa kenapa tega sama Melati, aku masih muda pa belum waktunya menikah, ada cowok yang Melati suka, papa itu kalau cinta sama mama jangan berlebihan"

Pagi ini aku baru bisa mengeluarkan segala isi hatiku selama ini, yang seakan melihat papaku bucin dan selalu kalah akan keputusan mama terhadapku.

"Maafkan papa Mel, memang papa tak punya hak untuk kamu nak"

"Aku ini anak papa, tentunya papa punya hak akan keputusan masa depan anak papa"

Aku kembali menangis kali ini disertai dengan ocehan-ocehanku, hingga kembalinya mama dari pasar untuk berbelanja mingguan di setiap hari minggu.

MELATI (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang