Bab 21

2.7K 400 32
                                    

Mas Gilang bersama mas Leon sholat dhuhur di masjid komplek perumahan, sedangkan mbak Caca sholat dirumah bersamaku dengan bergantian, karena harus menjaga si bungsu yang masih balita.

Aku yang bermain dengan si bungsu di sofa sambil menonton televisi menemani putra sulung mbak Caca yang tak mau di ajak kemasjid, menunggu mbak Caca yang sedang sembahyang, hingga tak lama beliau sudah kembali dan duduk pada sofa yang sama denganku.

"Mel, sudah ya?"

"Apa mbak?"

"Tanda di leher kamu juga itu tadi di kamar mandi, ada kertas yang di tempel"

Untuk sekedar menelan ludah begitu berat terasa, bagaimana tidak kertas yang di tempel mas Leon berisi niat mandi wajib yang ditulis dengan huruf latin untukku mandi wajib tadi pagi, lupa kami lepas dan sekarang mbak Caca sudah melihatnya.

"Tapi Leon baik kan sama Mela?"

Rasanya ditanya bagaimana perlakuan mas Leon kepadaku membuat mataku mengembun, tentu saja mas Leon selama ini baik padaku, dia memperlakukan ku dengan baik, bertanggung jawab akan diriku, tetapi tidak untuk semalam.

"Leon jahat ya sama kamu?"

Kugelengkan kepalaku, karena memang mas Leon tak jahat selama ini tetapi semalam dia tega menyakitiku.

"Kamu sedih kenapa? Leon kasar ya ke kamu?"

Pelukan dari mbak Caca membuatku tak tahan untuk tidak meneteskan air mata yang telah kutahan sejak tadi, aku menangis sejadi-jadinya, di saat usapan di punggungku dan ucapan maaf yang tulus untuk sang adik dari mbak Caca itu keluar dari bibirnya.

"Sabar dulu ya Mel, kamu tahu sendiri Leon kalau ngomong suka ketus, udah jangan di masukin hati ya anggap aja burung ngoceh"

Tangisku sudah reda, kucoba untuk mengendalikan diriku hingga tangan mbak Caca yang sebelumnya mengusap punggungku berpindah mengusap lenganku.

"Aduh"

Dengan reflek aku mengaduh serta menghindari mbak Caca yang mengusap lenganku.

"Kenapa Mel? Coba mbak lihat"

Aku yang mencoba menghindar tak lagi bisa mengelak saat mbak Caca memaksaku untuk membuka lengan bajuku, dengan beralasan dia seorang dokter ingin memeriksa keadaanku.

"Astagfirullah Mel, ini ulah Leon?"

Suara keras mba Caca akan keterkejutannya melihat lebam di lenganku, bersamaan dengan datangnya sang suami beserta sang adik.

"Leon, sini kamu"

Suara lantang mbak Caca yang baru kudengar kali ini, serta mata melotot nya yang terlihat kilatan amarah dari seorang mbak Caca yang biasanya sosok lemah lembut.

"Lihat ini, kalau mbak nggak pegang lengan Mela dan Mela kesakitan mbak nggak akan tahu kelakukan adik mbak"

Mas Leon yang berdiri mematung di samping sofa telah menatapku sendu yang kini kembali menangis, seakan aku sedang mendapatkan keadilan atas perlakukan mas Leon.

"Gila kamu ya, Dosa besar kamu"

Mas Leon hanya diam, saat sang kakak yang kembali memakinya serta memukulnya dengan bantal, untuk mas Gilang dengan sigap sejak teriakan mbak Caca memanggil sang adik membawa putra putrinya keluar rumah.

"Bayangkin kalau mbak di giniin sama mas Gilang kamu terima nggak? Kalau nantinya Lily di kasarin sama suaminya kamu marah enggak?"

Mbak Caca kembali duduk disampingku dengan kembali memelukku serta ikut menangis, sedangkan sang adik tetap berdiri dengan diam.

Hingga beberapa menit mbak Caca melerai pelukan kami, dan mas Leon sudah tak lagi berdiri di tempat entah kemana dia pergi.

"Maafin adik mbak ya Mel, kamu habis ini mbak antar ke asrama aja ya"

Aku mengangguk mantap, bagaimanapun sekarang aku menjadi takut jika mas Leon semakin marah padaku, yang pastinya mengira aku mengadu kepada sang kakak.

"Sholat duhur dulu, habis itu kamu siap-siap mbak tungguin nanti mbak antar"

Kuiyakan apa yang mbak Caca perintahkan, segera aku menuju kamar mandi untuk bersuci, tak lupa kulepas kertas yang menempel di dinding, setelahnya aku menjalankan sholat dhuhur.

"Kecewa mbak sama kamu Le, ini kalau papa sama mama tahu kamu bisa mati di bunuh papa"

Saat aku selesai sholat dan hendak kembali ke ruang tengah untuk membereskan tugas-tugas serta laptop milikku yang semalam ku tinggalkan disana, terdengar suara mbak Caca kembali memaki sang adik .

"Aku khilaf mbak"

"Khilaf katamu, otakmu tuh mikir Le hubungan pernikahan kamu mulai dengan salah, mbak tahu kamu masih hubungan kan sama cewek selebgram itu, tanya sama diri kamu sendiri sakit hati enggak Melati lihat itu, bisa-bisanya sekarang kamu nyalain Melati sama Dimas, jelas-jelas kamu yang memulai, mbak tuh tahu semuanya"

"Permisi"

Akhirnya aku beranikan diri untuk menyela diantara kakak beradik yang sedang saling menatap, hingga keduanya menatapku yang memunguti bukuku di atas meja serta laptop yang sejak samalam berada dimeja.

"Kamu mau kemana?"

"Biar Melati mbak antar ke asrama, mbak enggak tenang rasanya ningalin dia dirumah sama kamu"

Bukan aku menjawab pertanyaan mas Leon melainkan mbak Caca, yang kini membenarkan akan pemikiran mbak Caca, aku pun takut jika mas Leon lebih marah kepadaku saat nanti mbak Caca pulang.

"Mbak, ini rumah tanggaku jangan ikut campur"

"Mbak harus ikut campur kalau sudah kekerasan seperti yang kamu lakuin, Mela adik mbak juga"

"Mel, kamu keluar rumah tanpa seizin mas, dosa kamu, ingat aku masih suami kamu"

"Dosa katamu Le, kamu lupa sama perbuatanmu"

"Udah aku bilang, kau khilaf mbak, aku kepancing emosi dikirimin foto sama tetangga depan kalau ada Dimas dirumah, sedangkan Melati enggak izin sama aku"

"Gila ya cowok, untuk suamiku enggak kayak kamu Le, meskipun kamu adikku tetap aku benci cowok kayak kamu"

Lagi-lagi menyetujui akan perkataaan mbak Caca, yang kini lebih berpihak kepadaku, meksipun aku bukan adik kandungnya.

"Ayo Mel beresin, sudah egois, enggak ngotak aku yakin pasti enggak minta maaf sama kamu nih anak"

"Mbak, kamu pulang deh jangan bikin aku tambah emosi"

"Iya habis ini juga pulang enggak usah kamu usir, aku nungguin Melati kok"

Pertengkaran kakak beradik itu akhirnya membuat mas Gilang yang sejak tadi berada diluar rumah, mengajak para anak-anaknya ketaman bermain komplek rumah, kini yang baru saja masuk rumah ikut turun tangan.

"Bun, mereka sudah dewasa biar di selesaikan masalah rumah tangga mereka sendiri"

Dan mbak Caca yang termasuk isteri sholehah itu menurut akan sang suami, meskipun terlihat berat.

"Awas aja kalau Mela kenapa napa"

"Enggak akan"

"Mela maafin mbak, nanti kamu harus kabari mbak kalau tuh bocah berani sedikit saja sentuh kamu"

"Aku suaminya mbak"

"Suami edan"

Mbak Caca yang masih emosi, menjawab mas Leon dengan memukul punggung sang adik, kemudian berjalan melewati mas Leon dan memelukku.

Sebenarnya aku ingin keasrama dengan mbak Caca sekarang bagaimanapun kekerasan yang dilakuan mas Leon terhadapku begitu menyisakan trauma bagiku tetapi perkataan mas Gilang benar, jika kami harus menyelesaikan permasalahan rumah tangga kami sendiri.


Tbc

MELATI (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang