Bab 22

2.9K 406 29
                                    

Sudah seminggu aku tinggal di asrama, dan kini saatnya pulang karena ada tanggal merah di hari selasa dan kampus meliburkan kuliah di hari senin membuat semua penghuni asrama pulang kerumah masing-masing jadi mau tak mau aku juga harus pulang, tetapi membuatku resah kembali mengingat satu minggu yang lalu.

Minggu lalu setelah kepulangan mbak Caca, mas Leon mengantarku ke asrama dengan mobilnya, melarangku membawa motor dengan alasan aku sedikit demam, sebagai pertanggung jawabannya dia mengantarku sampai ke asrama.

Dan akibat ulahnya itu, aku pun menjadi terlambat konsultasi laporan asuhan kebidanan, karena peraturan kampus yang harus memakai roll rambut untuk yang tidak berkerudung, dan pastinya tanda merah di seluruh leherku belum menghilang hingga tiga hari.

Bahkan aku yang mencoba menutupi itu semua dari teman kamar harus rela menahan panas, karena rambut yang selalu kugerai untuk menutupi leherku.

[Aku di depan]

Pesan singkat dari mas Leon saat aku masih setia duduk di pinggir ranjang asrama, bahkan semua penghuni kamar sudah pamit pulang semuanya.

Memanglah suasana sudah begitu sepi, tinggal beberapa mahasiswa dengan hitungan jari yang masih berada di luar asrama, sedangkan aku dengan langkah begitu berat membawa barang-barangku menuju gerbang utama, dimana mas Leon menungguku.

Mas Leon terlihat turun dari mobil menghampiriku, dengan mengambil alih barang-barang bawaanku untuk di masukan kedalam mobil.

"Makan dulu ya, kamu makan dimana?"

"Terserah mas Leon"

Sedikit takut rasanya sekarang terhadap mas Leon, padahal sudah seminggu itu berlalu bahakan kini suara mas Leon terdengar sedikit hangat dan tanpa bentakan.

"Bakso depan situ ya"

Salah satu warung bakso besar tak jaug dari kawasan rumah sakit yang menjadi pilihan mas Leon untuk kami makan sore, karena sudah tak lagi siang.

Setelah mobil terparkir, aku turun dan segera masuk kedalam kedai dengan mas Leon yang mengikutiku.

"Mau minum apa?"

Saat salah satu pegawai kedai bakso menanyai minuman yang mau kami pesan, mas Leon dengan lembut bertanya padaku.

Ini tak biasanya, semakin membuatku takut jika nanti mas Leon akan memperlakukan ku kasar kembali disaat tak ada orang lain diantara kami.

Dan perhatian mas Leon pertama kalinya yang kuterima, lagi-lagi sentuhan fisik itu membuatku terkejut.

"Rambutmu rapiin deh, bisa kena kuah nih"

Tentu saja aku menjingkat, disaat aku menunduk menikmati semangkok bakso dan benar saja beberapa helai rambutku yang keluar dari tali rambut hampir masuk kedalam mangkok.

Segera kurapikan rambutku sebelum kulanjutkan makan, dan setelah itu tak lagi ada percakapan kami berdua hingga kami kembali masuk kedalam mobil dan menuju kota blitar dimana rumah orang tua kami berada.

Hingga kami memasuki kota Blitar, tak ada percakapan satu kata pun yang keluar dari bibir kami berdua, sama-sama membisu, jika biasanya aku yang tak kuat tetapi untuk kali ini aku lebih ketakut jika memulai obrolan.

Singgah di salah satu pom bensin, setelah mengisi bahan bakar, mas Leon lebih menepikan mobil di tempat parkir rest area.

"Kamu mau pipis enggak?"

Kugelengkan kepalaku, dan yang tak kusangka mas Leon mengeluarkan sesuatu dari dalam paper bag, sebuah jam tangan bermerk di berikan padaku.

"Itu aku beli di Jakarta minggu lalu, semoga kamu suka"

"Terimakasih Mas"

"Kita sudah gede, aku minta masalah rumah tangga kita jangan sampai keluar ke orang lain, meskipun itu Lily"

Malam ini Lily juga akan pulang, dengan naik pesawat turun di bandara Malang dan akan ke Blitar bersama dengan keluarga mbak Caca.

"Iya"

"Maaf untuk minggu lalu"

Rasanya berat untuk memaafkan mas Leon akan kesalahannya minggu lalu, dan aku lebih untuk diam tanpa lagi berucap.

Tak butuh waktu lama, setengah jam kami sudah kembali tiba di halaman rumah orang tua mas Leon, mbak Caca juga Lily masih nanti malam tiba, sehingga rumah masih begitu sepi.

"Mas aku kerumah mama ku ya"

"Salim dulu ke mama papaku"

Kuikuti mas Leon masuk kedalam rumah untuk menyapa kedua orang tuanya terlebih dahulu.

"Waalaikumsalam"

Suara om Toni yang bermain game di ponsel dengan volume ponsel yang begitu keras, menjawab salamku dan mas Leon.

"Ma, Leon sama Melati datang"

Tante Eci yang merasa di panggil, keluar dari arah belakang, ternyata beliau sedang berada di dapur.

"Anak- anak sama menantuku mau datang ya masak-masak mama, sampai belum mandi jam segini"

"Sehat kalian, gimana Mel praktiknya seru kan, agak kurusan jarang makan ya kamu praktik lapangan"

Ingin rasanya kujawab kurus karena tekanan batin akan ulah anak laki-lakimu ini, tetapi itu hanya melintas dalam angan-anganku saja.

"Banyak tugas Ma, sampai lupa waktunya makan"

"Le, ingetin si Melati kamu itu yang perhatian sama isteri"

Mas Leon yang diajak bicara sang mama lebih memilih masuk kedalam kamarnya, dan tak berapa lama keluar kembali.

"Mel, barang-barang mu mau di taruh dimana?"

Aku tahu mas Leon lebih menghindari obrolan yang membahas akan hubungan kami, sehingga kode akan barang milikku adalah tanda jika mas leon mengajakku untuk segera berpindah kerumah orang tuaku.

"Ma, Pa Mela kerumah mama dulu ya"

"Iya nanti makan disini ya, mbak Caca sama Lily jam tujuh sampai"

Berganti kerumah orang tua, sudah lama rasanya aku tak pulang sejak menikah dengan mas Leon diakhir minggu selalu pulang kerumahnya, apalagi karena praktik lapangan terkahir membuatku tak pulang kerumah.

"Mama kangen"

Entah kenapa aku rasanya rindu sekali dengan mama, memeluk beliau terasa begitu nyaman.

"Kamu enggak malu di lihat Leon"

Aku tak menjawab mama lebih memilih berganti memeluk papa, yang kutahu bukan ayah kandungku tetapi rasa sayang ini tak bisa di ubahnya.

"Papa, sehat kan enggak di marahi mama terus kan"

"Ember Melati nih, kapan mama marah-marah"

Kangen rasanya suasana bertengkar dengan mama, suasana di marahin mama, meskipun dahulu selalu kubenci tetapi sekarang suasana itu begitu kurindukan, entahlah kenapa aku menjadi sensitif akan itu.

"Sana keatas dulu, Mama mau buka praktik"

Mas Leon lebih dulu masuk kedalam kamarku, sedangkan aku memilih menuju kamar mandi di lantai dua, karena ingin buang air kecil serta mencuci kaki tanganku.

"Astaga"

Aku memekik tak tertahankan saat masuk kedalam kamar disana sudah ada mas Leon yang hanya memakai singlet, dan tidur di ranjangku, rasa trauma itu kembali hadir, tanganku tiba-tiba terasa dingin.

"Masuklah aku enggak akan kasar lagi"

Kuhembuskan nafasku lega, pelan-pelan kututup pintu kamarku, dan menuju alamari untuk mengambil baju gantiku yang lebih santai. Dan mas Leon terlihat bangkit dan kembali memakai kemejanya hendak keluar dari kamarku.

"Nanti tidurlah di kamarku"

Tbc

MELATI (Tersedia Lengkap Di Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang