22

26.4K 1.3K 4
                                    

HAPPY READING !!!

"Siapa yang berani membawa obat ke kamar tanpa seizinku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapa yang berani membawa obat ke kamar tanpa seizinku?"

Garvin berucap tegas dan dingin di depan para pelayan yang sedang menunduk dalam. Laki-laki itu mengeluarkan senyum smiriknya ketika tebakannya tepat. Dengan perlahan Bibi Irma maju, menghadap Garvin masih dengan menunduk.

"M-maafkan s-saya. Tuan bisa menghukum saya lagi seperti waktu lalu,"

Bibi Irma siap menerima semua resiko perbuatan yang dilakukannya. Ia sebenarnya sudah tahu pasti akan berakhir seperti ini. Tapi, Bibi Irma tidak tega menolak permintaan Geyra beberapa hari lalu.

Selagi ia mampu untuk melakukannya, Bibi Irma akan melakukan itu demi membuat Geyra bahagia. Karena seperti yang dikatakan waktu lalu, Bibi Irma sudah menganggap Geyra sebagai anak kandungnya sendiri.

"Kemasi barangmu. Keluar dari rumah ini dan jangan pernah kembali!"

"T-tuan jangan usir saya, saya mohon. Tuan bisa mencambuk saya lagi tapi jangan usir saya Tuan," tubuh Irma bersimpuh di depan Garvin dengan menangkupkan kedua tangan.

Garvin melangkah kembali ke kamar tanpa mengindahkan permohonan pelayan itu. Melihat sang tuan pergi, air mata Bibi Irma pun mengalir deras. Para pelayan menatap Bibi Irma iba kemudian membantunya bangkit.

Mereka menuntun Bibi Irma ke kamarnya di ruang belakang. Pelayan bernama Sinta membantu mengemasi pakaian Bibi Irma. Selesai mengemasi, Sinta memberikan tas itu kepada Bibi Irma yang masih menangis dan kemudian duduk di samping wanita itu sambil memeluknya.

"Saya titip Non Geyra. Jaga dia dengan baik. Saya minta tolong kepada kalian untuk selalu hibur Non Geyra, karena Non Geyra pasti selalu merasa kesepian di rumah ini. Saya pamit."

Para pelayan yang masih berada di dalam kamar Bibi Irma mengangguk, mereka berniat mengantarnya keluar namun wanita itu menolak. Sinta kemudian menyusul karena memang dia yang lumayan dekat dengan Bibi Irma.

"Aku ikut ya," ucap Sinta dengan menahan tangan Bibi Irma.

"Jangan Sinta, kamu tetap disini, menjaga Non Geyra. Kalau dia minta tolong sesuatu, sebisa mungkin kamu kabulkan selama kamu mampu melakukannya. Dan satu lagi, selalu buat bahagia Non Geyra."

"Iya, pasti aku bakal ngelakuin amanah Bi Irma, tapi bibi harus selalu kabarin aku kalau butuh sesuatu,"

"Iya, sekarang bibi pergi." Sinta mengangguk dengan sedikit tidak rela, kemudian ia memeluk tubuh Bibi Irma erat. Wanita itupun membalas pelukannya.

•••

Sampai di dalam kamar, Garvin menarik kursi di depan meja rias dan menaruhnya tepat di samping gadisnya yang masih tidak sadarkan diri. Tangan laki-laki itu melempar ke atas obat putih yang di genggamnya sejak tadi lalu menangkapnya kembali. Ia melakukannya berulang kali sembari menunggu gadisnya sadar.

Sekitar dua puluh menit kemudian, kelopak mata Geyra perlahan bergerak. Gadis itu membuka matanya pelan hingga terbuka sempurna. Geyra kembali memegang kepalanya yang masih sedikit merasa pusing.

"Nyenyak tidurnya? Padahal aku belum puas menciummu sayang,"

Geyra berusaha bangkit, mendudukkan diri. Gadis itu sama sekali tidak mendengarkan perkataan Garvin, ia terlalu fokus dengan kegiatannya. Setelah berhasil duduk, Geyra mengarahkan pandangannya ke arah manapun asalkan tidak menatap ke arah Garvin.

"Sejak kapan kamu minum obat ini?"

Deg

Tubuh Geyra seperti tersengat listrik setelah melihat obat yang saat ini sedang dipegang Garvin. Bagaimana Garvin bisa tahu obatnya? Seingat Geyra yang tahu obat itu hanya dirinya dan Bibi Irma. Tapi kenapa sekarang obat itu ada di tangan Garvin.

"Jawab sayang."

"A-aku ..." kedua mata Geyra memanas. Bulir kristal bening pun turun dari kedua mata gadis itu.

"Ini obat apa? Apa kamu sakit?"

"I-itu o-obat," tenggorokan gadis itu tercekat, Geyra sangat ketakutan sekarang. Ia takut Garvin akan marah besar padanya dan melakukan hal yang mengerikan, mengingat laki-laki itu ketika sedang marah terlihat sangat menyeramkan.

"Obat pencegah kehamilan, benar?"

Geyra hanya bisa menggeleng dan menangis. Seketika ia teringat dengan Bibi Irma. Apakah Garvin tahu yang memberikan obat itu adalah Bibi Irma, sebisa mungkin Geyra akan mencegah Garvin agar tidak mengetahui hal tersebut. Geyra tidak mau wanita itu kembali disiksa, ia rela menggantikan posisi Bibi Irma asal wanita itu tidak merasakan cambukan Garvin lagi.

"Kamu tahu sayang. Berhari-hari aku selalu berdoa dan berharap agar Tuhan segera menghadirkan dia di dalam rahimmu," gadis itu dapat melihat wajah sedih dan kecewa Garvin.

"Tapi, kamu dengan tega membunuh dia, bahkan sebelum dia hidup. Dimana hati nuranimu?"

"S-seharusnya aku yang bertanya hiks ... dimana hati nuranimu? K-kamu dengan tanpa perasaan m-memerkosaku. Bahkan permohonanku gak kamu dengar sama sekali. Kamu cuma mentingin nafsumu sendiri,"

Garvin hendak memeluk tubuh bergetar Geyra, namun segera ditepis oleh gadis itu.

"Baru kali ini aku menyesal sama takdir Tuhan. Aku menyesal hiks ... udah dipertemukan sama kamu walau cuma satu kali. Andai waktu bisa diputar, aku gak akan ke tempat itu lagi. Tempat di mana hiks ... kehidupanku berubah dalam sekejap."

-Flashback On-

Bruk!

"Awsh," tubuh Geyra ambruk di depan sebuah cafe. Gadis itu terjatuh karena tidak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri.

"Bwahahaha syukurin ra, kalau di bilangin tuh dengerin, aku udah ngomong dari seminggu yang lalu, jangan pake sepatu tali kalau kamu males ngiketnya,"

"Ish, bukannya di bantuin malah di ketawain,"

"Iya-iya sini aku bantu berdiri,"

"Mari saya bantu."

Geyra bingung sekarang, pasalnya ada dua buah tangan yang terulur di depan wajahnya. Ia ingin menerima uluran tangan temannya, Salsa, tapi dirinya merasa tidak enak menolak niat baik laki-laki asing di depannya. Setelah beberapa detik berpikir, Geyra akhirnya menyambut uluran tangan Salsa.

"Gak perlu, makasih sebelumnya." tangan Geyra segera menarik tangan Salsa menjauh dari sana. Gadis itu merasa risi karena laki-laki asing tadi terus menatapnya intens.

Laki-laki asing yang di maksud Geyra adalah Garvin. Ia masih memandangi Geyra yang perlahan berjalan menjauh. Lalu Garvin mengikuti langkah Geyra dari jarak yang cukup jauh. Dan sejak hari itu, Garvin selalu membuntuti Geyra kemana pun gadis itu pergi, tentunya tanpa sepengetahuan gadis itu.

-Flashback Off-

Infatuated With HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang