29

23.7K 1.3K 49
                                    

HAPPY READING !!!

"Bosen banget kaya gini terus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bosen banget kaya gini terus."

Geyra bangkit dari duduknya. Ia mengitari kamar yang ditempatinya saat ini. Kamar tersebut ternyata cukup luas. Geyra baru tahu, di belakang dinding terdapat sebuah perpustakaan kecil. Ia memilih pergi dari perpustakaan tersebut karena dirinya saat ini sedang tidak mood membaca.

Langkah kaki Geyra berjalan menuju pintu keluar. Dalam hati, gadis itu berharap agar pintu di depannya sekarang dapat terbuka. Dan harapan Geyra terkabul. Gadis itu mengintip keadaan di luar dari celah pintu. Setelah melihat tidak ada siapa-siapa Geyra mendorong dengan hati-hati pintu itu.

Gadis itu berjalan mengendap-endap menuruni tangga. Geyra segera bersembunyi di bawah anak tangga ketika mendengar suara angkah kaki mendekat. Gadis itu membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan satupun suara.

Geyra bernafas lega setelah tidak mendengar lagi suara langkah tadi. Ia pun keluar dari tempat persembunyiannya. Dalam beberapa saat Geyra bingung, gadis itu menimang untuk melangkahkan kakinya ke pintu depan atau belakang. Tapi ia rasa, langkah kaki seseorang barusan melangkah menuju arah belakang.

Kalau gadis itu keluar lewat belakang seperti percobaan kaburnya dulu, kemungkinan ia akan ketahuan. Jadi Geyra memutuskan untuk lewat pintu depan. Gadis itupun berjalan mengendap-endap kembali.

Pandangan Geyra terus mengawasi sekitar, memastikan tidak ada orang yang melihat aksi kaburnya. Geyra kembali bernafas lega setelah berhasil melewati pintu utama. Ia kemudian berlari kecil menuju gerbang di ujung sana.

"Arrggh!"

Geyra merasakan seperti ada sesuatu yang menancap di kakinya. Gadis itu panik ketika melihat keadaan kakinya yang saat ini telah mengeluarkan banyak darah. Dengan tangan bergetarnya, Geyra mencabut sebuah pisau kecil dari sana.

"Gadis bodoh!"

Tubuh Geyra menegang ketika mendengar suara berat milik seseorang yang sangat ia kenali. Ketakutan kembali menyerang Geyra setelah gadis itu melihat laki-laki yang sejak tadi ingin ia hindari berdiri tepat di depan pintu.

Gavin menyeringai melihat lemparan pisau kecilnya tidak meleset. Laki-laki itu kemudian melangkah sambil bersiul menuju gadisnya yang masih membeku. Geyra setelah tersadar dari keterpakuannya segera melanjutkan langkahnya menuju gerbang dengan menyeret kakinya yang sakit.

"Kamu melanggar janjimu sendiri sayang,"

"Gak hiks ... j-jangan mendekat!"

Geyra menggeleng ketakutan ketika laki-laki itu sudah berada tepat di depannya. Geyra merutuki pintu gerbang yang ternyata di kunci dengan gembok. Gadis itu semakin memundurkan tubuhnya hingga menyentuh besi gerbang ketika laki-laki itu terus melangkah maju mendekat.

"Kamu tahu sayang, aku berhasil membuatmu masuk ke dalam jebakanku. Kamu pikir aku tidak mengunci pintu kamar karena aku lupa?" ucap Gavin seraya tertawa iblis.

"Tebakanmu salah besar Geyra. Aku dengan sengaja tidak mengunci pintu, supaya kamu melanggar janjimu sendiri. Dan aku melakukan ini, agar aku bisa menghukummu sayang."

Geyra menatap tidak percaya laki-laki itu. Gavin memang benar-benar licik.

"Lepas! hiks ... sakit, pelan-pelan,"

Gadis itu dengan kesusahan mengikuti langkah lebar Gavin. Laki-laki itu menyeret lengannya kasar. Sehingga membuat Geyra berkali-kali jatuh karena kakinya yang terasa sangat sakit.

Bruk

Tubuh Geyra terjatuh kembali. Kaki gadis itu sangat lemas. Darah yang terus mengalir dari kakinya, tidak membuat Gavin iba sedikitpun.

"Bangun!" suara dingin Gavin memenuhi ruang tengah. Laki-laki itu dengan santai bersedekap di depan tubuh lemah Geyra.

"J-jangan hukum a-aku hiks ... aku m-minta maaf," Geyra memohon dan bersujud di hadapan Gavin. Gadis itu rela melakukan apapun agar dirinya bisa terlepas dari hukuman gila laki-laki itu.

Gavin kemudian berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Geyra. Dengan kasar Gavin menarik rambut gadis itu sehingga wajah menyedihkan Geyra pun dapat ia lihat dengan jelas.

"Sshh, s-sakit," tangan Geyra berusaha menjauhkan tangan Gavin yang menarik rambutnya tanpa perasaan.

"Kesempatan tidak datang dua kali sayang, dan kamu sudah menyia-nyiakan kesempatan itu,"

"Hiks ... a-aku mohon jangan. A-aku g-gak mau,"

"T-tuan saya mohon maafkan Nona," tiba-tiba Gavin mendengar suara permohonan seseorang dari balik tubuhnya.

Gavin pun bangkit dan membalikkan tubuh. laki-laki itu berdecih melihat seorang pelayan bersimpuh di bawah.

"Pergi dan selesaikan pekerjaanmu!"

"Izinkan saya mengobati kaki Nona dulu Tuan," Sinta tetap pada posisinya. Ia dengan memberanikan diri membantah perintah Gavin. Sinta melakukan ini karena ingin menjalankan amanah dari Bibi Irma untuk selalu melindungi sang Nona.

"Tunggu hukamanmu di ruang bawah." setelah mengatakan itu Gavin kemudian menggendong tubuh Geyra di pundaknya dan melanjutkan langkahnya lagi menuju kamar.

"Jangan hukum d-dia hiks ... dia g-gak bersalah,"

Gavin mengabaikan ucapan gadisnya. Ia kemudian masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan kasar. Gavin kembali melangkahkan kakinya, ia berjalan menuju kasur, laki-laki itu membanting keras tubuh Geyra .

Geyra memejamkan matanya erat karena rasa pening yang menderanya sejak tadi. Tangan gadis itu yang hendak ia gunakan untuk memegang pelipisnya ditarik Gavin. Laki-laki itu mengikat tangannya pada tiang ranjang.

"Hiks ... s-sakit, lepas!"

Gavin dengan perlahan membuka satu persatu kancing kemeja Geyra. Setelah terbuka semua ia segera melepasnya dan melemparnya asal. Gavin kemudian ikut naik ke atas ranjang. Tubuh laki-laki itu menindih tubuh kecil Geyra.

"Aku benar-benar sudah tidak sabar sayang, untuk menikmati tubuhmu lagi."

Tangan kanan Gavin membelai wajah Geyra yang bersimbah air mata. Sedangkan tangan kirinya menahan tangan gadis itu yang tidak diikat.

"Berhari-hari aku dengan sabar menahannya,"

"A-aku gak mau ..."

"Tapi sebelum aku memulai, aku akan memberimu dua pilihan sayang,"

"G-garvin aku mohon, hiks ... j-jangan lagi,"

Jemari tangan kanan Gavin berganti mengusap pelan bibir terisak gadisnya. Laki-laki itu merasa sangat senang karena melihat Geyra yang tidak berdaya dan terus memohon kepadanya.

"Pilihan pertama, aku akan melakukannya pelan tapi dalam jangka waktu selama dua belas jam tanpa henti. Pilihan kedua, aku akan melakukannya kasar dengan jangka waktu hanya enam jam."

Senyum miring Gavin semakin melebar setelah menyelesaikan ucapannya. Ia menunggu jawaban Geyra sembari menikmati wajah ketakutan gadis itu.

"Hiks ... a-aku ..."

Infatuated With HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang