44. CINCIN UNTUK AYLIN (bonus chapter)

632 26 6
                                    

Hai mantemannn!

Maaf ya cya baru bisa up hhe🙏

Ini bonus chapter yaaa!

Jangan lupa vote dan coment🥰.

HAPPY READING

________365 DIKSI___________

"Sebelumnya anda harus menandatangani surat pernyataan dari rumah sakit terlebih dahulu, baru nanti di izinkan untuk pulang."

"Terima kasih banyak Dok."

*****

Wajah itu ...

Tunggu ...

Matanya membulat seakan ingin melompat dari tempatnya, gadis mungil yang masih duduk di kursi roda tersebut masih terperangah dengan jenazah di hadapannya.

"Ini bukan Zio."

Deg!

Apa maksud ucapan Aylin?

Mendengar kalimat itu seperti ada harapan yang kuat dalam benak lelaki yang kini hampir putus asa, Udin yang tadinya hanya berdiri di belakang sahabatnya seraya menahan tangis mulai berjalan mendekati sosok terbujur kaku.

"Ini bukan Zio 'kan Din?" tanya gadis berkaca mata itu dengan netra berbinar-binar, ia hanya ingin memastikan bahwa saat ini dirinya tidak sedang bermimpi atau halusinasi.

"Iya Ay, ini bukan Zio."

"Alhamdulillah ya Allah, Zio berarti masih hidup," syukurlah seketika dan segera menutup jenazah itu kembali, sementara Udin, pemuda itu lagi-lagi membeku.

"Aylin!"

Deg!

Suara itu ...

Aylin terkejut bukan main ketika namanya di panggil, ada rasa lega yang tidak bisa di jelaskan oleh kata-katanya karena gadis itu tahu pemilik suara lembut tersebut masih ada bersamanya, di atas tanah yang sama tentunya perasaan yang sama juga.

"Zio?" Gadis itu memutar kursi rodanya sehingga berhadapan dengan lelaki berperawakan tinggi yang baru saja tiba.

Tanpa aba-aba Zio langsung memeluk erat tubuh mungil gadis berkacamata itu, netranya yang tampak sembab tak kunjung berhenti meneteskan air, bukan lagi kesedihan tapi kebahagiaan, detak jantung yang saling berdegup kuat serta dekapan hangat lelaki itu membuatnya sangat bersyukur.

"Aku takut Zio ninggalin Aylin," lirihnya enggan melepaskan tubuhnya dari lelaki yang teramat ia cintai tersebut.

"Hey, aku di sini, kita akan terus sama-sama sayang," balasnya seraya melepaskan pelukannya, kini kedua telapak tangan itu mendarat dengan lembut di pipi chubby milik Aylin.

Entah mengapa Aylin tak bisa yakin penuh pada ucapan lelakinya, seolah ada sesuatu yang mengganjal.

"Janji?"

Zio menyerahkan jari kelingkingnya, "Janji, Zio bakal nemenin Aylin sampai sembuh."

"Ekhem!"

"Udah dong dramanya, ini rumah sakit loh!" cibir Syafudin yang sudah tidak tahan dengan kemesraan kedua sahabatnya.

"Lo tuh ga bisa apa sekali aja gak ngerusak suasana?" kesal Zio menatap sinis adiknya.

"Gak bisa!"

"Gue itu harus menjaga kalian dari perbuatan yang disukai oleh sayton."

Jemari kerdil itu meraba plaster yang tertempel di tangan Zio, tatapan sayunya menangkap sebuah perban di pelipis kepala lelaki itu.

"Zio ga apa-apa?" tanyanya lembut.

Zio tersenyum tipis membalas sepasang bola mata Aylin dengan tatapan meyakinkan.

"Aku ga apa-apa Ay, cuma lecet-lecet dikit sama ini juga udah di jahit sama dokternya," jelas Zio sembari menunjukan luka bekas jahitan di kepala bagian belakang.

"Aku punya sesuatu buat kamu," ujarnya lagi lalu merogoh saku celananya.

Aylin terdiam, kepalanya menerka-nerka apa yang akan Zio berikan untuknya.

"Tadinya ada bunganya tapi karena kecelakaan tadi aku cuma bisa selametin ini." Zio menunjukan sebuah kotak kecil bentuk hati berwarna merah.

Lelaki itu kemudian membukanya, hal pertama yang dapat Aylin lihat adalah Kilauan permata yang tersorot lampu, cincin itu begitu indah dengan ukiran bentuk bunga.

"I-in-i buat Aylin?" tanyanya masih belum percaya.

Zio mengangguk pelan.

Secepat ini? Aylin tak pernah bermimpi akan menemukan cinta sejati, bahkan ia kira Zio akan menikah dengan Shaina. Lelaki yang masih mengenakan seragam sekolah putih abu-abu itu mengambil cincin tersebut kemudian memasukkannya perlahan ke jemari lentik Aylin.

Gadis itu masih butuh waktu untuk mencerna semua ini, otaknya seperti tak berfungsi susah membedakan kenyataan atau mimpi.

"Pakai terus ya," ujarnya, dibalas Aylin dengan anggukan.

Tentu saja ada hati yang patah, hatinya seolah remuk tak berupa, ingin menjerit tapi mana bisa ia merusak kebahagiaan orang yang ia cintai, kendati dirinya hancur.

Udah ga ada lagi kesempatan buat gue, gue harus lupain perasaan gila ini.

"Jadian nih!" Keysha datang dengan suara cemprengnya.

"Nenek lampir kenapa disini?" tanya Udin basa-basi.

"Mulut lo, gue yang nolongin Abang lo anjir!"

"Santai dong mbaknya, kasian nih yang baru lamaran terganggu sama mulut rombeng lo," balad Syafudin melirik ke arah abangnya.

"Kalian berdua bisa diem gak sih?" tanya Zio kesal.

"Gak!" jawab keduanya kompak.

"Ciee bareng, kayaknya kalian cocok deh," canda Aylin lalu terkekeh geli.

"Dih amit-amit gue udah punya ayang kaleeee!" bantah Keysha lantang.

"Lo kira gue mau? Ogah! Masih banyak cewe yang ngantri pengen jadian sama gue," timpal Syafudin penuh percaya diri.

"Huekkk!" ledek Keysha tak yakin.

"Eh by the way lo sakit apa sih Ay? Kok lama banget gak sekolah."

Pertanyaan itu langsung membuka raut wajah Aylin berubah drastis, senyap tak ada sepatah kata pun dari mulut gadis itu, melihat hal tersebut Syafudin cepat-cepat menarik tangan Keysha menjauh dari sana.

"Lepasin tolol!" pekik gadis berambut
hitam lurus gradasi warna merah di bagian bawah seperti jaket itu.

"Mulut lo minta di bordir ya lama-lama," ujar Syafudin.

"Emang salah kalau gue nanya?"

"Gue cuma pengen tau Aylin sakit apa."

Udin terdiam, raut wajahnya berubah serius, "sejak kapan lo peduli sama Aylin?"

"Kan gue penasaran nyet," cetus Keysha makin tak sabar.

"Leukimia."

Leukimia?

Seketika kedua bola mata gadis yang pernah menjadi musuh bebuyutannya itu membelalak, ia tak pernah menyangka sosok yang selama ini ia benci ternyata sedang mati-matian berjuang melawan penyakit separah itu.

"Lo serius Din?"

Udin membuang pandangannya lalu berujar, "Lo kira tentang hal kayak gini gue bisa bercanda?"

"Ya ampun Din." Keysha menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.

______________🥀________________

NEXT OR STOP?

365 Diksi [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang