Lagi. Dara mengeluarkan benda tajam dari rok nya. Mengangkat tangannya dan kembali menggoreskan sayatan di tangan nya.
Setidaknya rasa sakitnya teralihkan.
Seseorang langsung muncul dan merebut cutter di tangan Dara lalu membuang ke sembarang arah. Memeriksa tangan Dara yang sudah bercucuran darah lalu mengeluarkan tisu dari dalam saku nya, dan membersihkan luka Dara.
"Gue udah atur pertemuan lo sama psikiater, lusa kita ke rumah sakit." ujar Levin menutupi luka Dara dengan plester
Dara mendengus, "Gue nggak gila."
"Emang orang ke psikiater harus gila dulu? Ya lo sekarang normal, tapi kalau gini terus bisa bisa gila. Cuma karna tuh cowok." omel Levin menurunkan tangan Dara
Levin kemudian berjalan ke belakang Dara untuk duduk di tumpukan kursi yang dibiarkan terbengkalai. Saat ini mereka ada di belakang gudang sekolah, yang tempatnya tidak sepi-sepi amat karena masih ada aktivitas siswa yang keluar masuk gedung sekolah lewat belakang gudang. Memilih nongkrong di luar, atau kabur pelajaran.
"Duduk sini," undang Levin menepuk kursi di sampingnya
Dara berjalan malas ke sana lalu duduk dan menjatuhkan kepalanya di bahu Levin. Capek rasanya.
"Harusnya putus sama Biru bisa lega. Tapi kenyataannya nya malah lain, makin sakit."
"Siapa sih yang rela berakhir sama orang yang di cinta?" tanya Levin membuat Dara terdiam
Tentu saja dia masih mencintai Biru. Wajah Biru justru semakin terbayang di kepala nya.
"Tapi kalau masih diterusin, lo yang sakit. Biru udah batu, dia tutup telinga dengan kebenaran yang ada."
Levin menerawang ke atas, "Tapi kalau lo mau, gue bakal bantu elo. Gue maksa buat jelasin semuanya ke Biru, bahkan gue juga mau lo suruh hajar dia karna udah mau boncengan sama sepupu gue, temen lo sendiri."
Dara mengangkat kepalanya lalu menggeleng, "Nggak usah, kita udah selesai."
"Sama Biru itu sakit, tapi enggak sama Biru jauh lebih sakit bagi elo." tutur Levin membuat Dara menatap Levin
Levin menoleh, balas menatap Dara. Begitu dalam tatapannya, Dara bisa merasa ketulusan itu. Lihat bagaimana cowok ini masih terus disampingnya, meskipun Dara tidak bisa membalas lagi perasaannya.
Dara terperangah, membuka mulutnya hendak bersuara, "Gue—"
Levin lebih dulu menutup mulut Dara, menciumi bibir gadis itu.
Lama mengecup bibir Dara, hingga perlahan berubah menjadi sebuah lumatan lembut. Dara terdiam, ia masih tertegun dengan semuanya. Hingga ia menutup mata, dan membalas ciuman itu.
Keduanya kehabisan napas, sehingga Levin melepaskan pangutan mereka. Ia memegang pundak Dara, membuat Dara membuka mata.
Levin kemudian berbisik, "Gue sayang sama lo, tapi rebut lo bukan lagi kemauan gue."
Levin memundurkan kepalanya, "Yang lebih layak buat elo itu Biru. Gue yakin dia versi terbaik buat elo. Tata balik hati elo, gue jamin dia cuma buat elo, rumah dia itu elo, bukan yang lain."
Dara menurunkan air matanya, terharu. Levin sungguh mengerti apa yang ia rasakan.
Cewek itu langsung memeluk Levin, "Lo pasti dapetin yang lebih baik dari gue Vin."
Levin tidak merespon, ia hanya tersenyum dan membalas pelukan Dara.
"Ayo balik, kita udah bolos pelajaran satu jam."
KAMU SEDANG MEMBACA
PLAYBOY CLASSMATE
Ficção Adolescente[UWUPHOBIA MINGGIR!] Ini kisah tentang playboy yang akhirnya percaya dengan cinta dan mencoba mendapatkan cintanya Dan ini kisah tentang gadis remaja yang mencoba kembali jatuh cinta Juga kisah remaja lainnya di Aritmatika. **** Selamat membaca, jan...