52. AKHIRNYA

23.3K 1.6K 30
                                    

Follow dan vote dulu, jangan jadi pembaca gelap 📌













Perlahan-lahan mata Aneisha terbuka, bau obat yang begitu menyengat menusuk indra penciumannya. Ruangan serba putih yang sangat asing membuat wanita itu langsung menyapu seluruh penglihatannya mencari seseorang di sana.

"Mas Reynard?" gumamnya pelan memegangi perutnya.

"Aneisha? Sayang? Kau sudah sadar nak? Ini Mama," ujar Reni yang memang sudah berada di sana saat mendapatkan kabar buruk tentang kondisi keduanya apalagi putra semata wayangnya.

"Mama? Mama! Hiks..., mas Reynard! Ma!" isak Aneisha yang mulai kembali menangis.

"Jangan menangis lagi sayang, Reynard sudah di tangani. Dengarkan Mama, bayi mu bisa dalam bahaya jika kau terus tertekan," balas Reni yang sudah mengetahui tentang kehamilan Aneisha.

"Mama sudah tahu?" tanya Aneisha.

"Iyah sayang, dokter yang memberitahu kan kepada Mama, usia kandungan mu masih 3 bulan dan itu sangat rentan dengan yang namanya keguguran," kela Reni.

"Hiks..., tapi ma..., mas Reynard bagaimana?"

"Reynard sudah di tangani, sekarang kita hanya menunggu dia sadar. Apakah kau mengerti? Jadi berhentilah menyalahkan diri sendiri," balas Reni yang mulai memeluk menantunya itu.

Sedangkan Dafin, Kevin, Gion dan Candra kini sedang bersama dengan Leon menemani Reynard yang telah di pindahkan keruang rawat inap setelah pengangkatan peluru dari dalam tubuhnya.

"Siapa yang melakukan ini?" tanya Leon yang menatap ke empat pria itu.

"Kami tidak tahu tuan, saat kami sampai tuan muda sudah tertembak dan dalang dari semua peristiwa ini adalah seorang wanita," jelas Dafin yang membuat Leon memejamkan matanya kuat. Apa lagi yang sudah di lakukan oleh Reynard anaknya.

"Apakah kalian tahu jika Aneisha sedang hamil sekarang?" tanya lagi Leon membuat ke empatnya kini saling tatap.

"Tidak!" seru ke empatnya karena saat mereka membawa Aneisha setelah pingsan mereka tidak sempat tinggal di sana saat Leon dan Reni sudah datang sehingga mereka lah yang menemani Aneisha. Sungguh sebuah kejutan besar.

"Jadi kita akan jadi paman?!" tanya Kevin dengan sangat antusias.

"Kenapa kau begitu antusias, Kevin? Kau tidak lihat jika ada orang sakit di depanmu?" balas Candra tajam.

"Yah namanya juga senang mau jadi paman," sahut Kevin.

"Sudah, sudah. Kalian pulang lah terlebih dahulu dan ganti pakaian kalian," perintah Leon melihat pakaian ke empatnya penuh dengan noda darah dari Reynard.

"Baik Ayah Leon, kalau begitu kami pamit. Kami akan kembali lagi nanti," ujar Kevin yang segera di susul oleh Gion dan Candra.

"Saya juga ikut permisi tuan," sahut Dafin yang segera mendapatkan anggukan dari Leon.

Hingga tak lama setelah ke empatnya pergi Reni datang sembari mendorong Aneisha yang berada di kursi roda.

"Hey nak," Leon yang melihat kedatangan Aneisha langsung menghampiri sang menantu yang terlihat lesu itu.

"Kenapa kau membawanya kemari?" tanya Leon pada Reni.

"Jangan salahkan Mama, Pa. Aneisha yang memaksa Mama untuk membawa Aneisha kemari," jawab Aneisha kini Leon hanya bisa menatap iba menantunya yang turut sakit melihat suaminya menderita.

"Mama, boleh Aneisha mendekat ke arah mas Reynard?" tanya Aneisha yang hendak berdiri dari kursi roda namun segera di tahan oleh Reni.

"Jangan banyak bergerak Aneisha, Mama akan mendorongmu ke sana." Kondisi yang lemah tidak memungkinkan Aneisha untuk terlalu banyak bergerak karena itulah Reni membawa menantunya itu menggunakan kursi roda.

Reni segera mendekatkan Aneisha pada ranjang Reynard. Tangisan Aneisha kembali pecah saat melihat kondisi Reynard yang harus memakai alat bantu pernapasan.

"Hiks..., lihatlah dirimu mas, kau bahkan seperti ini akibat diriku," ujar Aneisha yang menunduk menangis.

"Jangan salahkan dirimu Aneisha, ingat semua ini hanyalah musibah, kita sebagai manusia harus berserah diri dan pasrah," nasehat Reni sedangkan Leon hanya diam duduk dan memperhatikan keduanya dari jauh tak ingin rasanya ikut campur biarlah Reni yang menenangkan Aneisha.

Hingga detik terakhir Reynard mulai membuka matanya.

"Mas Reynard!" Secara refleks Aneisha langsung memegang tangan Reynard di sana saat menyadari kesadaran Reynard telah kembali.

"Egh..., sayang?" panggilnya dengan nada bergetar menoleh ke arah sampingnya melihat Aneisha yang tengah duduk.

"Reynard?!" Reni dan Leon langsung mendekat ke arah putranya itu melihat kondisi Reynard yang sudah siuman. Syukurlah.

"Dokter!" Leon bergegas memanggil dokter untuk memeriksa keadaan putranya yang baru saja siuman.

Segera dokter datang bersama dengan seorang suster dan langsung memeriksa keadaan Reynard.

"Permisi pak, saya periksa sebentar yah," ujar dokter tersebut menyadari jika Reynard bukan lah pasien VVIP biasa.

Setelah nya dokter tersebut langsung melepaskan stetoskop nya dan tersenyum ke arah mereka.

"Kondisi Pak Reynard sekarang sudah stabil, beliau mampu melewati masa kritisnya dengan baik. Kedepannya saya berkunjung 3 jam sekali untuk meninjau keadaan Pak Reynard," jelas dokter tersebut dan langsung undur diri dari sana.

"Syukurlah, dasar anak nakal! Kenapa kau pergi sendirian, hah?! Kau mau mati lagi?! Ini sudah kedua kalinya Mama melihatmu dalam kondisi tertembak dan hampir mati!" pekik Reni sudah sangat lama dia ingin memarahi Reynard.

"Aku terlalu terburu-buru Ma, tapi bisakah jangan mengomeliku sekarang?" ujar Reynard.

"Hey! Lihat anak mu Leon! Beraninya dia mengatur Mamanya!" balas Reni tak suka yang langsung mengadu pada Leon di sana.

"Sudah Reni, kondisikan dulu marah mu itu. Kau tidak lihat bagaimana kondisi putramu?" bela Leon yang langsung membuat Reni turut marah padanya.

"Ck! Sekarang kau ini membela ku apa membela putra kesayangan mu ini?" tanya Reni dengan tatapan sinis.

"Huft..., hobi sekali yah kau mengajak ku bertengkar? Ayo kita keluar, Reynard ingin istirahat dan mungkin Aneisha juga ingin berdua dengan suaminya dulu," usul Leon yang segera membawa Reni keluar dari sana.

Dan kini hanya Reynard dan Aneisha yang berada di ruangan tersebut.

"Sayang? Ada apa? Kenapa diam begini? Apakah ada yang sakit? Katakan padaku jika ada," ujar Reynard yang sedari tadi Aneisha hanya diam dan terus menggenggam tangannya.

"Hiks..., di sini Mas, hatiku sakit sekarang ini!" Tangisan pilu terdengar saat Aneisha mengangkat tangan yang dia genggam ke arah letak hatinya yang terasa berdenyut sakit melihat kondisi Reynard sekarang.

"Jangan menangis sayang, kau tahu aku lebih sakit saat melihatmu menangis seperti ini," balas Reynard yang segera menyeka air mata Aneisha.

"Kenapa mas, kenapa...," Aneisha benar-benar luput dari tangisan. Sekarang ini air mata dan kesedihan bagaikan menguasai jiwanya.

"Hey, honey? It's okey, jangan menangis lagi, lihatlah kau sampai duduk di kursi roda karena terlalu lemah," jawab Reynard.

"Bagaimana aku bisa tidak menangis melihat suamiku terbaring di ranjang rumah sakit?" tanya Aneisha.

"Okey! Tapi sekarang berhentilah yah, matamu sampai bengkak karenanya, bisa-bisa nanti kau tidak bisa melihat," balas Reynard senyuman.

Aneisha hanya bisa mengangguk pelan saat air matanya terus di seka Reynard dan tatapan teduh suaminya yang membuatnya jadi lebih baik.




LOVE, maybe? [BELUM DI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang