Dare dua puluh tiga

186 12 0
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Markas. Tempat mereka menghabiskan waktu untuk sekedar bersantai-santai di sebuah rumah usang yang bahkan sudah ditinggalkan sang pemilik yakni ketua geng mereka sendiri. Bukan tanpa alasan menyebut Gavin Arlanka itu ketua mereka, melainkan dialah alasannya terbentuknya kelompok ini lalu para siswi malah menamainya dengan sebutan Attacker hanya karena mereka pernah berlaku kejam pada seorang lelaki penghianat.

"Ngopi bro!" Tawar lelaki pemilik badan paling besar dari mereka--Zidan--seraya membawa secangkir kopi hitam dari warung yang terletak tak jauh dari markas. Para lelaki masih berseragam lengkap itu menoleh hanya tersisa empat anggota sedangkan yang lain mungkin sedang sibuk urusan wanita di luar yakni; Alan, Arlon, Aska, dan Shaka.

"Kualat Lo gue gak di beliin, neh pak dut?" Ujar Aska sedang sibuk mengotak-atik motor butut miliknya bersama Arlon dan Shaka sedangkan Alan tiduran dia malah santai di halaman markas yang di lapisi ubin keramik seraya bermain ponsel.

"Elah, malu gue bawa Lo utangnya numpuk, gue tadi ke sana aje udah di tagih anj*r. malu bos malu!" Sahut Zidan membawa kopinya mendekat pada Alan yang tengah berbaring di atas keramik.

"Bayarin kek. Temen lagi kismin lo mah, medit amat!" Cerca Alan hanya beralih sekejap dari layar ponsel menunggu loding game yang sedang dia mainkan. Zidan mengambil tempat duduk di samping lelaki maniak game online itu.

Aska menyimpan body motor yang telah dia warnai dengan Pilok lalu mendekat kepada Zidan dan ketiga kawannya yang lain. "Kawan. Gue inget kemaren si bara-bara datengin gue katanya ngajak damai kita di suruh ke markas mereka. Gue kagak percaya... Eh ... Sini bro..."

"Balas dendam si Kelvin menurut gue mah berlanjut anj*r dia terlibat sama si Vektor! Shak? Lo sama Gema pernah curiga ada penghianat 'kan? Maksud lo si kelvin?" Lanjutnya memelankan suara. Keempat temannya menatap serius Aska. Shaka mengangguk mengiyakan. Bukan tanpa sebab Aska selalu berusaha mencari tau kecurigaannya pada temannya itu.

"Ah, biasanya yak. Yang ngomong malah penghianat nya," kekeh Arlon kembali berkutat dengan motor butut itu bahkan kedua lengannya sudah kotor oleh oli-oli yang berasal dari mesin motor.

"Lon. Elu punya masalah apa sama gue! Dari kelas lo jebak gue mulu anj*r!" Balas Aska tak terima menoyor kepala temannya itu begitu juga sebaliknya membalas mengambil air dari wadah kecil kebetulan terdapat di sebelahnya.

"Anj*ng si tante Aska baperanlah!" Tawanya melirik temannya itu telah basah oleh guyuran air. Tidak salah Arlon memang jahil begitu juga Aska tak ada bedanya prinsip mereka tidak gelud tidak seru.

"Alah, damai-damai tau nya di sana mancing emosi doang males gue!" Kata Alan matanya hanya terpaku pada game.

"Gue juga sama. Kagak mau ambil resiko lo tau kehilangan si Gavin cukup buat kita-kita terpuruk!" Shaka menimpali. Siapa yang tidak merindukan Gavin? Lelaki itu begitu berkesan baik bagi mereka bahkan lelaki itulah yang selalu berusaha menyadarkan mereka tentang bahayanya musuh.

ZERLON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang