Rumah modern yang ditunjukkan Fares lebih kecil dari rumah orangtua Mela maupun rumah orangtua Fares. Rumah mewah dua lantai ini berdesain minimalis dengan bagasi berukuran sedang dan taman kecil di halaman depan. Mela turun dari mobil setelah kendaraan itu tersimpan baik di dalam halaman rumah. Fares ikut turun, menutup gerbang rumah dengan aman, lalu bergabung dengan Mela di depan pintu rumah.
Mela berdecak kagum sambil meneliti rumah Fares. Sesuatu terasa menggelitik dadanya. "Bagus banget," puji Mela. Desain rumah ini sesuai dengan rumah impiannya. "Jaraknya juga nggak jauh dari toko aku dan perusahaan kamu ya, Mas."
Fares mengangguk lalu mengerling jahil ke arahnya. "Makanya aku pilih rumah di daerah ini. Biar kalau bangun kesiangan, nggak perlu ngabisin banyak waktu di jalan."
Mela tersenyum geli saat Fares menekan kata "bangun kesiangan" dengan nada bercanda.
"Entar aku bangunin subuh-subuh deh, Mas. Biar nggak kesiangan."
"Maksudnya, kalau kita berdua kesiangan," jelas Fares.
Itu adalah percakapan paling wajar sedunia, tetapi Mela terkekeh dengan rona merah di pipi. Pikirannya melayang pada sesuatu yang pribadi.
Namun, tidak peka dengan suasana manis yang diciptakannya sendiri, Fares kini sibuk meraih kunci dari saku celana dan membuka pintu besar di hadapannya.
Mela berdeham, lalu memandang pintu yang perlahan terbuka. Bagian dalam rumah benar-benar terkesan mewah meski berdesain minimalis. Ruang tamu diisi dengan sofa elegan dan beberapa furnitur yang didominasi warna cokelat. Mereka berjalan ke ruang tengah yang besar yang sudah terisi sofa, lemari besar, dan televisi. Di salah satu sisi ruangan itu ada tangga panjang menuju lantai atas yang sama-sama terlihat elegan dari bawah.
"Maaf agak berantakan. Aku baru suruh tukang buat cek dan beresin rumah kemarin. Jadi, kayaknya mereka bakal datang besok," jelas Fares merasa bersalah, sambil mengusap tengkuknya sekilas.
Mela mengangguk, tahu kalau dari dulu Fares sudah mempersiapkan hal matang untuk masa depannya. Masalahnya, desain rumah milik Fares ini sama persis dengan desain rumah impian Mela. Tidak terlalu besar, sederhana, minimalis. Perempuan itu menatap Fares dengan dalam dan pria itu membalasnya dengan pandangan bingung.
"Nggak suka, ya?" tanya Fares ragu.
Mela menggeleng lalu tersenyum lebar. "Suka banget. Aku kayaknya bakal betah di rumah."
"Kamu bakal suka lantai dua," kata Fares percaya diri. "Sama halaman belakangnya. Tapi sebelum itu, kita harus lihat-lihat dulu lantai satu."
Mela mengangguk setuju. Mereka keliling rumah. Lantai satu terdiri dari ruang tamu, ruang tengah, dapur, dan dua kamar. Kemudian, halaman belakang yang Fares maksud ternyata indah sekali meski belum dirapikan. Ada kolam renang sedang yang menghadap ke halaman yang rapi dan indah. Ada dua tempat duduk di sana begitu pun di teras rumah bagian belakang.
"Kamu bisa santai di sini sambil bikin kerajinan tangan," saran Fares saat mereka berdiri malas-malasan di teras rumah.
Mela tersenyum senang karena terharu. "Makasih."
Kemudian, mereka beranjak ke lantai 2. Sesuai dugaan Fares, lantai 2 memang tempat kesukaan Mela karena ada ruang kosong besar dengan jendela besar dan pencahayaan cukup yang Fares bilang dapat digunakan perempuan itu sebagai ruang kerja. Kemudian, dari ruangan itu ada pintu yang mengarah ke ruang kerja Fares juga.
"Kalau bosen kerja, bisa ke tempat aku," kata Fares jahil.
Mela berengut pura-pura sebal. "Kayaknya ini pintu modus biar Mas bisa nengok ke ruang kerja aku, deh. Terus diam di sini lama banget."
Mendengar itu, Fares terkekeh. Seolah tebakan Mela memang benar. Selain ruang kerja itu, di lantai 2 ada dua kamar dan ruang tengah untuk bersantai.
"Terus, kamar aku yang mana dan kamar Mas yang mana?"
Fares terdiam. Kekehannya hilang. Pria itu memandang Mela dengan raut terkejut, kehilangan kata-kata.
"Kenapa?" tanya Mela sambil mengerjapkan mata. "Kenapa Mas kaget gitu?"
"Oh..." pria itu mencoba mencari kata-kata yang tepat, tapi pada akhirnya dia malah berkata, "Kamu bisa pilih kamar yang kamu mau."
Melihat ekspresi Fares yang gelagapan, Mela terbahak. "Iii ekspresi Mas lucu banget. Kan, cuma bercanda!"
Mendengar itu, Fares menghela napas lega. "Aku kira serius mau pisah kamar."
Namun, Mela mengernyit. "Bentar. Tapi Mas ko setuju aja mau pisah kamar?!"
"Soalnya-"
"Jahat banget! Baru nikah, masa setuju aja pisah kamar."
"Barusan kan, kamu yang-"
Mela terbahak lagi. "Ekspresi Mas lucu banget," kata Mela, lalu meraih kedua wajah Fares dengan gemas. "Aku cuma bercanda. Percaya aja."
Mela melepas wajah Fares dan duduk di sofa ruang tengah di lantai 2. "Hah, capek banget."
Fares ikut duduk di samping Mela. "Mau aku cium biar nggak capek?"
Mela terdiam lalu membeku. Dia gelagapan sendiri, lalu melotot ke arah Fares dengan ekspresi kaget.
Fares menyeringai. "Ekspresi kamu lucu banget, Mel. Kan, cuma bercanda."
Mela makin memelotot. "Ih, Mas!" pekik perempuan itu sambil memukul pelan bahu Fares. Yang dipukul malah terkekeh senang.
"Bercandanya nggak lucu, tahu!"
"Kamu juga tadi nggak lucu," balas Fares masih ketawa.
Mela mendengus.
"Maaf, ya, maaf," kata Fares, melihat Mela sedang merajuk.
"Dimaafkan," balas Mela.
"Kamu juga dimaafkan."
Mela memandang Fares, lalu bibirnya pelan-pelan mengukir senyum geli. Fares balas tersenyum dan saat pandangan mereka terasa terlalu lama, Fares berdeham dan bertanya, "Ada bagian rumah yang mau kamu ubah?"
"Kayaknya aku bakal ubah dapur biar nyaman kalau masak-masak, sama paling mau dekor ruang buat kerja. Sama bikin lift kecil biar kalau bawa bahan kerajinan tangan ke atas atau ke bawah nggak susah. Selebihnya, aku suka."
Fares mengangguk senang. "Oke."
"Nanti di sini pasang foto nikah, ya. Yang gede," kata Mela ceria sambil menunjuk dinding kosong di hadapannya.
Fares mengangguk. "Boleh."
"Apa aku juga harus mulai bawa barang-barang aku ke sini sebelum nikah ya, Mas? Biar nggak ribet nanti."
"Gimana kamu aja. Kalau nggak ribet urusin acara pernikahan, kamu boleh bawa barangnya sekarang-sekarang."
Mela mengangguk. "Rumahnya gede banget. Kalau nanti aku bawa Bi Lila ke sini buat bersih-bersih rumah, boleh?"
"Boleh."
"Bawa Meilala boleh?" Mela menyebut boneka kelinci raksasa kesayangannya.
"Boleh."
"Bawa-"
"Boleh-boleh-boleh."
Mela terkekeh lalu memukul pelan pundak Fares. "Yeay! Makasih."
***
Gimana? Gimana?...
Lanjut bab 16?
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying The Second Lead [END]
ChickLitMela menyukai Ervin sejak lama, tetapi pria itu akan menikah dengan wanita lain. Fares menyukai Mela sejak lama, tetapi wanita itu menyukai pria lain. Bagaimana jadinya jika Mela dan Fares menikah, dengan kondisi hati si wanita milik pria lain? Bisa...