20. Punya Kamu Berarti Punya Aku

1.3K 124 10
                                    

Kangen Mela Fares banyak-banyak!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kangen Mela Fares banyak-banyak!

Kalau aku lama update, boleh banget ramein komen biar aku mangats lagi nulisnya....

***

Siang itu, setelah selesai membuka kado-kado pernikahan dan membereskan barang-barang mereka, Mela dan Fares menonton film di layanan streaming film. Mereka menontonnya di ruang tengah lantai dua dengan jendela sengaja ditutupi gorden, lampu dimatikan, dan proyektor dipasang mengarah ke dinding agar suasana menonton seperti di bioskop. Tak lupa, Mela menyiapkan keripik kentang yang diberikan ibunya sebelum hari pernikahan sebagai makanan darurat kalau-kalau Mela malas memasak dan mereka butuh makanan segera. Awalnya, Mela pikir keripik kentang itu tidak diperlukan karena dia bisa berbelanja di minimarket dekat kompleks perumahan. Namun, makanan darurat itu ternyata berguna sebagai cemilan hari ini.

Fares dan Mela duduk berdampingan di sofa panjang. Mela tampak nyaman bersandar pada sandaran sofa. Kedua kaki mereka bertumpu di atas meja, tampak santai. Film yang mereka putar berkisah mengenai seorang anak nakal yang tersesat di dalam hutan dekat rumah Neneknya. Kejadian-kejadian ganjil mulai menghantui anak itu setiap dia mencoba untuk pulang ke rumah. Awalnya, film tampak biasa saja. Tidak ada kesan mencekam yang ditampilkan, malah adegan awal film terasa hangat karena memperlihatkan keluarga yang bahagia. Namun, dua puluh menit kemudian, film mulai menegangkan. Ketika adegan semakin panas, Mela mulai menyilakan kakinya di atas sofa dan salah satu tangannya meraih bantal mungil yang sepasang dengan sofa.

Melihat gerak-gerik mencurigakan Mela, Fares terkekeh pelan. "Kalau takut, sini aku peluk."

"Maunya!" omel Mela pura-pura sebal sambil mendorong bahu pria itu.

Fares tampak hendak menimpali lagi, tetapi candaan mereka terputus saat terdengar suara teriakan dari film dan perhatian kedua orang itu seketika terarah pada film. Meski Mela menolak candaan Fares barusan, ketika ada adegan mengerikan mengenai tubuh manusia yang terpotong atau sosok menakutkan yang tiba-tiba muncul, Mela bersembunyi di balik bahu Fares, membawa bantalnya menutupi muka. Si pemilik bahu senang-senang saja dijadikan sandaran, bahkan senyam-senyum sendiri padahal sedang menonton film mencekam.

Saat film selesai, Mela menghela napas berat. Napasnya tidak beraturan, matanya menatap atap ruangan yang kini sudah diterangi lampu. "Salah banget milih film tau, Mas," komentar perempuan itu.

Fares mengangkat satu alis. "Masa? Kata aku filmnya seru, kok."

"Harusnya itu, pengantin baru nontonnya film-film romantis, gitu. Biar nular romantisnya."

"Udah mending film barusan. Kamu jadi mepet-mepet mulu ke aku. Coba kalau film romantis, kamu pasti bakal malu-malu dan jadi canggung."

Iya juga, ya. Tapi Mela tidak mau kalah. Perempuan itu membantah, "Tapi-" ucapannya terhenti karena notifikasi di ponsel. Mela meraih ponselnya dan mendapati alarm yang mengingatkan:

"Siap-siap untuk pernikahan Ervin besok".

Setelah selesai membaca alarm itu, Mela memandang Fares. Pria itu memandangnya ingin tahu. "Apa?"

Mela ragu-ragu, bingung apakah harus mengatakan hal ini sekarang atau nanti. Padahal, momen barusan terasa menyenangkan dan membuat dadanya berdebar. Namun, melihat sorot ingin tahu di mata Fares, Mela merasa ini waktu yang tepat untuk buka suara. Maka, setelah menelan saliva gugup, perempuan itu berkata, "Alarm. Besok hari pernikahan Ervin."

Fares terdiam sejenak, lalu tampak mengendalikan diri. Pria itu sudah menunggu Mela mengungkit hal krusial yang membuat mereka menikah. Segera, Fares menatap Mela dengan penuh perhatian dan mengangguk. "Iya."

"Kita...mau datang, kan?" tanya Mela memastikan. "Sesuai kesepakatan kita."

Melihat gerak-gerik tidak nyaman Mela saat mengatakannya, Fares membantu perempuan itu dengan menjawab, "Tentu. Mas bakal bantu kamu."

Melihat pandangan Fares tulus, tidak menunjukkan gerak-gerik negatif, Mela mendesah lega. "Makasih. Kita berangkatnya jam 9 aja, gimana? Biasanya undangan jam 10 kan, ya? Cuma aku nggak mau telat, dan kalau bisa aku mau lihat akadnya."

"Boleh." Di luar dugaan, Fares bertanya. "Aku harus pakai baju apa biar sepasang sama kamu? Kita kan, mau meranin keluarga kecil yang bahagia."

Keluarga kecil yang bahagia. Mendengar itu, Mela tersenyum lebar. "Ayo kita ke kamar, buat cek pakaian punya Mas."

Mela berdiri dan berjalan menuju kamar mereka. Fares mengikuti perempuan itu. Sesampainya di ruangan itu, Mela membuka lemari pakaian yang baru saja dirapikan tadi lalu mengeluarkan sebuah gaun putih yang tampak cantik dengan palet-palet bunga. "Aku mau pake ini."

Satu alis Fares terangkat. "Gaun putih?"

"Ya. Kenapa?"

"Itu artinya kamu nggak bahagia untuk kedua pengantin."

Mela terdiam. "Nggak boleh?" Kemudian perempuan itu terkekeh, tetapi sorot matanya tampak serius. "Tapi aku mau pakai ini."

Fares menahan senyum. "Oke, deh."

Pria itu berjalan mendekati lemari dan mengeluarkan sebuah baju batik berwarna hitam dengan perpaduan warna putih pada corak batiknya. "Kalau gaun itu dipasangin sama ini, cocok nggak? Nanti aku pakai celana hitam."

Mela tersenyum lebar. "Cocok banget!"

"Bagus."

"Kita kayak pasangan yang sempurna pakai setelan itu," puji Mela sendiri.

Fares mengangguk. "Sempurna."

Sempurna untuk membuat Ervin menyesal telah membuang aku, pikir Mela.

Fares melirik Mela ragu-ragu. "Kamu...sedih?"

Mela menolak balas menatap Fares. "Aku janji besok nggak akan nangis."

Fares mengangguk, pura-pura percaya. "Nanti aku bawa tisu, deh."

"Kan dibilang nggak akan nangis!"

"Siapa tau, kan?"

Mela cemberut. "Bete, ah."

Fares terkekeh lalu menarik Mela keluar kamar. "Laper, makan aja yuk. Bete-betenya nanti aja,"

Mela menurut. "Mau makan apa?"

"Mi goreng?"

"Ada, dong. Aku bikinin yang spesial, deh."

"Pake cinta?"

"Belum."

Fares dan Mela terkekeh lalu mereka turun ke dapur. Sesampainya di sana, Mela meraih satu gelas bertuliskan "Mr", hadiah dari salah satu teman mereka, lalu meminum air yang ada di dalamnya.

"Itu minum aku," beritahu Fares.

Mela mengangkat bahu. "Berarti milik aku juga."

Fares terkekeh. "Iya, deh. Kamu selalu benar."

Mela tersenyum puas.

Meski situasi mengenai Ervin ditangani dengan baik, malamnya Fares tidak bisa tidur dengan nyenyak, entah karena apa.

***

Marrying The Second Lead [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang