22. Permainan Takdir

971 112 17
                                    

Hallo. Apa kabar? Akhirnya aku bisa sentuh naskah ini lagi Kangennn...
Bulan Juli lagi berat banget buat aku, nih. Semoga Juli kamu baik-baik saja, ya.
Selamat Agustusan!

Happy reading...

***

Pikiran Mela kacau. Perasaannya luluh lantak. Undangan yang ditemukannya barusan membuat setiap inci tubuhnya terasa perih dan panas. Mela berusaha sebaik mungkin mengendarai mobilnya menuju tempat yang tertulis di undangan. Namun, usahanya untuk tetap fokus ke jalanan tidak berhasil. Beberapa kali, Mela hampir menabrak pengendara lain dan keluar jalur. Yang ada di pikirannya saat ini adalah... jangan-jangan, Ervin tidak menikah hari ini. Jangan-jangan, pria itu memang tidak berniat menikah hari ini.

Kalau undangan pemberian Ervin benar, maka hari ini, di kafe tersebut, Ervin akan melamarnya dan bukan menikah dengan perempuan lain.

Tidak. Tidak. Tidak.

Ervin harus menikah dengan perempuan lain!

Kalau sampai Ervin tidak menikah, maka keputusan Mela untuk menikah dengan Fares adalah kesalahan paling besar dan tolol.

Tidak. Tidak. Tidak.

Isi undangan itu pasti salah.

Fares....Ervin... isi kepala Mela dipenuhi dua sosok pria itu.

Tidak tahan menunggu konfirmasi sesampainya di kafe, Mela segera mengeluarkan ponsel dari tas selempang kecil dan menyadari kalau tangannya gemetar. Perempuan itu mengepalkan jemari tangannya, menguatkan hati, lalu menelepon nomor Ervin.

Tidak aktif.

Sama seperti hari-hari sebelumnya, Ervin benar-benar menghilang.

Kalau isi undangan itu benar, ke mana Ervin selama ini?

Mela harus segera menemui Ervin dan memperjelas semuanya.

Dua puluh menit berikutnya, Mela sampai di tempat yang dituju. Perempuan itu memarkirkan mobilnya di halaman kafe dengan gerakan sembrono lalu berjalan memasuki tempat itu tanpa pikir panjang. Napasnya naik turun. Jantungnya berdebar tidak terkendali. Setiap saraf di tubuhnya terasa mendidih. Perempuan itu bahkan hampir menjatuhkan ponselnya karena jemarinya gemetar hebat. Saat memasuki kafe, tempat itu tampak sepi. Mela berhenti melangkah saat pandangan matanya menyadari dekorasi ruangan tersebut.

Dekorasi ruang kafe itu bertema elegan dengan beberapa rangkaian bunga mawar di beberapa titik yang tepat sehingga membuat suasana kafe terasa nyaman tapi tidak tidak berkesan norak. Kursi-kursi disejajarkan, fokus pada satu spot dibagian dengan kafe yang terdapat meja bundar berhias bunga mawar. Romantis. Sakral. Manis. Tidak ada tanda-tanda suasana pernikahan seperti yang Mela kira selama ini.

Perempuan itu berjalan mendekati spot utama ruangan, kemudian di antara bunga-bunga di atas meja, ada secarik kertas bertuliskan, "Marry me, Melapodium Daneswara!"

Deg!

Jantung Mela seakan mau pecah. Perempuan itu mundur selangkah dengan pandangan tidak percaya. Tidak. Tidak. Tidak. Perempuan itu melakukan kesalahan besar. Kesalahan yang tidak akan dimaafkan oleh siapapun, terutama oleh dirinya sendiri.

Mela memandang sekeliling, mencari keberadaan pria yang terakhir kali mengisi relung hatinya. "Ervin?" panggil perempuan itu dengan suara tercekat.

Namun, sepi.

Mela berbalik, memandang sekeliling, berbalik lagi, tetapi sosok Ervin tetap tidak ada. Sampai saat perasaan perempuan itu kacau balau pada tingkat paling rendah, suara seseorang membuat saraf-sarafnya kembali terasa terbakar.

Marrying The Second Lead [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang