Bantu tandai typo, ya ♥️
***
Sebenarnya, Mela peka kok, soal perasaan Fares. Ya gimana tidak peka kalau Fares selalu bersikap baik padanya. Hanya saja, dia berharap tidak peka. Soalnya, perempuan itu tidak yakin bagaimana harus menanggapi perasaan pria itu. Fares tidak sama seperti teman-teman kakaknya yang dengan gamblang mengatakan suka setelah modus main ke rumah. Dia memang terang-terangan menyukai Mela, dengan semua perlakuan manis yang berhasil membuat orang-orang berpikir demikian. Namun, pria itu tidak kunjung mengungkapkan perasaannya secara langsung. Akibatnya, Mela jadi merasa terlalu nyaman dan hanya menganggapnya sebatas kakak.
Kalau boleh jujur, Mela berharap Fares tidak akan mengungkapkan perasaannya sampai kapan pun juga. Supaya Mela tidak perlu menolak dan membuat hubungan mereka canggung. Iya, sih. Ini namanya jahat. Mela memang memanfaatkan kebaikan Fares. Tapi perihal perasaan itu memang rumit, kan?
Setelah menyimpan ponselnya ke dalam tas, Mela melirik Fares. Pria itu fokus mengemudi dengan ekspresi wajah serius. Sesuai kebiasaan, Fares hanya akan memulai pembicaraan ketika Mela sudah terlihat nyaman dengan situasi. Karena barusan Mela sibuk dengan ponselnya, ditambah dengan kelakuan menyebalkan Sekar dan Rima tadi yang pasti disadari Fares, pria itu lebih memilih diam.
Akhirnya, Mela membuka pembicaraan di antara mereka. "Memangnya nggak sibuk ya Mas, sampai sempat-sempatnya bantu aku? Setahu aku, Mas lagi siap-siap buat launching produk baru, kan?"
Fares meliriknya sekilas lalu mengangguk singkat. "Iya. Kami memang lagi coba bikin produk lipstik baru dengan target pasar remaja. Tapi, jam pulang kantor kan sudah lewat jauh dan beberapa hari terakhir juga saya sudah lembur terus. Jadi, nggak apa-apalah ya refreshing bentar."
Mela merasa sudut bibirnya terangkat dan perasaan jengkel pada dua sahabatnya perlahan pudar. Perkataan Fares barusan terasa sangat manis. Normalnya, membantu dan mengantar Mela bukan kegiatan refreshing jenis apa pun. Akas saja sering malas kalau Mela sudah minta dijemput. Kakaknya itu akan memberikan banyak alasan supaya Mela pulang sendiri saja.
"Kapan tanggal resmi rilisnya?" tanya Mela. Duduknya kini mulai terasa nyaman.
"Mungkin minggu depan, kalau nggak ada halangan dan semuanya siap."
"Oh." Perempuan itu angguk-angguk. Saat melihat mobil Fares berbelok ke jalur menuju toko Melapodium Craft, Mela merogoh tas selempangnya untuk mengecek keberadaan kunci toko. Keningnya mengernyit saat menyadari sesuatu. "Mas," panggilnya sambil melirik Fares. Pria itu menoleh sekilas dengan satu alis terangkat. "Aku lupa bawa kunci toko. Kunci cadangan kayaknya kebawa sama Anggun, deh," jelas Mela.
"Kalau gitu barang-barangnya disimpan ke rumah kamu aja dulu?"
Mela mengangguk dan diam-diam menghela napas berat. Padahal, dia ingin mencegah Fares datang ke rumahnya. Soalnya, Mamah dan kedua kakak laki-lakinya pasti akan bertanya:
"Kamu udah pacaran sama Fares, ya?"
Atau pertanyaan lain yang tidak jauh seperti itu. Sabar, Mela, sabar, katanya pada diri sendiri. Wajar kok keluarganya begitu. Mereka pasti tidak bisa melewatkan peluang pria ini untuk menjadi calon mantu.
Suara pesan masuk ke ponselnya membuat Mela merogoh tas dan mengeluarkan benda itu. Semoga saja bukan dari dua sahabat yang pasti berisi pesan-pesan aneh. Ternyata, itu pesan dari Bara, kakak laki-lakinya yang pertama.
Bara: Kamu pulang bareng Sekar dan Rima?
Bara itu sebelas dua belas sikapnya seperti Fares. Lebih tenang dan pendiam. Kalau Akas.... beuh! Mela saja sering kalah berdebat sama dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying The Second Lead [END]
Romanzi rosa / ChickLitMela menyukai Ervin sejak lama, tetapi pria itu akan menikah dengan wanita lain. Fares menyukai Mela sejak lama, tetapi wanita itu menyukai pria lain. Bagaimana jadinya jika Mela dan Fares menikah, dengan kondisi hati si wanita milik pria lain? Bisa...