Dalam pikirannya, mungkin juga dalam imajinya, Mela tahu jelas dan paham betul kalau dia mencintai Ervin. Namun, perkataan teman-temannya di telepon tadi benar juga. Mela harus tahu apakah dia juga mencintai Fares, sang suami yang berhak atas cintanya, atau tidak. Maka, Mela mencoba mencari tahu. Sebab, tidak ada gunanya terus meratapi hidup dan terbelenggu disatu titik yang sama. Banyak tanggung jawab yang menunggunya dan ada masa depan yang harus dibangunnya dengan bahagia. Mela menguatkan tekad mencari tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Sekar yang dapat mengindikasikan apakah Mela mencintai Fares atau tidak. Setidaknya, satu atau dua pertanyaan itu harus menemukan jawaban pasti malam ini.
Untunglah, tidak lama setelah Mela mematikan telepon dan merenung, pintu kamar terdengar diketuk. Fares muncul dengan senyum manis. "Boleh aku masuk?"
Mela mengangguk. Ini lah waktunya, pikir perempuan itu. Waktu untuk mengetahui secara pasti tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Sekar tadi. Sudah tidak ada waktu untuk ragu atau merenung ulang. Apa yang akan dihadapinya harus dihadapi.
Fares berjalan mendekati tempat tidur lalu menyerahkan mug berisi teh hangat. "Perut kamu enakan?"
"Udah. Ini apa?"
"Teh hangat kesukaan kamu."
Mela mencium aroma melati yang seketika menggoda indra penciumannya. Aroma teh hangat itu perlahan membuat pikirannya tenang dan rasa gugupnya hilang sedikit. Mela mengulurkan tangan untuk meraih mug tersebut dan tanpa sengaja tangannya bersentuhan dengan tangan Fares. Sentuhan itu membuat Mela terdiam. Pada momen paling tidak sengaja dan wajar di dunia itu, Mela menyadari sesuatu. Dia sudah sering bersentuhan secara tidak sengaja dengan Fares. Bahkan bersentuhan sengaja pun pernah, seperti di taman saat malam lamaran. Namun ini...sentuhan ini mengalurkan aliran listrik yang membuat jantungnya berdenyut beberapa kali. Sensasi ini tidak pernah disadari Mela sebelumnya. Ini sensasi khas saat dia bereaksi dengan orang yang disukainya -termasuk Ervin. Kenapa sengatan listrik itu baru muncul sekarang?
Pikirannya kembali berpusat pada kenyataan saata Fares duduk di sampingnya dan mug sudah berada di genggaman tangannya. Sengatan listrik sekelebat itu hilang dan Mela kembali dapat menguasai diri. "Makasih," kata perempuan itu lalu mencoba menyesap sedikit teh melati pemberian Fares.
Fares melirik Mela ragu-ragu. "Martabaknya berhasil bikin mood kamu baikan?"
Mela mengangguk. "Lumayan."
Terjadi keheningan di antara mereka. Mela tiba-tiba jadi gugup sendiri membayangkan akan mencoba mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Sekar. Satu pertanyaan jelas terjawab. Pegangan tangan dengan Fares membuat jantungnya berdebar. Itu artinya Mela menganggap Fares seorang pria, bukan lagi teman kakaknya. Namun, Mela butuh pembuktian lebih. Dan untuk skin skip lebih jauh, perempuan itu tidak punya ide untuk mencuri-curi momen. Rasanya akan canggung dan aneh.
Fares berganti posisi duduk jadi bersandar di sandaran kasur dan pria itu memandang ke depan, pada foto besar pernikahan mereka yang terpajang di dinding. Pandangannya menerawang, dan seketika saja Mela ingin tahu apa isi kepala Fares.
Tidak sanggup terus sama-sama diam, Mela berdeham lalu memilih untuk mencoba berbincang-bincang saja dengan Fares. "Um...Mas besok masih libur?"
Fares mengangguk. "Kamu besok mau mulai ke toko?"
Mela tidak tahu. Dia tidak memiliki rencana apa pun yang bisa dilakukan di toko. Namun, perempuan itu mendapat sebuah ide. "Rencananya gitu. Mas, mau ikut? Nanti bantu aku foto-foto produk. Kayak biasa. Aku bikin topi model baru."
Fares seketika mengangguk. "Boleh. Aku juga bakal bosen kalau sendirian di rumah."
"Oke. "
Kemudian, hening lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying The Second Lead [END]
ChickLitMela menyukai Ervin sejak lama, tetapi pria itu akan menikah dengan wanita lain. Fares menyukai Mela sejak lama, tetapi wanita itu menyukai pria lain. Bagaimana jadinya jika Mela dan Fares menikah, dengan kondisi hati si wanita milik pria lain? Bisa...