33. Kesempatan Terakhir

1.7K 121 14
                                    

Hai! Akhirnya bisa update. Niatnya minggu lalu mau update tiap hari sampai ending. Qadarullah malah sakit 🤧 Happy reading yaaa ❤️
***

Akas memandang Mela dengan prihatin. Kini, adiknya itu sedang duduk di balkon apartemen dengan segelas susu di tangan. Pandangannya jauh ke depan, memandang kepadatan bangunan kota. Sejujurnya, Akas merasa dirinya sedikit ikut campur dalam urusan adiknya sehingga hubungan mereka semakin memburuk. Pria itu tahu kalau dirinya harus bertindak. Karena kondisinya sudah seperti ini, sekalian saja ikut campur lebih jauh.

Berbeda dengan penampilan tadi pagi yang berantakan, kini Akas sudah mandi dan berpakaian rapi. Pria itu siap keluar rumah. Namun sebelum pergi, dia berjalan mendekati Mela dan berkata, "Gue cabut, ya?"

Mela meliriknya sekilas lalu mengangguk lesu.

"Nggak apa-apa gue tinggalin sendiri?"

Mela mengangguk.

"Mau gue bawain apa nggak, pas balik nanti?"

Mela menggeleng.

"Oke deh. Awas aja kalau lo mikir macam-macam terus terjun dari sini."

Mela memandang Akas dengan mata melotot. "Amit-amit. Aku masih waras."

Akas terkekeh karena senang adiknya merespons candaannya. "Bye!" Pria itu melambai kemudian berjalan meninggalkan apartemen, menaiki mobil, dan menghubungi nomor Fares. Tidak diangkat. Ah, sial, pikir pria itu. Dia mencoba menghubungi Fares lagi, tetapi tetap tidak terhubung. Akas beralih pada nomor lain. Tanpa menunggu lama, panggilan terhubung.

"Hallo? Andri?" sapa Akas begitu panggilan dijawab.

"Iya, Pak?" Andrian menyahut dari ujung sana. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Fares ada di kantor?"

"Pak Fares tidak masuk hari ini, Pak."

Akas mengernyit. Tumben, pikirnya. Fares si rajin tiba-tiba bolos kerja. "Kenapa?"

"Saya kurang tahu pasti alasannya apa. Tapi beliau membatalkan beberapa jadwal rapat."

"Terus Fares di mana sekarang?"

"Itu juga saya kurang tahu, Pak."

Akas mengernyit. "Bisa tolong cari tahu? Saya harus ketemu Fares. Penting."

"Baik, Pak."

"Oke. Ditunggu kabarnya, ya. Makasih."

Andrian menyahut dari ujung sana, kemudian panggilan terputus. Akas melajukan mobilnya menuju rumah Fares tetapi kemudian menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Seharusnya Fares tidak ada di rumahnya. Tidak mungkin seseorang kabur ke rumahnya, kan? Akas kemudian menghubungi Yura, adik Fares lewat pesan singkat. Namun dari informasi perempuan itu, Fares tidak ada di rumah Ibunya. Akas langsung berpikir di mana sekiranya Fares berada. Setelah menebak beberapa tempat, memikirkan beberapa aspek, akhirnya Akas menyerah menebak kemungkinan lokasi Fares berada. Pria itu berdecak kesal. "Elah, ini pasangan bucin bukannya komunikasi yang baik malah saling sembunyi gini. Bodo ah, gue nggak tahu Fares di mana."

Akas memutar mobilnya kembali ke apartemen. Saat turun dari mobil dan hendak menaiki lift, ada panggilan dari Andrian yang memberitahu di mana lokasi Fares. Akas mendesah. "Gue udah parkir mobil! Awas aja lo, Res." Akas mendumal sembari kembali masuk ke mobil dan menuju alamat yang diberikan Andrian. Lokasi itu adalah sebuah kafe di pinggir kota. Akas tahu tempat itu karena sering pergi kesana bersama Fares kalau sedang butuh tempat menyepi. Setibanya di sana, Akas melihat Fares sedang duduk di salah satu kursi kafe yang menghadap ke hutan dan persawahan. Sahabatnya itu sedang fokus mengetik di laptopnya.

Marrying The Second Lead [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang