Selamat Amel (22)

706 43 1
                                    

Cinta Terlarang Anak dan Suamiku 

Selamat Amel (22)


  “Ee... Mel, boleh aku berbicara lebih serius sama kamu?”


Seketika fokusku teralihkan padanya.

“Maaf jika aku terlalu dini mengatakan ini. Aku hanya ingin mengatakan kejujuran dalam hati ....”


Aku terkesiap. 


Hening beberapa saat. Wajah Brian menunjukkan kebimbangan.Tubuh atletisnya sedikit bergeser ke arahku. 


Gerak tubuhnya mengisyaratkan bahwa ia sedang ingin fokus mengatakan sesuatu.


“Seandainya kamu telah benar-benar berpisah. Bolehkah aku melamarmu?” 


Deg!


Aku beralih ke arahnya, sesaat mata kami saling bertemu. Kemudian saling menundukkan pandangan masing-masing. Ya Rabb, apa yang dikatakan Brian barusan?


“Maaf, Mel. Aku tahu ini terlalu buru-buru ....”


“Tapi entah kenapa ada dorongan dalam hati untuk harus mengatakannya sekarang.”


Ia terdiam.


“ Aku hanya menerka, seandainya kamu butuh seseorang, aku akan pasang badan. Tapi aku ingin pastikan sebelumnya bahwa aku orang yang selanjutnya paling bertanggung jawab atasmu.”


Ia menatapku. Padangannya sulit kuartikan. Antara kekhawatiran, pasrah, juga penuh harap.


“Dan jika kamu membutuhkanku hanya sebagai teman, dari sekarang aku harus lebih tau diri.”


Aku masih diam.


Maaf, Mel ....” 

Ia gugup sendiri, tangannya bergerak ke arahku dengan raut wajah  seperti ingin banyak menjelaskan, namun diurungkannya dan ia mencoba terdiam untuk menguasai emosi.


Sejujurnya aku kasihan melihatnya begitu berjuang menyampaikan isi hati juga kesungguhannya. Karena baginya, itu bukan hal yang mudah.


Aku sendiri juga sebenarnya gugup dan berusaha berhati-hati memilih kata, agar jawabanku tak menyakitinya.


“Terima kasih, Bri. Atas kejujuranmu. Dan sekarang, kita sudah bukan seperti dulu. Yang harus ada pengungkapan dan pendeklarasian untuk bisa mengetahui apa arti sebuah kebersamaan. Ya, kita sama-sama berdoa, semoga Allah kasih kemudahan.”

CINTA TERLARANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang