How About Dinner With Me?

572 35 0
                                    

Cinta Terlarang Anak dan Suamiku (Part 29)
#Seputih_Cinta_Amelia

~How About Dinner With Me? ~

[Mel, how about dinner with me, tonite?”]

Pesan dari Brian. Baru saja aku memikirkannya, dan dia mengirim pesan untukku. Selalu ada kebetulan yang terjadi antara aku dan Brian. Dari dulu, dari sejak usiaku belasan.

[Bri, apa kabar?]

[Baik. Kamu sehat? Apa ada yang harus saya lakukan untukmu?]

[Aku sehat. Nggak ada, aku baik-baik saja.]

[apakah aku masih belum boleh menemuimu?]

[Belum.] kusematkan emot senyum setelahnya.

[Manis senyumnya.]

[Sudah tahu ‘kan?]

[Iya, tapi senyum yang kali ini, di ikuti bling-bling di mata. Jadi makin manis aja ngeliatnya]

[Hmm, bisa lihat?]

[telepati kita kuat.] ia bubuhkan senyum di akhir kalimat.

[Jadi kamu bisa merasakan yang aku rasakan?]

[karena itulah aku mengontakmu, karena aku tahu kamu sedang rindu.]

Aku tergelak membacanya.

[kamu rindu?]

[sangat. So can i?]

Brian mengajakku dinner malam ini. Sementara ini sudah pukul empat sore. Aku tadi kepikiran akan menghubunginya dua tiga hari lagi.

[Mel ....]

Aku membuka lemari pakaian. Adakah baju yang pantas untukku dinner malam ini?

[Mel ....]

[Mel ... kamu marah?]

[Oke, Bri. Kita dinner]

Tiga buah emot senyum darinya.
[Terima kasih, Mel. Aku jemput malam ini.]

***

Lelaki berpostur tinggi itu mengenakan stelan atas jas semi resmi dan bawahan celana jean gelap, juga sepatu sports hitam memberi kesan casual yang elegant.

Hampir dua bulan tak bertemu tubuhnya tampak lebih proporsional dari sebelumnya. Aku seperti sedang melihat sosok Chicco Jerikho versi dewasa di hadapanku.

“Selama malam, Mel. Assalamualaikum.”

Sosok itu tersenyum. Lalu membukakan mobil untukku.

Aroma parfum Givenchy Gentleman menyentuh indera penciumanku, memberi desir tersendiri pada hati, saat aku melenggang melewatinya.

Brian menutup mobil setelah memastikan aku duduk dengan nyaman.

Music milik Isyana Sarasvati mengalun indah dengan volume sedang.

Brian tersenyum menatapku sekian detik dari balik setir.

“Ngomong-ngomong bahagia sekali aku hari ini, Mel.”

Aku menatap kaca depan, hanya membalas dengan senyum. Akupun, Bri.

“Akan kemana kita, Bri?”

Brian memutar kunci mobil, menekan tombol lock central dan menutup otomatis semua kaca.

“May i find a place for us, tonite, Mel?” ucapnya.

“Oke, Please. Looks like it would be fun, Bri.”

Brian menekan pedal gas dan mobil bergerak pelan.

Ini akan macet, karena malam minggu dan jam ba’da Isya. Tapi rupanya Brian tak pernah lupa jalanan Jakarta. Ia berhasil menemukan jalanan kampung yang tak macet, melewati
Gondangdia, Tanjung Barat, Lenteng Agung.

CINTA TERLARANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang