Aku Bukan Kakak Madumu (18)

796 51 2
                                    

~Aku Bukan Kakak Madumu~

Kulipat mukena yang baru saja melekat di tubuh. Jam pada dinding menunjuk pukul tiga dini hari, berarti satu jam sudah aku bermunajat di hadapan Allah, menguntai doa juga dzikir-dzikir panjang.

Kelegaan dan ketenangan mengiring hati saat ini. Apa lagi yang membuatku merasa bahagia selain telah berhasil mengalahkan malas dan kantuk untuk bangun dan mengharap belas kasih dan cinta-Nya kepada umatnya yang lemah ini.

Aku merebahkan diri kembali ke atas kasur. Bersyukur atas kekuatan yang Allah beri pada tiga bulan yang luar biasa ini. Dari sebuah rumah tangga yang hangat. Dan sekarang semuanya sudah berbeda.

Sudah dua minggu sejak pernikahan. Reo belum menghubungiku sama sekali. Besok adalah mediasi yang ketiga dari pengadilan agama. Setelah banyak terjeda oleh koma dan proses pernikahannya. Rasanya saat ini sudah waktunya aku meminta hak kepada Reo untuk menepati janji.

Sepertinya mustahil pihak pengadilan tak mengabulkan gugatan perceraianku. Apa yang lebih memberatkan sebuah rumah tangga untuk tetap bertahan selain perzinahan yang dilakukan oleh salah seorang pasangannya. Terlebih saksi matanya adalah penggugat, diriku sendiri.

Hanya saja Reo selama ini seperti tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan proses percereraian. Ia menggantung semuanya. Ia tak hadir pada mediasi pertama. Mediasi kedua ia melakukan pembelaan diri habis-habisan agar tim penasehat dari pengadilan mempertimbangkan alasan kuat darinya.

Ia banding, ini membuat proseses menjadi terhambat. Besar harapanku setelah aku berhasil menikahkan Reo dengan Raya, ia akan berbaik hati membantu mempercepat proses perceraian. Tapi nyatanya nihil. Reo begitu sulit kuhubungi.

[Reo, aku menagih janjimu. Pada mediasi yang ketiga, tolong kerjasamanya.]

Kukirim pesan lugas itu tanpa basa-basi. Sayangnya telah berjam-jam pesanku di abaikannya. Jika besok masih tak ada balasan, akan kuputuskan untuk mendatanginya.

Tiga hari lagi mediasi ketiga akan berlangsung. Aku sangat ingin ia meneyelesaikan mediasi ketiga sebagai mediasi terakhir untuk perceraian ini.

Sayangnya, ia tak merespon. Kutelepon berkali-kali whatsappnya. Tak diangkat. Ya Allah Reo, kenapa begini balasannya. Tak ia hargaikah semua usahaku kemarin? Kenapa tak menepati janji? Aku tak ingin hanya pasrah menunggu putusan pengadilan yang bisa saja lama karena salah satu pihak yang tidak kooperatif.

Rasanya waktu dua minggu bukan waktu yang pendek untuk mereka bulan madu sehingga tak mau diganggu. Mendatangi Reo rasanya menjadi pilihan terbaik untukku esok.

***


Tempat ini, masih sama seperti yang dulu. Sekelilingnya dipenuhi pepohonan rindang. Suasana asri masih terasa jelas hingga kini.

Di sana di bawah pohon besar itu dipasang berbagai sarana bermain anak yang di sediakan pengurus kompleks ini. Raya kecil tersenyum riang bermain perosotan dan ayunan bersama teman-teman kecilnya dulu.

Terkadang jika hari minggu tiba, aku yang menemaninya bermain ke tempat ini. Sekarang tempat ini sudah menjadi sebuah taman yang dipenuhi dengan bunga warna warni.

Jalanannya yang luas namun sepi pengendara membuat tempat ini sekarang lebih banyak di kunjungi remaja tanggung yang hobi bermain skateboard.

CINTA TERLARANG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang