05. Mertua

821 61 8
                                    

“Jika dia mengalahkanmu dalam hal dunia. Maka, kalahkan dia dalam hal akhirat.”
.
.
.
—Author—
🌺🌺🌺

“Minggu depan mamah mau ke sini.” Hunaf menoleh ke arah suaminya yang tengah menatap ke arah dirinya juga. “Kenapa natapnya gitu amat?”

“Mamah kamu seriusan mau ke sini?” Bukannya menjawab pertanyaan Yanza, Hunaf malah balik bertanya.

“Iya, kenapa respon kamu gitu banget? Mamah saya nggak makan orang kok.” Yanza sedikit terkekeh melihat raut wajah Hunaf yang seketika berubah ketika mendengar mertuanya akan datang.

“Aku tahu itu tapi ini tuh first time aku ketemu mamah kamu, gimana nggak kaget akunya. Waktu kemarin kita nikah juga mamah kamu nggak dateng, atau jangan-jangan mamah kamu nggak setuju kalau anaknya nikah sama aku, duh jadi takut ‘kan?” Wajah takut Hunaf begitu menggemaskan, kalau saja Yanza tidak takut suasananya akan menjadi canggung, mungkin ia sudah mencubit pipi perempuan itu.

“Nggak bisa ngebayangin kalau sampai mamah kamu kayak mertua di sinetron indosiar atau kayak ibu mertua dalam cerita novel yang benci sama menantunya sendiri, kok makin dibayangin makin ngeri ya?”

“Makanya nggak usah dibayangin,” ceplos Yanza.

“Tapi ini tu---”

Yanza meletakan jari telunjuknya di bibir Hunaf agar perempuan itu berhenti berbicara tentang sesuatu yang belum tentu terjadi, itu hanya akan menambah beban pikirannya saja jadinya.

“Jangan mikir yang tidak-tidak, itu tidak akan mungkin terjadi di dunia nyata dan sekalipun terjadi, saya yang akan menanganinya sendiri,” potong Yanza. Hunaf terdiam.

“Mamah mertua galak nggak ya?” tanyanya.

“Masa menantu yang galak takut sama mertua galak,” ledek Yanza.

“Akutuh nggak galak mas, cuman suaranya aja yang suka kelepasan kalau pas ngomong tapi sekarang nggak lagi kok, serius deh!” Hunaf mengangkat jarinya membentuk huruf 'V' lalu mengangguk.

“Iya, saya percaya sama kamu.” Tangan besar Yanza mengusap lembut kepala Hunaf yang tertutup jilbabnya.

“Aku baru ingat sesuatu, mas.”

Dengan cepat Yanza menatap sang istri lalu bertanya apa yang ia ingat. “Kamu ingat apa?” tanyanya.

“Kamu ternyata pengusaha sukses ya, pantes aja ayah sama bunda aku nggak nolak kamu waktu itu,” ucapnya.

“Waktu datang melamar kamu, saya tidak membahas tentang harta yang saya punya karena itu hanya titipan yang bersifat sementara, saya hanya datang dengan keseriusan dan niat yang tulus karena Allah. Orang tua kamu nerima saya karena mereka yakin kalau saya bisa membuat putri mereka untuk bahagia,” jelas Yanza.

Entah kebaikan apa yang sudah Hunaf lakukan dalam hidupnya sehingga Allah memberinya balasan seperti ini. Ini benar-benar jauh lebih baik dari yang ia harapkan untuk hidupnya, ia benar-benar tak akan bisa berhenti untuk bersyukur.

“Air mata aku netes loh mas, gara-gara kamu ini!” Hunaf terkekeh lalu mengusap ujung matanya yang berair karena terharu dengan ucapan suaminya.

Yanza ikut mengusap ujung mata Hunaf. “Ke depannya jangan pernah menangis untuk saya, karena jika itu terjadi. Saya akan merasa gagal sebagai seorang suami jika ada setetes saja air mata kamu yang jatuh.”

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang