17. Nginap

453 38 2
                                        

“Dunia ini ibarat bayangan. Kalau kau berusaha menangkapnya, ia akan lari. Tapi kalau kau membelakanginya, ia tak punya pilihan selain mengikuti mu.”
.
.
.
—Ibnu Qayyim Al Jauziyyah—
🌺🌺🌺

“Mas, besok ada kerjaan nggak?” tanya Hunaf yang tengah masak dibantu oleh sang suami. Yanza tahu kalau istrinya itu tidak terlalu ahli dalam hal memasak, jadi ia membantunya sebisa mungkin karena dirinya juga tak terlalu bisa.

“Ada, kenapa?”

“Tadinya mau ngajak nginap di sini tapi kalau kamu ada kerjaan jadinya kita pulang aja deh,” balas Hunaf.

“Kerjaan saya agak siang, nggak papa kalau mau nginap. Kita bisa pulang besok pagi, nanti saya kabarin mamah supaya nggak nungguin kita, gimana?” Hunaf mengangguk pelan.

“Makasih mas,” ucap Hunaf bahagia.

Yanza ikut tersenyum melihat sang istri tersenyum. “Apapun untuk istri saya, asalkan dia bahagia saya juga akan bahagia.” Hunaf mengangguk malu-malu.

“Mas yang terbaik deh,” ungkap Hunaf.

“Terima kasih,” balas Yanza. “Ini udah siap nih? Saya taruh langsung di meja apa gimana?” imbuh Yanza bertanya.

“Kamu taruh di meja aja mas, ini aku bentar lagi mateng kok.” Yanza beralih meletakkan mangkuk besar berisi sayur-sayuran. Ia kemudian kembali lagi untuk mengambil nasi sedangkan Hunaf masih memasak ayam.

“Bukan mau nyuruh-nyuruh kamu ya, mas. Kalau udah selesai, bisa tolong manggil anak-anak buat makan siang nggak? Sekalian manggil ibu juga, tadi dia ke depan deh kayaknya.” Hunaf dengan hati-hati meminta tolong pada suaminya, walaupun dalam hati ia merasa tak enak karena takut laki-laki itu merasa tersinggung disuruh-suruh olehnya. Apalagi laki-laki itu jauh lebih tua darinya.

“Apapun perintah istri saya, siap dilaksanakan. Tunggu sebentar ya, saya mau manggil mereka dulu.” Yanza beranjak dari sana untuk memanggil anak-anak panti untuk makan siang.

“Beruntung banget sih, dapat suami seperti dia, nggak bisa aku bayangin kalau kemarin aku nggak nerima dia, bagaimana hidup aku sekarang tanpanya,” gumam Hunaf menatap punggung Yanza yang sudah menjauh. Ia kemudian mematikan kompor lalu membawa piring berisi ayam tadi menuju meja makan.

🌺🌺🌺

“Nah, ini kamar buat kita mas. Maaf, kalau sekiranya kamar ini tidak seluas kamar kamu yang dulu,” ucap Hunaf merasa tak enak. Yanza meneliti setiap sudut ruangan tersebut, tidak terlalu buruk. Besar atau kecilnya tergantung dari diri sendiri, jika merasa nyaman kenapa harus perlu memikirkan ukuran kamarnya.

“Kamu nyaman di sini?” tanya Yanza.

“Nyaman banget, walaupun tidak seperti kamar aku di rumah tapi ini cukup bagus. Kalau aku ke sini selalu nginap, jadi kamar ini terkhusus untuk aku. Anak-anak lain nggak ibu izinin buat masuk, mereka hanya masuk ke sini kalau lagi kangen sama aku aja. Kata mereka, walaupun cuman lihat barang aku yang ada di sini, udah cukup untuk melepas rasa rindu mereka sama aku.” Hunaf asik bercerita sedangkan sang suaminya fokus memandangi wajah sang istri.

“Kalau kamu nyaman di sini, saya juga akan nyaman. Semua hal yang kamu sukai akan saya sukai juga, begitu juga sebaliknya.” Hunaf mengangguk-angguk mendengar ucapan Yanza.

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang