“Banyaknya cobaan yang datang bukan untuk menghacurkanmu tapi untuk menguji seberapa kuat kamu menghadapinya.”
.
.
.
—Author—
🌺🌺🌺“Mas, kayaknya mbak Elisa punya sesuatu deh ke kamu,” ceplos Hunaf di sela ia mengunyah sarapannya.
Sekarang mereka tengah sarapan sebelum memulai aktivitas masing-masing, sebenarnya Yanza tidak mengizinkan Hunaf kembali bekerja tapi istrinya itu tetap bersikukuh dan mengatakan kalau bisa menjaga diri sendiri dan akan berhati-hati jadinya mau tak mau Yanza harus memberi izin dengan syarat Hunaf harus mengabari dirinya setiap jam. Awalnya Hunaf ingin protes tapi demi izin suaminya ia menurut saja.
“Sesuatu? Sesuatu yang kayak gimana maksud kamu?” tanya Yanza yang tak mengerti dengan ucapan Hunaf.
“Suka sama kamu mungkin,” celetuk Hunaf pelan.
“Nggak mungkin lah, sayang.” Yanza menatap Hunaf sekilas.
“Nggak ada yang nggak mungkin mas, perempuan akan mudah jatuh cinta pada laki-laki yang membuatnya nyaman. Terutama laki-laki yang selalu ada, selalu bersamanya di setiap saat.” Yanza menghentikan makannya, menyimak ucapan sang istri.
“Berarti kamu juga gitu?” Yanza menaik turunkan alisnya sambil menatap penuh goda ke arah Hunaf.
“Kalau belum nikah sama kamu mungkin ya tapi sekarang kan udah nikah jadi nggak mungkin,” balas Hunaf santai.
“Berarti calon suami kamu yang dulu bikin nyaman makannya kamu mau nikah sama dia?”
“Sebenarnya sih nggak ya mas, aku nerima lamaran dia cuman gara-gara bosen ditanya kapan nikah mulu sama orang jadinya pas ada yang ngelamar aku terima aja padahal cuman diboongin, kalau nanti ketemu sama tuh cowok aku gebukin biar mampus.” Hunaf yang awalnya bercerita dengan santai kini jadi kesal jika mengingat calon suaminya dulu.
“Janganlah, bar-bar banget kamu. Ingat, lagi hamil. Mas nggak mau anak kita kenapa-kenapa hanya karena kamu ribut sama laki-laki itu,” ucap Yanza memperingati. Ia juga tak menyangka kalau istrinya bar-bar seperti ini.
“Kalau aku coret-coret ginjalnya dikit nggak papa ‘kan mas?”
“Astaghfirullah! Itu juga nggak boleh, pokoknya nggak boleh lakuin apapun. Awas ya kalau sampai mas tahu kamu berantem sama dia, mas marah sama kamu!” ancam Yanza.
“Dikit doang mas, sebagai tanda terima kasih aku sama dia karena udah ninggalin aku,” pinta Hunaf dengan serius.
“Nggak!”
“Aku nggak sendirian kok mas, nanti aku ngajak Denis sama Kevin juga kok biar kalau nanti ditangkep polisi dua orang itu bisa langsung dibawa terus aku bisa selamat dari polisinya.”
“Itu namanya kamu menjerumuskan sepupu kamu sendiri ke dalam neraka, sepupu macam apa kamu ini yang menyiksa sepupunya untuk menyelamatkan diri sendiri,” ucap Yanza terheran-heran dengan Hunaf.
“Itu bukannya menyiksa mas, itu namanya kayak sistem barter gitu. Dulunya mereka udah nyiksa aku dengan segala tingkahnya dan sekarang giliran aku yang nyiksa mereka, biar adil gitu maksudnya,” tutur Hunaf membuat Yanza geleng-geleng tak percaya.
“Astaghfirullah sayang! Mas kiranya kamu itu kalem kayak perempuan lain tahunya nggak.” Yanza begitu tak habis pikir dengan istrinya.
“Aku wanita bukan perempuan, lagian setiap orang itu berbeda. Nggak bisa disamakan sekalipun mereka lahir dari rahim yang sama,” sanggah Hunaf.
“Ya Allah ya Tuhanku,” gumam Yanza dengan wajah frustasi sedangkan Hunaf tersenyum tanpa dosa.
🌺🌺🌺
“Selamat pagi semuanya,” sapa Hunaf memasuki kantornya.
“Pagi bu!” balas karyawan dengan serempak. Ada senyum bahagia di antara mereka ketika melihat Hunaf kembali ke kantor setelah libur begitu lama.
“Ibu lama banget liburnya, kita itu nggak bisa apa-apa tanpa ibu,” celetuk salah satu karyawan Hunaf.
“Iya bu, rasanya begitu hampa kalau sehari tidak melihat wajah ibu Hunaf. Dunia ini terasa sunyi jika tak mendengar suaranya ibu,” timpal yang lainnya.
Hunaf hanya bisa tersenyum simpul mendengar itu. “Kalian bisa aja,” ucap Hunaf.
“Apa sih yang nggak buat ibu,” goda Juan sembari tersenyum menatap Hunaf.
“Awas matanya copot!” ancam Rissa yang baru muncul dibelakang Hunaf.
“Awas Juan sih Rissa cemburu tuh kamu natap orang lain,” celetuk Desta menggoda Rissa dan Juan.
“Dusta apaan sih!” kesal Rissa yang hampir melempar tasnya ke arah Desta.
“Nama Gue Desta Prayuda jangan seenaknya gitu loh ganti-ganti aja, itu orang tua gue selamatan tujuh hari tujuh malam pas gue lahir,” sewot Desta.
“Alah boong banget! Kelahiran loh itu bencana ngapain diselamatin, nama loh aja Dusta pasti banyak dustanya dihidup loh,” sinis Rissa.
“Heh! Rossa, jangan sembarangan kalau ngomong ya. Gue masukin ke lampu ajaib baru tahu rasa loh!”
“Nama gue Rissa bukan Rossa, jangan main ganti gitu dong. Lagian loh yang akan gue masukin ke dalam botol kecap biar main sama bango didalam sono!” Rissa sudah tersulut emosinya.
“Juan tolong cariin WO secepatnya, sepertinya mereka harus dinikahkan dalam waktu dekat supaya masalahnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” timpal Hunaf.
“Baik bu,” jawab Juan.
“Nggak usah ikut campur!” Desta dan Rossa kompak membentak Hunaf membuatnya sampai kaget sendiri.
“Eh maaf,” sesal Rissa.
“Maaf bu, saya tidak bermaksud untuk membentak ibu seperti tadi. Saya benar-benar minta maaf sama ibu,” ucap Desta menyesal.
“Gaji kalian berdua saya potong,” putus Hunaf lalu pergi begitu saja menuju ruangannya.
Rissa dan Desta saling terdiam sambil melemparkan tatapan tajamnya.
“Gara-gara loh sih,” tuduh Rissa pada Desta.
“Lah kok gue, loh juga ikut ngeberantak tadi,” balas Desta tak mau disalahkan.
“Gue nggak mau tahu, pokoknya itu salah loh, titik!” Rissa melenggang pergi untuk mengejar Hunaf.
“Cewek gitu ya, selalu cowok yang jadi sasarannya!” Wajah Desta nampak frustasi.
“Makanya jangan cari masalah sama cewek,” ejek Juan lalu tertawa.
“Diam loh!”
“Dadah! Gue mau nyari WO dulu supaya loh berdua dinikahin beneran sama ibu Hunaf!” Juan berlari menjauh untuk menghindari amukan Desta.
🌺🌺🌺
See you;))Ceritanya sudah dirubah, maaf kalau makin ke sini makin gaje;))
Nusa Tenggara Barat, 9 Agustus 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
With You [End]
General FictionDitinggalkan calon suaminya menjelang hari pernikahan: Sedih, hancur, kecewa, mati rasa❌ Dilamar, dinikahin dan diratukan oleh yang lebih baik☑️ ___ Start : 7 Mei 2022 End: 28 September 2022