“Tidak perlu menjadi sempurna karena saya mencintai kamu apa adanya.”
.
.
.
—Rayyanza Al-ghifari—
🌺🌺🌺“Mamah mau makan apa?” tanya Hunaf sopan. Kini Rania tengah berada di rumah mereka. Ia juga kaget, setelah dua hari Yanza keluar dari rumah sakit, baru pagi ini ia datang untuk menemui putranya.
“Kamu bisa masak?” tanya balik Rania sambil menatap menantunya. “Nanti saya bisa rumah sakit kayak Yanza lagi kalau makan masakan kamu,” imbuhnya. Hunaf terdiam.
“Mah,” tegur Yanza yang baru turun dari kamarnya.
“Apa? Mamah ngomong benerkan? Udahlah, biar mamah aja yang masak.” Rania beranjak menuju dapur. Meninggalkan Hunaf yang terdiam, sedangkan Yanza yang sedang menatap sang istri.
“Maafin mamah saya dia---”
“Nggak papa mas, aku ngerti. Emang nggak seharusnya kamu nikah sama aku,” potong Hunaf. Air matanya tanpa sadar mengalir, ia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Rasanya begitu sakit.
“Jangan ngomong seperti itu, saya nggak suka,” ucapnya dingin.
“Itu kenyataannya, seharusnya kamu nikah sama yang pinter masak bukan pinter nyari uang doang. Semua mertua selalu mengidamkan menantu yang pinter masak, begitu juga mamah kamu, sedangkan aku? Aku nggak bisa apa-apa bahkan masakan aku bikin kamu masuk ruma sakit, aku emang nggak berguna jadi istri.” Hunaf mengusap kasar air matanya yang terus mengalir, untuk pertama kalinya diperlakukan seperti itu, ia merasa sakit hati.
“Hey, lihat saya.” Yanza menarik dagu sang istri agar menatap ke arah dirinya. “Kamu itu sempurna di mata saya, kamu memang tidak bisa tapi kamu itu mau berusaha, mau belajar. Itu sudah lebih dari cukup bagi saya, jadi kamu berhenti berkata sesuatu yang tidak berguna seperti itu,” imbuh Yanza menyakinkan.
“Tapi mas,” sela Hunaf.
“Nggak ada tapi-tapian, kamu itu yang paling sempurna dimata saya. Nggak perlu kamu pikirkan ucapan orang lain,” imbuhnya.
“Tapi itu mamah kamu, mas.” Tangan Yanza sudah menangkup kedua pipi sang istri.
“Lah, kenapa kalau itu mamah saya. ‘Kan yang jadi suami kamu itu saya bukan mamah saya, yang seharusnya kamu pikirin itu saya bukan mamah saya?” Hunaf hanya terdiam.
“Only you?”
Yanza mengangguk. “Yes, always only me.” Yanza menarik wajah Hunaf agar mendekat ke arahnya. Saat hidung keduanya bersentuh, Hunaf reflek menutup matanya disaat deru nafas sang suami menyapu wajahnya.
“Jangan kayak gini mas, nanti mamah lihat loh.” Hunaf berusaha untuk menjauh karena keadaan jantungnya sedang tidak baik. Yanza masih menahan Hunaf agar tetap pada posisi awalnya.
“Emang kenapa kalau mamah lihat, dia juga pernah muda pasti ngertilah,” balas Yanza enteng. Hunaf dengan reflek memukul bahu suaminya karena kesal.
“Sakit sayang,” adunya. Tanpa sadar ia menyebut kata ‘sayang’. Untungnya Hunaf bisa berpura-pura biasa saja saat mendengar itu.
“Siapa suruh kayak gitu,” sinis Hunaf.
“Apa salahnya sih? Sama istri sendiri juga bukan istri orang,” timpalnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
With You [End]
Ficción GeneralDitinggalkan calon suaminya menjelang hari pernikahan: Sedih, hancur, kecewa, mati rasa❌ Dilamar, dinikahin dan diratukan oleh yang lebih baik☑️ ___ Start : 7 Mei 2022 End: 28 September 2022