23. Amnesia

487 38 26
                                    

“Sebaik apapun caramu mencintai jika tidak melibatkan Allah di dalamnya pasti akan berakhir dengan kecewa.”
.
.
.
—Author—
🌺🌺🌺

“Aaaa, mau peluk!” rengek Hunaf yang ingin sekali memeluk suaminya karena sudah sangat rindu, tiga minggu bukanlah waktu yang singkat untuknya. Tapi Yanza justru tak mau memeluk istrinya karena ia merasa kesal setelah dikerjain oleh wanita itu. Bagaimana tidak kesal, dia yang baru sadar dari komanya justru berpura-pura lupa ingatan dan membuat Yanza takut setengah mati.

“Mas sayang!”

“Nggak ada peluk-pelukan, mas marah sama kamu.” Hunaf menatap sendu punggung suaminya yang duduk membelakanginya.

“Maaf deh ya! Aku itu nggak berniat buat prank kamu, nggak tahu deh itu terlintas gitu aja dibenak aku setelah lihat muka kamu. Maafin dong mas sayang, yah?” Sebenarnya Yanza tidak serius, ia hanya sedang ingin mengerjai balik sang istri.

“Mas!”

“Mas Yanza!”

“Mas sayang!”

“Mas, ih! Kok kamu kacangin aku sih, aku nggak suka kacang loh, mas!”

Tak ada respon sedikitpun dari Yanza membuat Hunaf harus memutar otak pintarnya lebih keras lagi.

“Arhhh!! Sakit mas!!” Hunaf memegangi kepalanya sambil berteriak.

“Kepala aku sakit, mas!” Yanza tentu saja kaget, ia langsung berbalik karena khawatir dengan kondisi istrinya.

“Mana yang sakit?”

Greb!

Dengan gerakan cepat Hunaf langsung melingkari tubuh suaminya dengan tangannya agar laki-laki itu tak menolaknya lagi.

“Jangan marah lagi ya, mas!” Wajah Hunaf sudah menempel didada Yanza. Pelukannya begitu erat, sangat erat. Yanza hampir saja terhuyung ke belakang karena tak siap dengan pelukan tiba-tiba sang istri.

“Mas!” geram Hunaf karena tak mendapatkan respon dari suaminya.

“Kalau tahu mas udah nggak sayang lagi sama aku, mending nggak usah bangun aja tadi!” ceplos Hunaf. Ia langsung melepaskan pelukannya.

“Kirain sama kayak di flm kalau bangun dari koma itu disayang, dipeluk, diperhatiin ini malah di cuekin,” imbuh Hunaf menggerutu.

“Padahal cuman bercanda, hikss! Sakit banget rasanya, hiksss!” Hunaf tak tahan lagi, ia menangis karena hatinya terasa begitu sakit ketika tidak dianggap oleh sang suami.

“Hey, kok nangis sih?” Yanza hendak menangkup kedua pipi Hunaf yang basah karena air matanya.

“Nggak usah sentuh-sentuh!” Hunaf menepis tangan Yanza kasar.

“Mas minta maaf sama kamu, mas nggak marah kok. Jangan nangis lagi, mas janji nggak akan nyuekin kamu lagi, ya?” Yanza langsung menarik sang istri ke dalam pelukannya.

“Aku sakit hati tahu nggak kalau dicuekin gitu,” lirihnya sesegukan.

“Iya, sayang. Mas minta maaf ya sama kamu,” ucap Yanza tulus.

“Aku yang seharusnya minta maaf mas, maaf karena udah bentak kamu, bicara kasar sama kamu. Maaf banget ya, aku udah berdosa banget jadi istri.” Yanza mengecup lama kening istrinya, ia begitu rindu dengan posisi mereka yang seperti ini sebelum sang istri kecelakaan.

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang