18. Special girl

406 35 8
                                    

“Jika Allah sudah menciptakan manusia berpasang-pasangan, lalu apa yang membuatmu khawatir perihal jodoh.”
.
.
.
—Author—
🌺🌺🌺

“What!!” pekik Laras terkaget-kaget, ia langsung mengubah posisinya yang semula berbaring langsung terduduk.

Matanya melotot ke arah ponsel yang ia pegang ketika melihat sebuah akun seseorang di instagram miliknya yang baru ia ketahui beberapa waktu lalu.

“Jangan-jangan nih cewek yang ada diberita waktu itu sama pak Yanza lagi,” ucap Laras heboh sendiri.

Ia memperhatikan lebih detail lagi, sepertinya ia pernah melihat wanita tersebut tapi ia lupa tepatnya dimana dan lagi, wajahnya tidak terlihat jadi tak bisa ia ingat dengan pasti.

Untuk pertama kalinya setelah mengikuti akun sosial media milik Yanza, Laras melihat laki-laki itu memposting foto bersama seorang wanita. Ini sangat mencurigakan bagi Laras, terlebih kemarin ia pernah melihat berita bahwa Yanza tertangkap kamera sedang bersama seorang wanita di sebuah bandara internasional dijakarta. Laras mulai panik sendiri, pasalnya ia menyukai bosnya tersebut sejak pertama kali ia melihatnya dan pada saat itu, belum ada kabar tentang wanita yang dekat dengan Yanza jadi dia berani untuk menyukainya.

“Liat gini doang rasanya sakit banget apalagi kalau ini sampai beneran,” gumam Laras menatap nanar ponselnya.

“Laras!!” panggil seseorang yang kini tengah berdiri diambang pintu kamar Laras sambil tersenyum ke arahnya.

Laras menoleh ke arah pintu dengan wajah lesunya membuat Lidya yang berdiri diambang pintu menatap penasaran ke arah Laras. “Lo kenapa deh? Belom gajian apa gimana?” tanya Lidya bercanda.

“Gue lemes,” ucap Laras jujur. Lidya mendekati lalu duduk disamping Laras, ia menatap serius wajah temannya itu. Apa yang membuatnya merasa lemas seperti ini.

“Kenapa?” tanya Lidya. Laras tak langsung menjawab, ia mengangkat tangannya ke arah Lidya lalu menujukkan isi ponsel miliknya.

“Ini maksudnya apa?” Lidya kembali bertanya karena belum mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Laras.

Laras menghela nafas lalu kemudian mulai bercerita pada Lidya. “Ini tuh atasan yang sering gue cerita sama lo kemarin-kemarin,” cerita Laras.

“Ya terus?”

“Kemarin ada berita yang katanya kalau dia itu tertangkap kamera sedang bersama seorang wanita disebuah bandara internasional di jakarta dan sekarang dia malah post foto wanita juga di instagramnya. Gue jadi overthinking deh,” imbuhnya.

“Siapa tahu itu adeknya,” sela Lidya.

“Pak Yanza itu anak tunggal, Lid.” Lidya ngangguk-ngangguk sambil nyengir ke arah Laras. “Lupa gue!”

“Kalau gini gue jadi nggak tenang,” risau Laras.

“Mungkin sepupunya kali, Ras. Posthink aja,” ucap Lidya berusaha menenangkan Laras.

“Nggak mungkin juga, Lid. Sepupunya pak Yanza itu jauh semuanya, yang di sini itu cuman mbak Fahira dan dia itu lagi hamil, pasti nggak diizinkan kemana-mana sama suaminya,” jelas Laras.

Lidya menggaruk dagunya yang tak gatal sambil menatap Laras. “Mungkin pacar, tunangan, calon istri atau mungkin istrinya,” ceplos Lidya.

“Aaaa, jangan ngomong gitu. Kalau beneran gimana? Nggak sanggup gue dengernya,” kata Laras frustasi.

“Ya kalau bener emang mau gimana lagi, pak Yanza juga nggak mungkin suka sama lo. Sadar Laras, tipe dia itu bukan orang biasa seperti kita ini, pasti dia nyari yang sepadan dengan dirinya. Liat aja perbedaan lo sama dia, jauh banget. Ibarat langit dan bumi, pak Yanza langitnya dan lo buminya.” Kata-kata Lidya seakan mampu menampar Laras. Sekarang ia terdiam memikirkan ucapan Lidya tadi, memang benar adanya. Dia dan Yanza sangat jauh bedanya, dia hanya wanita biasa sedangkan Yanza, jauh diatas dirinya.

“Ya tetap aja gue nggak ikhlas kalau dia sama yang lain,” ucap Laras.

Lidya menepuk punggung Laras pelan. “Jangan sembarangan menaruh rasa, bisa saja pelabuhannya sudah terisi penuh oleh orang yang lebih dulu berlayar sebelum lo,” nasehat Lidya. Laras hanya bisa terdiam di tempatnya mendengar ucapan Lidya.

🌺🌺🌺

“Kamu sholat dirumah aja ya sama ibu sama yang lainnya,” ucap Yanza yang sudah bersiap dengan baju koko dan peci hitamnya.

Mendengar suara sang suami, Hunaf mengangkat pandangan ke arah pintu. Di sana sudah ada suaminya yang berdiri, tampak rapi dimata Hunaf. “Mas?”

“Saya mau sholat di masjid sama bapak dan anak-anak cowok lainnya, kalian dirumah aja sama anak-anak cewek,” ucap Yanza lagi.

Hunaf melirik jam di ponselnya, waktu disana sudah menunjukkan hampir masuk magrib, tinggal beberapa menit lagi. Pantas saja suaminya sekarang sudah bersiap.

“Iya mas, hati-hati.”

“Kok hati-hati?” tanya Yanza bingung.

“Takutnya ditengah jalan kamu rindu sama aku,” canda Hunaf yang mampu menciptakan garis lekungan dikedua sudut bibir Yanza.

“Jangankan jauh, saat saya berada di dekat kamu aja saya tetap rindu sama kamu. Kamu itu seperti gravitasi, selalu jadi pusat dari segala rindu dan perhatian saya.” Kini giliran Hunaf yang senyum-senyum sendiri.

“Udah sana, lama-lama bisa terbang aku gara-gara ucapan kamu, mas.” Yanza terkekeh melihat wajah Hunaf yang memerah karena ucapannya.

“Kalau kamu udah terbang jangan lupa sharelock, biar saya bisa nyusul kamu di atas sana.” Hunaf hanya bisa tersenyum menatap sang suami.

“Nggak mau ah, nanti kalau kamu nyusul aku nggak bisa godain pangeran di atas sana,” tolak sang istri dengan bercanda.

“Ngapain kamu nyari pangeran di atas langit kalau yang versi buminya aja sudah ada di depan kamu ini,” kata Yanza menggoda sang istri.

“Mau nyari yang lebih muda,” ceplos Hunaf.

“Saya juga masih muda,” protes Yanza. Baginya, secara tidak langsung Hunaf mengatakan kalau dia sudah tua. Dan Yanza tak terima itu.

“Muda dari hongkong, udah 29 gitu masih ngaku muda,” sindir Hunaf.

“Saya memang masih muda, apalagi sama kamu. Saya akan selalu terlihat muda,” kata Yanza lalu tertawa.

“Narsis!!”

“Biarin, hahahah.”

“Kerasukan nih orang,” gumam Hunaf.

“Kerasukan cinta kamu,” tawa Yanza. Hunaf menatap ngeri kearah laki-laki itu sekarang.

“Udah mas, katanya mau ke masjid. Pasti bapak sama yang lain nunggu kamu di depan,” ucap Hunaf yang langsung bisa menghentikan tawa Yanza.

“Astaghfirullah, lupa!!” Setelah itu, Yanza langsung ngacir keluar dari kamar untuk menghampiri yang lainnya.

“Ajaib bener suami hambamu ini ya Allah,” gumam Hunaf sambil geleng-geleng melihat kelakuan random suaminya. “Untung cinta.”

🌺🌺🌺
See you;))

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang