08. Ibu mertua

664 59 4
                                    

“Sekarang, kebahagiaanmu yang paling utama untuk saya.”
.
.
.
—Rayyanza Al-ghifari—
🌺🌺🌺

“Mas mau buah apa, biar aku potongin?” tanya Hunaf menatap satu persatu buah yang dibawakan oleh Alvin, salah satu karyawan suaminya tadi sebelum ia kembali ke kantor.

“Kamu suka buah apa?” Yanza justru bertanya balik mengenai buah apa yang disukai oleh sang istri.

“Aku sih paling sukanya buah Semangka sama Alpukat, kamu kok nanya kesukaan aku? Yang makan buah ‘kan mas?” Hunaf menatap bingung ke arah suaminya.

“Saya mau makan buah kesukaan kamu,” ungkapnya.

“Yaudah, aku potongin Semangka aja ya?” tawar Hunaf lalu dibalas anggukan oleh Yanza.

Tangan Hunaf mulai bergerak memotong buah Semangka yang hendak dimakan oleh suaminya. Saat Hunaf fokus, pandangan mata Yanza justru tak teralihkan dari wajah sang istri.

“Ini!” Ia memberikan sepotong Semangka ke arah Yanza. Namun, laki-laki itu hanya diam saja menatap semangka itu seperti tak berminat. “Kenapa? Mau disuapin juga?”

Yanza tak menjawab, Hunaf sudah mengerti. Ia mengangkat tangannya ke arah mulut sang suami. “Buka mulutnya, pesawat mau lewat!”

Yanza tak bisa untuk tidak tersenyum melihat kelakuan istrinya, ia kemudian membuka mulutnya untuk menerima suapan semangka tadi.

“Pinter banget sih suami aku!” kekeh Hunaf. Setelah memasukkan ke dalam mulut suaminya, ia juga memakan sendiri Semangka sisa gigitan sang suami tersebut.

“Kamu nggak balik ke kantor?” tanya Yanza disela mengunyah Semangka.

“Males!” sahut Hunaf asal.

“Males banget jadi bos,” ledek Yanza.

“Biarin, terserah bos dong! Emang ada yang berani lawan bos?” Hunaf tertawa diikuti oleh sang suaminya.

“Iya deh, bos mah bebas,” pasrah Yanza.

“Kamu kalau ngantuk tidur aja, mas. nanti kalau udah dzuhur aku bangunin lagi,” ucap Hunaf.

“Kalau saya tidur berarti kamu sendirian dong di sininya.” Hunaf menyengir sebelum kembali berucap.

“Siapa bilang? Aku juga mau ikut tidur dong? Ngantuk juga soalnya,” ucapnya. Yanza menoyor kepala perempuan itu karena merasa gemas dengan wajahnya.

“Sakit bestie!”

“Cup-cup! Sini saya cium biar nggak sakit lagi.” Tanpa aba-aba lagi, bibir Yanza mendarat sempurna didahi Hunaf. Mendapat perlakuan seperti itu, Hunaf merasa jantungnya kembali berdisko.

“Salting brutal bestie!” Yanza mengusap pelan kepala Hunaf. Dengan reflek, Hunaf menutup matanya ketika merasakan usapan sang suaminya.

“Terima kasih,” ucapnya tulus.

Hunaf mengangguk. “Nggak gratis loh mas! Harus ada bayarannya.”

“Apapun bayarannya, saya siap.” Hunaf nampak berpikir, apa yang harus ia minta sebagai bayaran pada suaminya. Sebenarnya ia hanya ingin bercanda, tapi jika dipikir lagi, sayang untuk disia-siakan.

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang