36. Pengorbanan

479 40 14
                                        

“Cintailah sesuatu sewajarnya karena semua yang berada di dunia ini hanyalah titipan dan kapanpun bisa diambil kembali oleh pemiliknya.”
.
.
.
—Author—
🌺🌺🌺

Kamu udah dimana mas?

“Ini mas udah mau sampai, sayang. Bertahan ya, mas akan langsung hadang kamu dari depan.” Yanza sangat khawatir dengan kondisi istri dan anaknya sekarang. Inilah alasan kenapa Yanza tak mau mengizinkan istrinya kerja tapi perempuan itu nekat. Meski sudah diwanti-wanti kalau pulang tidak boleh sendiri tapi tetap saja ia tidak dengarkan.

“Emang mas tahu caranya supaya mobil aku bisa berhenti?”

“Kamu percaya aja sama mas ya, apapun yang terjadi nanti, kamu dan anak kita harus selamat.” Yanza menarik nafas dalam-dalam, ia sebenarnya sedikit ragu tapi dia juga tidak punya cara lain lagi. Semoga ini berhasil dan Hunaf serta calon anak mereka selamat.

“Mas aku takut,” lirihnya.

“Kamu nggak usah takut, oke. Ini mas udah lihat kok mobil kamu,” ucap Yanza berusaha menenangkan sang istri walaupun dirinya yang tidak tenang sekarang.

Terus aku harus apa mas?

“Kamu tabrak aja mobil mas.” Yanza pasrah dengan apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini, asalkan istri dan anaknya baik-baik saja.

Apa! Aku nggak mau mas, kalau kamu kenapa-napa gimana? Jangan ngaco deh kamu!

“Kita nggak punya cara lain lagi, Hunaf.”

Tapi nggak harus nabrak mobil kamu, mas. Nanti kamu kenapa-napa, gimana? Aku nggak mau kamu kenapa-napa, mas. Aku nggak mau?

“Mas juga nggak mau kalian kenapa-napa? Emang kamu punya cara yang lebih baik dari ini, nggak kan?”

“Aku bisa nabrak pohon atau apalah supaya mobilnya berhenti tapi nggak harus nabrak mobil kamu juga mas, di belakang kamu itu ada jurang, kalau mobil kamu masuk kedalam jurang, gimana?” Hunaf mulai menangis jika membayangkan mobil suaminya masuk ke dalam jurang yang berada di belakang mobil laki-laki itu.

“Nggak papa, bagi mas kalian berdua lebih penting sekarang. Jaraknya sudah dekat, kamu harus nabrak tepat bagian depan mobil mas. Apapun yang terjadi nanti, kamu harus selamat dengan anak kita. Mas nggak mau tahu,” ucap Yanza serius.

Jarak mobilnya dengan Hunaf sudah sangat dekat, dalam hatinya ia selalu memanjatkan doa agar anak istrinya selamat. Itu saja yang ia inginkan sekarang, tentang dirinya, ia tidak perduli apapun yang terjadi pada dirinya nanti.

“Sekarang Hunaf,” perintah Yanza.

“Tapi mas.”

“Mas bilang tabrak ya tabrak aja, mas nggak akan kenapa-napa, oke. Kamu percaya aja sama mas,” ucapnya meyakinkan Hunaf.

“Mas....”

“Nurut ya, ini demi kamu dan anak kita. Mas nggak bisa lihat kalian kenapa-napa, ngertikan?” Yanza tidak tahu ini bisa menyelamatkan istrinya atau tidak, tapi ia berharap kalau Hunaf dan anaknya akan baik-baik saja setelah ini.

“Mas....”

“Sayang, nurut sama mas ya,” bujuk Yanza.

“Tapi mas harus janji kalau mas akan baik-baik aja.”

“Mas janji sama kamu,” balas Yanza.

Yanza menarik nafasnya dalam-dalam, mobil yang dikendarai oleh istrinya hanya berjarak beberapa meter dengan mobilnya. Saat mobil itu sudah sangat dekat, ia menutup mata karena sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi sekarang.

“Mas harus janji sama aku kalau kamu akan baik-baik aja.”

Yanza masih bisa mendengar dengan jelas suara istrinya itu.

Bruuk!!!

Suara itu tercipta karena tabrakan kedua mobil tadi, salah satu dari mobil itu menggelinding kebelakang akibat tabrakan yang begitu keras.

🌺🌺🌺

“Mas,” lirih Hunaf yang hendak keluar dari mobilnya. Darah segar bercucuran di dahinya tapi tak ia sadari sama sekali karena sekarang ia hanya khawatir dengan keadaan sang suami.

“Ya Allah mbak, sini saya bantu mbak.” Seorang wanita paruh baya yang tak sengaja lewat di sana kini membantu Hunaf keluar dari mobilnya. Keadannya sangat menghawatirkan.

“Bu, dibawah sana ada mobil suami saya. Tolong bantu saya untuk turun ke bawah sana bu,” pintanya.

Ibu tadi menatap jauh ke bawah jurang sana, memang ada sebuah mobil tapi keadannya sudah hancur bahkan sudah banyak sekali asap yang berasal dari dalam mobil, mungkin sebentar lagi akan meledak.

“Nggak bisa, mbak. Itu curam banget, kita bisa jatuh kalau turun ke bawah sana,” tolak ibu tadi.

“Saya mohon bu, tolong bantu saya untuk turun ke sana. Suami saya ada dibawah sana bu, dia butuh bantuan,” mohon Hunaf.

“Nanti biar polisi yang mengurus suami kamu, kita harus segera ke rumah sakit mbak. Mbak juga butuh pengobatan, kepala mbak itu berdarah. Benturannya pasti sangat keras,” ucap ibu itu.

“Nggak bu, saya nggak mau kerumah sakit kalau belum ketemu sama suami saya. Saya mohon bantu saya bu, saya mohon sama ibu.” Tangisnya pecah.

“Nggak mbak, ayok kita kerumah sakit dulu. Itu udah ada warga yang lain yang nyari suami kamu,” kata ibu itu.

“Nggak bu, saya nggak mau. Saya mau nunggu suami saya dul—akhh!” Hunaf menjerit setelah merasakan sakit yang teramat dibagian perutnya, dengan reflek ia mengusap permukaan perutnya yang tertutup bajunya.

“Jangan sekarang nak, bunda sangat khawatir dengan ayah kamu jangan bikin bunda tambah khawatir, sayang.”

Ibu yang membantu Hunaf berdiri tadi menatap iba kearahnya.

“Mbak, itu darah!”

“Da—raah,” lirih Hunaf menatap kebawah kakinya, celananya yang berwarna putih bersih kini sudah berubah warna karena terkena darahnya.

“Kita harus kerumah sakit sekarang nanti anak kamu kenapa-napa,” ajak wanita paruh baya itu.

“Tapi suami saya bu,” sela Hunaf.

“Ayok mbak!”

“Tapi suami sa—” Hunaf jatuh pingsan saat itu juga.

“Bu, bu. Ayok kita bawa mbak ini kerumah sakit, dia lagi hamil. Saya takut anaknya kenapa-napa.” Ibu yang memangku Hunaf itu meminta tolong pada ibu-ibu lainnya.

“Ayok bu, kami bantu.”

🌺🌺🌺
Bersambung

Maaf kalau gaje😌

Partnya agak pendek😎

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang