34. Madu

550 37 8
                                    

“Wanita baik tidak akan merebut milik orang lain. Laki-laki baik tidak akan tergoda oleh wanita lain.”
.
.
.
—With You—
🌺🌺🌺

“Kamu mau pesen apa?” tanya Yanza pada Hunaf yang sedari tadi sibuk memainkan jari tangannya. Hunaf menoleh ke arah sang suami setelah mendengar laki-laki itu bertanya.

“Samain aja sama kamu, mas.” Hunaf kembali sibuk dengan jari-jari Yanza yang ia mainkan tadi, bahkan tangan kanan laki-laki itu ia bolak-balikkan berulang kali, entah apa tujuannya tapi bagi Yanza, apapun itu ia tidak masalah, selama itu istrinya dia tidak melarang.

“Aku juga samain aja sama kalian,” timpal Elisa, perempuan itu satu meja dengan Yanza dan Hunaf. Kasihan juga kalau disuruh duduk sendiri, akhirnya bertiga walaupun dia jadi nyamuk, haha.

“Yang ini tiga ya mbak,” ucap Yanza pada pelayan yang sudah berada di samping meja mereka sejak tadi.

“Baik, kalau minumnya?”

“Kamu mau minum apa?” Yanza bertanya pada sang istri.

“Aku terserah kamu aja, mas.” Jawaban andalan cewek, selalu terserah. Semoga saja Yanza tidak salah memesan minuman agar tidak disemprot oleh ibu hamil itu.

“Kamu juga samain atau nggak?” tanya Yanza pada Elisa yang diam saja seperti patung melihat kearahnya.

“Samain aja biar nggak ribet,” sahut Elisa tersenyum tipis.

“Oke mbak, minumannya yang ini disamain aja tiga ya.” Pelayan tadi mengangguk, setelahnya ia pergi dari sana untuk menyiapkan pesanan.

“Mas mau ke toilet bentar ya, kebelet.” Hunaf mengangguk seraya melepaskan tangan kanan Yanza yang sedari tadi ia mainkan. Laki-laki itu lalu berjalan menuju toilet, kini sisa Hunaf dan Elisa.

“Hunaf,” panggil Elisa.

“Iya, mbak. Ada apa?” tanya Hunaf tanpa menatap perempuan yang seumuran dengan suaminya itu.

“Kamu butuh madu nggak?” Sontak Hunaf langsung menatap aneh ke arah Elisa setelah mendengar ucapan perempuan itu. Apa maksudnya madu?

“Nggak mbak, perlakuan suami aku udah manis jadi nggak butuh madu,” balas Hunaf sambil tersenyum sinis.

“Kalau semisalnya ada yang suka sama suami kamu, tanggapan kamu gimana?” Hunaf merasa ada yang berbeda ketika Elisa bertanya seperti itu padanya.

“Ya tanggapan aku biasa aja sih, mbak. Menyukai seseorang itu adalah hal yang wajar tapi ingat juga, orang yang disukai itu suami orang atau bukan. Kalau bukan langsung gas aja tapi kalau suami orang, sebaiknya jangan deh. Bukan jangan sih, lebih ke nggak boleh dan jangan sampai. Masa iya dari banyaknya laki-laki didunia ini, mbak harus suka sama suami orang, kayak nggak ada orang lain aja.” Sengaja Hunaf menyindir, semoga saja yang dituju bisa faham.

“Kok jadi mbak?” Elisa bingung dengan ucapan Hunaf yang seolah menjadikan dirinya tujuan ucapannya.

“Itu perumpamaan mbak, bukan mbak kok. Mbak jadikan pelajaran juga boleh, jangan sampai mbak suka sama suami orang. Kalau misalnya orang yang mbak suka udah jadi suami orang, mending buang jauh-jauh aja rasa itu mbak. Kelak rasa itu akan membuat mbak repot sendiri,” jelas Hunaf.

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang