06. Pindahan

755 55 6
                                    

“Genggamlah tanganku dan berjanjilah untuk tetap disampingku seumur hidupmu.”
.
.
.
—Hunafah Zalika—
🌺🌺🌺

Hari ini merupakan hari dimana Hunaf akan pindah dari rumah orang tuanya dan ikut bersama suaminya. Sedari pagi ia sibuk membereskan pakaian yang akan ia bawa ke rumah barunya. Bahkan, di sini juga ada Denis dan juga Kevin yang datang. Karena mendengar Hunaf akan pindah, mereka berdua datang untuk mengucapkan selamat tinggal, padahal hanya pindah rumah bukan pindah negara apalagi pindah alam.

“Lo alay banget deh, gue cuman pindah rumah bukan pindah negara apalagi pindah alam,” ketus Hunaf.

“Tapi tetep aja, gue nggak akan bisa minta jajan lagi sama lo kalau pindah jauh,” celetuk Denis.

“Lo minta ditampol!” sinis Kevin. “ Tau tuh sih, Denis. Pas denger lo mau pindah, tidur dia udah kagak tenang. Kayak suami yang ditinggalkan sama istrinya aja dia!”

“Lo itu nggak tau rasanya kehilangan itu seperti apa?” tanya Denis dengan wajah dramatis sehingga membuat Kevin ingin sekali memukulnya.

“Palingan juga lo kehilangan ATM berjalan bukan sedih karena kehilangan Hunaf, ngaku aja!” sergah Kevin.

Denis nyengir lebar. “Tau aja lo!”

“Muka lo gampang ketebak,” katanya penuh ejekan.

“Nggak asik lo!”

Hunaf yang melihat ini hanya bisa memutar bola matanya malas. Sungguh, dirinya benar-benar merasa sangat lelah jika harus berada ditengah kedua laki-laki itu. Semoga saja Allah masih memberinya kesabaran untuk kedepannya.

“Untungnya suami gue nggak kayak lo berdua,” gumam Hunaf.

“Ngomong-ngomong tentang suami lo, dimana dia sekarang. Masa istrinya beres-beres dia nggak ada, suami macam apa dia,” ucap Denis.

“Jangan sembarangan lo kalau ngomongin suami gue, kalau dia dengar lo bisa digantung,” ancam Hunaf. “Lagian dia juga malas ketemu sama lo, mulut lemes kek cewek!”

“Berarti lo tiap malam digantung ya?” goda Denis sambil mengedipkan mata ke arah Hunaf.

Hunaf yang berada di samping kasur mengambil bantal lalu melemparkan ke arah Denis. Untung saja Denis bisa menghindar tapi tidak dengan orang yang dibelakang Denis yang baru muncul.

“Astaghfirullah!” kaget Hunaf setelah melihat siapa yang terkena bantal yang dilempar olehnya.

“Gue takut, Vin. Mending kita pergi aja yuk!” ajaknya yang tanpa aba-aba lagi langsung ngacir keluar.

“Tungguin gue, Denis!” Kevin ikut nyusul Denis yang sudah lebih dulu keluar dari kamar Hunaf.

Tinggal lah Hunaf sendiri yang menatap ke arah pintu dengan wajah takutnya. Entah apa yang akan terjadi padanya setelah ini, semoga dirinya akan tetap baik-baik saja.

“Maaf, nggak sengaja kena kamu,” ucapnya sesal. Kepala Hunaf reflek menunduk, ia takut jika harus beradu tatapan dengan suaminya. Bagaimana jika laki-laki itu marah, ini salahnya.

“Nggak papa, lain kali jangan kayak gitu lagi. Mereka sepupu kamu loh, masa iya tega gitu sama sepupunya,” pungkas Yanza. Hunaf kembali menatap ke arah suaminya, ia bahkan sampai terkejut ketika laki-laki itu sudah berada di hadapannya.

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang