19. Kecelakaan

458 42 4
                                    

“Bukan tentang jarak, bukan pula tentang keyakinan, apalagi perasaan. Jika takdir tak mengizinkan untuk bersama, kita bisa apa.”
.
.
.
—Author—
🌺🌺🌺

“Saya mau tanya sesuatu sama bapak? Tolong bapak jawab dengan jujur dan jangan sembunyikan apapun pada saya pak,” ucap Laras yang menghadang Yanza yang ingin keluar dari ruangannya.

Melihat Laras yang tiba-tiba muncul di hadapannya membuat Yanza jadi kaget dan dengan reflek ia mundur ke belakang sedikit. “Apa yang ingin kamu tanyakan, cepat. Saya ada urusan di luar setelah ini?”

“Begini pak, emm....” Laras menjadi gugup seketika, mulutnya terasa lengket tak bisa terbuka padahal pertanyaannya sudah berada diujung lidah.

“Jika tidak penting tidak usah bertanya, saya harus pergi.” Yanza yang hendak pergi kembali ditahan oleh Laras membuat Yanza merasa kesal.

“Apalagi Laras?” tanya Yanza menahan kekesalannya.

“Anu pak, itu....”

“Kalau ngomong itu yang jelas, Laras. Saya tida bisa mengerti dengan ucapan kurang jelas kamu itu,” kata Yanza. Ia melirik arloji yang melingkar ditangannya, sudah lewat dari waktu yang dijanjikan olehnya pada seseorang yang sedang menunggunya sekarang.

“Kemarin saya lihat diberita bapak tertangkap kamera sedang bersama seorang wanita disebuah bandara di jakarta, kalau boleh tahu itu benar apa nggak ya pak?” Laras menghela nafas ketika sudah berhasil bertanya pada Yanza. Sekarang ia tinggal menunggu jawabannya.

“Jadi tujuan kamu nahan saya cuman mau bertanya tentang itu saja?” Laras mengangguk sambil menunduk.

“Kita ini dikantor, Laras. Yang dibahas hanya perkerjaan saja, saya mempekerjakan kamu bukan untuk mengurusi kehidupan pribadi saya, benar atau tidaknya berita itu tidak ada hubungannya sama kamu. Kamu tidak perlu mengurus hidup saya, saya bisa mengurus hidup saya sendiri tanpa bantuan kamu.” Yanza langsung pergi begitu saja, jawabannya tidak membuat hati Laras tenang. Justru, jawaban itu semakin membuatnya terguncang.

“Kenapa rasanya sakit sekali,” gumam Laras menatap kepergian Yanza.

🌺🌺🌺

“Lewat 1 jam 18 menit!” Hunaf bersedekap dada menatap sang suami yang baru muncul di hadapannya.

“Maaf saya terlambat,” sesal Yanza. “Yang lain mana? Kok sepi?” Yanza mengalihkan pandangan ke arah lainnya, ia tak menemukan siapapun.

Tadi pagi Hunaf mengatakan akan datang bersama anak-anak panti untuk makan siang bersama suaminya, tapi yang Yanza lihat sekarang tak ada siapapun selain Hunaf sendiri. Apakah yang lainnya belum datang, tapi itu tak mungkin karena janjinya jam satu dan sekarang sudah jam dua lewat beberapa menit.

“Yang lain mana Naf? Belum datang?” tanya Yanza dengan santai duduk di depan sang istri. Ia belum sadar akan perubahan raut wajah istrinya.

“Udah pulang!” ketus Hunaf.

“Kok pulang? Katanya mau makan siang bareng?” tanya Yanza bingung. Ia menatap wajah sang istri yang sudah terlihat kesal.

“Makan aja sendiri, aku mau pulang. Aku malas makan sama orang yang nggak bisa nepatin janjinya sendiri!” Hunaf meraih ponselnya yang berada diatas meja lalu pergi begitu saja dari sana tanpa menunggu Yanza.

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang