33. Ulat bulu

347 33 2
                                    

“Jangan sibuk memikirkan masa depan yang belum pasti karena yang lebih pasti dari masa depan itu adalah kematian.”
.
.
.
—Author—
🌺🌺🌺

“Hai Rayyan!” Elisa berjalan masuk ke dalam ruangan kerja Yanza sambil melemparkan senyum manisnya.

“Kamu ngapain di sini?” Suara Yanza terkesan dingin dan cuek membuat Elisa tersenyum kecut. Namun, saat Yanza menoleh ke arahnya dengan cepat ia mengubah senyumnya menjadi manis. Kek pare.

“Aku ke sini mau ngajak kamu makan siang, mau nggak?” Yanza melirik jam di ponselnya, memang sudah waktu makan siang sekarang. Ia jadi teringat istrinya, tadi perempuan itu mengajak makan bersama.

“Nggak bisa, tadi Hunaf udah ngabarin kalau mau makan siang bareng. Kamu makan sendiri aja ya,” tolak Yanza membuat raut wajah Elisa berubah sendu.

“Gitu ya. Hmm, aku boleh gabung sama kalian nggak? Nggak seru kalau makan sendirian, kalau kamu ngijinin sih, kalau nggak juga nggak papa.”

“Aku tanya Hunaf dulu,” ucap Yanza lalu menghubungi istrinya untuk bertanya apakah Elisa boleh ikut atau tidak bersama mereka.

“Boleh deh,” sahut Elisa.

Setelah beberapa menit, Yanza memutuskan sambungan telepon dengan Hunaf lalu berdiri dari kursinya. Elisa merasa deg-degan, sangat memalukan jika Hunaf tak mengizinkan dia ikut sedangkan dia sudah datang ke sini untuk bertemu Yanza.

“Apa katanya?”

“Boleh, kamu bawa mobil sendiri ‘kan? Aku harus jemput Hunaf dulu ke kantor dia,” jelas Yanza.

“Emang Hunaf kerja dimana?” tanya Elisa penasaran, ia kira Hunaf hanya diam dirumah saja tidak tahunya dia bekerja juga.

“Di sini!” Yanza menunjukkan sebuah gambar dilayar ponselnya. Melihat itu, mata Elisa membulat tapi segera ia rubah seperti biasa.

“Dari yang aku tahu, CEO perusahaan itu cewek loh? Emang Hunaf kerja di bagian apanya?”

“Dia CEO-nya!”

Elisa hanya bisa melongo mendengar ucapan Yanza. Ini benar-benar diluar dugaannya, ia awalnya meremehkan Hunaf dan ternyata Hunaf bukan orang sembarangan.

“Yaudah kita berangkat kalau gitu, takutnya Hunaf nunggu kamu lama,” ajak Elisa mengalihkan pembicaraan.

“Kamu mau ngikutin dari belakang atau langsung ke restorannya aja?” tanya Yanza seraya berjalan keluar terlebih dahulu.

“Ngikut aja deh, aku juga mau lihat tempat kerja Hunaf secara langsung,” balas Elisa dan hanya diangguki oleh Yanza yang berjalan di depan.

Setelah keduanya keluar dari lobby, ada banyak bisikan-bisikan dari para karyawan. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama atasan mereka didatangi oleh wanita, ini sangat membingungkan karena soal perempuan yang waktu itu saja belum ada kejelasannya lalu sekarang apa lagi?

“Gue jadi penasaran deh, sebenarnya siapa sih yang menjadi pasangan pak Yanza? Yang heboh kemarin belum sempat dikonfirmasi dan sekarang udah ada yang lain lagi?”

“Gue juga sih, tapi kayaknya yang kemarin deh yang benernya. Kalau yang ini cuman temen biasa, lihat aja pak Yanza kek nggak peduli gitu sama dia. Dari mereka keluar dari ruang kerjanya aja, pak Yanza cuman fokus lihat layar ponsel bukan fokus sama cewek yang dibelakang itu,” celetuk lainnya.

With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang