Bab 6 : The Alibi

45 14 13
                                    

[Edited]

BAB 6
[The Alibi]

"Awan?" tebak Langit.

Tubuh Awan resmi menghadap ke arahnya. Di bibirnya, terdapat banyak sekali darah. Sementara matanya merah nyalang.

Langit terhenyak. Ia tak bisa berkata apa pun. Ia abstain!

"Ngit." Suara Awan bergetar hebat. Sementara kedua bola mata yang menyala merah tampak nanar.

"Ngit, tolong...."

Langit masih pada tempatnya. Terhenyak tanpa sama sekali bisa berbuat apa-apa. Seolah-olah tubuhnya dipaku oleh sesuatu yang imajiner.

Wajah Langit berlumur darah. Ada taring yang mencuat di antara bibir laki-laki itu. Sementara Langit tidak tahu harus membalas permintaan Awan dengan apa!

"Langit. Gue... bunuh orang, Ngit." Itu ucap suara Awan yang terdengar ketakutan.

Apa yang terjadi dengan Awan? Pertanyaan itu memenuhi kepala Langit saat ini juga. Bayangan tentang ucapan Awan kemarin mendadak menyeruak di kepalanya.

Tentang bagaimana Awan mencoba sekeras mungkin meyakinkan Langit perihal pertemuan sahabatnya itu dengan sosok drakula. Lalu-lalu... apa?

"Gue terus haus," Awan melangkah maju. Sedangkan Langit refleks termundur. "Bau darah, buat gue haus..."

"Aw," ujar Langit untuk kali pertama. Laki-laki itu mundur secara konstan seiring langkah Awan yang terus mendekat kepadanya. Ia rentangkan tangannya ke udara, agar Awan tetap di sana. Tidak melewati batas aman miliknya.

Tapi nihil. Sahabat karibnya itu terus melangkah maju dengan wajah pilu.

"Ngit."

"Iya, Aw. Gue paham," ujar Langit cepat.

Punggungnya telak menyentuh pintu.

"Langiiiiit! Temenin gue ke cafetaria lagi bentar aja, Ngit!" teriak LJ dari luar sana.

Bruk. Klik. Langit dorong pintu yang sedikit renggang itu hingga tertutup lalu menguncinya.

"Pergi sendiri dulu, J!" balas Langit setengah berteriak. Tak lepas pandangannya dari Awan yang berdiri dengan jarak dua meter di depannya.

"Aelah, Langit! Kok dikunci bangke!"

"A-anu!" Langit gelagapan. "Gue sembelit, J!!"

"Langit @njing!"

Dan setelahnya, tidak terdengar lagi suara LJ dari luar sana.

"Awan, why? Why bisa jadi gini!" seru Langit dengan suara tertahan.

Awan menggeleng pasrah.

Laki-laki itu persis drakula sekarang. Wajah pucat, akh. Langit sulit menjelaskannya.

Dengan langkah tak pasti, laki-laki itu pun melangkah dengan tubuh melipir ke dinding, tetap menjaga jarak dengan Awan.

Ia hampiri gadis yang tergeletak tidak berdaya di sana lalu berjongkok di depannya sambil mengulurkan tangan hanya untuk sekadar mengecek nadi di leher gadis itu.

"Sial." Tidak berdenyut. Yang artinya gadis itu sudah mati.

Langit frustrasi di tempat. Ia pun berbalik ke belakang.

"Awan." Ia tercekat, kehabisan kata-kata. "Awan, oke. Cerita, kronologinya. Maksud gue. AKH!" kesal laki-laki itu. "Semalam, lo mau tunjukkan gue sesuatu. Apa itu?"

BluebonnetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang