[Edited]
BAB 18
[The Castle and the Princess]Dan barulah Awan berteriak saat itu juga, saat wajahnya terseret di tanah dengan kasar. Laki-laki itu berusaha melepaskan diri, namun tenaganya yang tidak seberapa--jika dibandingkan dengan makhluk mitologi itu--jelas saja membuat Awan tidak dengan mudah melakukannya.
Ia genggam tangan yang menarik kerah dalaman kaos putih yang ia kenakan itu sembari mengerang. Ia cengkeram tangan itu kuat-kuat hingga cengkeraman itu membuat kukunya dapat menembus daging sang drakula, membuat wanita itu lantas berteriak, “AAARRGHH!” lalu dengan segera melempar Awan ke sembarang arah.
Awan jatuh telungkup di tanah.
“Aaarrgh!”
Laki-laki itu berbalik, telentang lalu duduk dan lantas mendapati kalau tulang kakinya terlihat sedikit aneh.
Awan genggam paha kirinya. Ia meraung, “SHIT, LANGIT!!!”
Umpatan itu meluncur bersama dengan darah yang terus merembes keluar dari lututnya. Kakinya patah!!!
Awan usap air mata yang tiba-tiba jatuh ke pipi dengan segera.
Kedua drakula itu berpaling ke arahnya. Lenyap sudah kesakitan dari sang wanita usai kuku Awan menembus dagingnya yang sudah kembali utuh seperti semula tersebut--seolah tidak pernah ada luka di sana.
“Aaah.” Awan ingin menangis jingkar sekarang. Tapi timingnya tidak pas.
Alhasil, dengan segenap tenaga yang masih tersisa--hanya demi sebuah ponsel yang cicilannya masih tersisa sembilan lagi--Awan bangkit. Memaksa kaki kirinya yang sudah kehilangan fungsi untuk berjalan saat ini, dan melangkah dengan air mata yang bercucuran.
Katakanlah ia cengeng. Ini kali kedua Awan mengalami patah tulang. Terakhir kali enam bulan yang lalu, saat ia masih menjadi seorang pemula. Percayalah, patah tulang adalah kecelakaan yang amat sangat Awan hindari.
Tapi rupanya, seperti kata pepatah: malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, dan itu semua terjadi dalam detik yang tidak terduga. Seperti sekarang!
“Mau ke mana kau, keparat?” ujar sang wanita.
Awan melangkah mundur dengan payah, bersama kaki payahnya. Wajahnya basah, kotor bercampur berbagai macam elemen yang semakin membuatnya tampak menyedihkan. Darah, air mata, tanah.
Dalam detik itu juga, Awan bergegas berbalik, berlari dengan kaki pincangnya yang dipaksakan. Ia harus berjuang dengan kaki kanannya!
Percuma ia mendaftar sebagai seorang relawan kalau ia masih sama: menjadi seorang pengecut. Awan, ayo Awan!
Awan menyemangati dirinya sendiri dengan sangat-sangat payah. Ia ingin menjerit, tapi nanti terlihat seperti perempuan. Dan Awan pun hanya berlari dan berlari.
“Jangan lari!” seru sang laki-laki drakula itu, berjalan santai mengikuti Awan di depan sana. Juga si wanita.
Darah Awan mengucur semakin deras. Berceceran di atas permukaan tanah.
Lama kelamaan, bau itu sampai pada hidung kedua drakula itu. Dan reaksi keduanya tentu saja: antusias.
“Harum sekali.”
Sreeek… sreek… ssssh…
Awan usap air matanya sembari berlari dengan rasa sakit. Dan ia resmi seperti perempuan sekarang. Kakinya mati rasa, tapi rasa sakit itu masih senantiasa menghujamnya.
Bau darah Awan menguar. Rupanya tetesan-tetesan darah itu mengundang para drakula lain untuk mendekat. Dan benar saja, mereka bermunculan dengan cepat dari berbagai tempat persembunyian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bluebonnets
Mystery / Thriller[Mystery/Thriller-Horor x Disaster-Minor Romance] [FIRST SEASON 1/10] : THE FLOWER Ada dua dunia yang dipisahkan oleh miliaran bintang di luar sana. Seperti cermin dua arah, percayalah kami hidup berdampingan dengan mereka dalam bayang-bayang samar...