Bab 26 : Hug Your Own Pole

31 2 0
                                    

[Edited]

BAB 26
[Hug Your Own Pole]

AWAN

Pukul 10.20 AM.

Police line terbentang di sepanjang area parkiran mengelilingi mayat Hari yang ditutupi kain putih. Dengan begitu, darah masih mampu merembes dan menembus ke permukaan kain.

Kini aku berada di ruang ganti. Berdiri di depan wastafel dengan hanya mengenakan dalaman abu-abu.

Ingatanku masih senantiasa mengelana ke figur wajah cewek yang berdiri di atas rooftop tadi. Itu manusia, atau mungkin sebangsa vampir?

Kuputuskan untuk membasuh wajahku di air yang mengalir melalui keran. Membasuh wajahku sebersih-bersihnya.

Hari sudah tiada. Maksudku, bukannya aku malah bersyukur karena saksi mata satu-satunya sudah lenyap. Tidak. Aku hanya sedikit lega. Tapi pertanyaanku sekarang, siapa cewek itu? Apakah dia yang telah membunuh Hari?

***

Sama seperti sebelumnya, tidak butuh waktu lama untuk berita kematian Hari menyebar ke seluruh lingkungan kerja. Bisik-bisik itu masih terdengar, menduga-duga siapa pelakunya. Dan yeah, tentu tidak akan lepas dari pengaitan dari masalah kematian Prita.

“Kemaren dari divisi perawat, sekarang rescuer. Hiiy. Pasti pembunuhnya sama tuh. Jangan jauh-jauh deh, pelakunya pasti dari kita-kita ini.”

Dua orang cewek melewatiku yang baru saja hendak keluar dari ruang ganti.

Aku melangkah, walaupun masih sedikit terngiang wajah mengenaskan Hari tadi. Hampir satu jam yang lalu.

Aku tiba di ruanganku. LJ, Prim dan Arzy sudah senantiasa mengelilingi sang pemilik meja, yup. Siapa lagi jika bukan Langit Kawilarang.

"Awaaan!" jerit LJ. "Awan, Awan, Awan!!" lanjutnya masih menyeru dengan nada yang sama. Ia berlari ke arahku dan menarikku untuk bergabung.

"Itu si Hari beneran meninggal di hadapan lo?" tanyanya padaku.

"Huft. Tadi kan gue udah cerita, Lauren! Kok malah ditanya lagi ke Monyet!" protes Langit, si monyet.

"Yakan untuk memverifikasi ucapan lo, Langit!"

"Emangnya cerita gue kenapa???" kaget Langit.

"Kayak kedengeran hoax aja sih, Ngit," kekeh Arzy.

"Pembodohan..." umpat Langit seraya memejamkan matanya, mencoba bersabar. Poor, Langit. Tukang bohong sih.

"Iya, jatuh di hadapan gue sama Monyet," jawabku apa adanya.

"Bundir?" jerit Prim. Ia bekap mulutnya setelah itu.

Aku mengedikkan bahu.

Alias tidak mau tahu.

Tapi, karena apa? Karena ancamanku? Hei, aku bahkan belum mengancam. Itu pun aku langsung membebaskannya. Lalu, dari mananya kalau itu karenaku?

"Masa Hari bundir, sih? Nggak mungkin deh," selidik LJ. "Coba deh tanya Pandu."

"Males ah," ujar Langit. "Kagak suka dia gue."

Langit menatapku. Dan dengan samar, aku menyunggingkan senyum singkat. I think, it's bad. Tapi mau bagaimana lagi? Aku dan Langit sekarang sudah benar-benar dalam posisi aman.

***

Hari ini berat. Kematian Hari, rasa bersalah, kelegaan, sampai kini aku telah sepenuhnya tiba di depan rumah pun perasaan-perasaan itu masih ada. Terbawa pulang.

BluebonnetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang