Bab 31 : Sacrificial Evacuation Process

18 2 0
                                    

[Edited]

BAB 31
[Sacrificial Evacuation Process]

ARZY

“Mau ke mana, Arzy?” tanya seorang wanita bersetelan khas kantoran kepadaku, saat aku baru saja mematikan telepon dari Pak Hardi, di ambang pintu kamarku.

Aku menoleh, lalu memutar bola mata jengah. Dia kakak tiriku, Karine namanya.

“Kerja,” jawabku singkat, setelahnya aku pun bergegas berlari keluar dari kamar, melewati figurnya yang langsung menatapku dengan tatapan paling tajam yang pernah ada. Jangan lupa di genggamannya terdapat sebuah dokumen-entah-apa-itu.

“Kerja, kerja, kerja! Pekerjaanmu itu nggak menjamin masa depanmu, ZY!” teriaknya sembari mengikutiku menuruni anak tangga menuju beranda utama. “Zy!” Persetan. “Arzy!” Aku tak mendengarnya. “ARZY SAMUDRA, DENGAR!”

YES, I DO!” balasku berteriak sembari berbalik ke arahnya, saat kami sudah tiba sepenuhnya di lantai satu.

“Ini beasiswa dari forum Kakak,” beritahunya sembari menyodorkan map coklat itu ke arahku.

“Iya, terus?”

“Untuk kamu.”

“Terus?”

Karine menembuskan napasnya lelah. Really?

“Kamu harus lanjut S2, Zy.”

Mendengar kalimat itu, lantas membuatku mendecih tanpa segan.

“S2? Makan tuh S2!” olokku lalu segera berbalik dan meraih pintu keluar.

“ZY? ARZY!”

Krettt

Pintu terbuka, perlahan-lahan, menampakkan satu sosok ‘paling kutakuti’ di rumah. Dia… Mama.

Wanita itu kini berdiri tegap di depan pintu. Menatapku dengan tatapan paling mengintimidasi. Aku? Gentar. Perasaan yang selalu muncul tiap berhadapan dengan sosok wanita itu.

“Mau ke mana?” tanyanya dengan nada dingin.

“Kerja,” jawabku. Tentu saja, dengan suara pelan.

“Kerja? Kerja jadi bawahan orang?”

Aku memutar bola mata jengah, lagi. Untuk kali kedua.

“Arzy…..” panggil Mama dengan suara geregetan. “Mamah kan sudah bilang berulangkali sama kamu, jangan kerja di sana! Lanjutkan S2 dan berbisnis di luar negeri!”

Aku membuang muka. Shit.

“Buat apa kerja di sana? Gajinya nggak seberapa!”

Bodo amat.

Dddrrttt.

Ponselku bergetar di saku. Aku pun meraihnya, mencoba mengangkatnya, tapi tiba-tiba… brugh!

Mama melemparnya ke sembarang arah, membuatku yang sekejap kalap sontak berteriak, “Mah!”

“Lupakan teman-teman bodoh kamu itu dan lanjutkan S2 kamu di luar negeri!”

BluebonnetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang