Bab 34 : MAGIA (Citadel)

17 0 0
                                    

[Edited]

BAB 34
[Magia : Citadel]


AWAN

Menakjubkan.

Hanya dengan satu kata, mungkin itu bisa mewakili semuanya sekarang. Betapa menakjubkannya bangunan-bangunan yang berdiri di dalam benteng tersebut, lalu bagaimana pagar-pagar raksasa itu membentang di sepanjang tempat yang tidak kuketahui di mana ujung dari tembok itu, juga langit merah yang menggantung di angkasa itu.

Astaga. Adakah semesta lain seperti ini? Maksudku, benarkah tempat ini ada? Di dunia nyata?

Magia. Terlihat magis, mengesankan, mengerikan, kelam, juga horor. Tempat ini memiliki banyak makna dalam waktu yang bersamaan. Sehingga membuatku tidak tahu harus berkata apa lagi.

Jadi dunia ini tempat tinggal para kaum Senja? Keren sekali.

Kami sampai di depan pintu gerbang usai beberapa menit menyusuri jalanan one-way-street berkelok berdinding batu. Setelah dilihat dari dekat, rupanya besarnya benar-benar di luar ekspektasi. Ini besar sekali, bung! Kupikir, seratus meter mungkin bisa kudeskripsikan tentang betapa-tingginya-tembok-ini. Bagaimana tidak? Ini menjulang!

Puncaknya bahkan tidak kelihatan karena saking tingginya.

Maksudku, tubuhku memang tinggi, nyaris mencapai dua ratus meter--mungkin tersisa sembilan centimeter lagi aku bisa masuk NBA, haha--namun tembok ini sangat perkasa.

Pintu gerbang terbuka lebar segera saja kami masuki. Dan yeah, kakiku berhasil masuk ke dalam sana dan bertemu langsung dengan hiruk-pikuk aktivitas orang-orang berpakaian: para pria berpakaian layaknya kaum bangsa eropa tahun delapan puluhan, juga para wanita yang bergaun setinggi di bawah lutut, persis seperti yang Senja kenakan setiap saat, hanya saja yang membedakan mereka dan pakaian Senja adalah terlihat dari kualitas kain.

Bukan maksud untuk menghina, kain yang Senja gunakan lebih mahal, tapi kain yang kulihat dari orang-orang ini--mungkin, bukan--adalah kain tipis dan terlihat lebih usang. Persis, persis pakaian penduduk eropa abad ke delapan puluh.

“Wow.”

“Wow?” gumam Senja seraya mendongak ke arahku.

“Iya, wow?” responku.

Mereka semua--orang-orang itu, vampir, magla, atau apalah itu--tampak berlalu lalang dengan bebas, di depan sana.

Senja pun tersenyum usai mendengar ucapanku barusan. Hei, memangnya ada yang lucu, ya?

Sesampainya aku dan Senja di depan keramaian itu, begitu mata-mata merah itu menatap ke arah kami, mereka semua langsung saja menjatuhkan tubuh mereka ke lantai seraya bersujud di tempat mereka berada. Jalanan langsung terbelah, memberikan jalan kosong yang panjang di depan sana.

Aku refleks bersembunyi di belakang punggung gadis itu.

Aku tahu, ini pasti efek karena ia adalah ratu. Benar begitu, kan? Itu sebabnya mereka semua langsung menghormati kedatangan Senja di tempat ini. Wow, sebesar itu enigma Senja di sini.

“Selamat datang kembali, Yang Mulia.”

Suara-suara itu terdengar dari orang-orang yang bersujud itu. Diucapkan dalam waktu bersamaan dan membuatku lantas merinding--dengan bahasa yang tidak kumengerti bahasa apa itu. Tapi tunggu, sayup-sayup aku seperti memahaminya.

BluebonnetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang