Bab 2 : Their Meeting

53 15 7
                                    

[Edited]

BAB 2
[Their Meeting]

Pukul tiga lewat tiga puluh tiga dini hari, Awan adalah orang pertama yang berhasil menemukan puing-puing pesawat yang mengantarkannya pada penggalan badan pesawat yang lain.

Itu dia setengah badan pesawat yang terpisah amat sangat jauh dari setengahnya lagi.

Dinding-dinding itu hancur, menyisakan sedikit bagian utuh yang bahkan sudah menggosong di segala sisi.

Seluruh isi pesawat porak poranda. Darah para penumpang yang bermuncratan menyebar di tanah, mengalir mengikuti air hujan yang menggenang membentuk banyak sekali anakan sungai, bahkan ada yang menggenang membentuk seperti lubang berair.

Awan langkahkan kaki terbalut sepatu bootsnya menuju badan pesawat. Beberapa barang terhambur di sekitar kakinya, terinjak olehnya-benda-benda yang tak lagi utuh.

Namun hanya ada darah yang perlahan-lahan dikikis oleh air hujan yang sejak tadi tidak kunjung berhenti.

Krssk.

Suara-suara grasak grusuk masih terdengar dari radio telekomunikasi di genggaman tangan putihnya, namun tak ada minat sekali untuk disentuh oleh sang pemilik HT.

Kaki Awan mulai melangkah masuk ke sekitar puingan pesawat yang amburadul. Ia posisikan senter di jidatnya untuk meneliti setiap jengkal tempat di sana.

Anehnya, di luar tidak ia temukan sama sekali mayat para penumpang. Di mana mereka?

Ia tahu, Arzy pasti meracau mengenai posisinya sekarang. Buktinya sekarang para SMC (SAR Mission Coordinator) sedang sibuk meracau memberikan komando kepada tim SRU yang disebar ke lapangan guna mencari keberadaan penggalan pesawat.

Awan belum tertarik untuk melapor. Setidaknya, para SMC sudah tahu di mana keberadaannya, hanya saja, mereka tak tahu apa saja yang ia temukan. Persetan dulu dengan itu.

Hanya untuk sebentar, karena kebisingan akan mengacaukan fokusnya.

Kaki Awan sudah berhasil masuk ke dalam area penggalan pesawat. Ia menunduk untuk bisa masuk lalu kembali menegakkan tubuh saat sudah sampai di dalam.

Gelap masih menyertainya, hanya saja kini cahayanya kian terbatas karena notabenenya terhalang dinding pesawat yang menutupinya.

Awan melangkah perlahan masuk ke dalam. Menyelidiki keanehan yang ditemukannya di tempat yang baru saja ia temukan setelah dua hari berlalu. Dan ini resmi adalah hari ketiga.

HT-nya terus berbunyi, namun Awan masih penasaran dengan kejanggalan yang ia temukan ini. Ke mana penumpang di bagian ini?

Penasaran semakin menguasainya. Suara hujan di luar sudah resmi lenyap tatkala kakinya terus melangkah semakin dalam.

Perlahan namun pasti, senternya mulai menemukan satu persatu eksistensi para penumpang yang bergeletakan di lantai dengan tubuh yang tak lagi utuh. Entah karena ledakan atau karena...

Awan berjongkok. Ia hampiri 'sebuah objek' yang menarik perhatiannya seraya mengeluarkan senter genggam dari balik ranselnya.

Tek!

Senter genggamnya menyala, yang dengan segera menyorot benda yang kini sepenuhnya telah menjadi fokusnya.

Kening Awan mengerut dalam saat menyadari apa itu yang dilihatnya. Potongan telinga?

Apa? Ia tak salah lihat, kan?

Menggunakan sarung tangan latex, laki-laki dua puluh dua tahun itu pun dengan berani segera menyentuh benda itu, mengangkatnya dan mengamatinya dengan seksama.

BluebonnetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang