Bab 5 : Blood and Prey

44 14 9
                                    

[Edited]

BAB 5
[Blood and Prey]

Langit hempaskan bokongnya di atas kasur miliknya. Ponselnya berbunyi tak lama kemudian.

Tanpa aba-aba, segera saja laki-laki berkulit tidak terlalu putih tidak terlalu gelap itu lirik sang penelepon dengan malas. Dan sedetik kemudian ia terlonjak bangun.

Ibu Mertua😘 is calling...

Anjay.

Satu kata paling fenomenal di kepala Langit sekarang. Dengan gugup dan segala persiapan yang dipaksakan untuk matang segera, sebelum panggilan itu berakhir, laki-laki itu pun menekan tombol hijau seraya menyambut dan meletakkannya ke telinga.

Deham tampak ia buat-buat dengan cool, berharap nanti suaranya beneran terdengar cool di seberang.

"Langit."

"Iya, halo, bu mertua~" sahut laki-laki itu dengan suara menggelikan jika didengar oleh telinga normal.

"Ibu mertua, ibu mertua!"

Langit berjengit.

"E-eh, salah ya?" tanya laki-laki itu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Iya, salah!!!"

"Eh, maaf deh kalo salah, Tan. Ada apa nih telpon Langit malam-malam begini? Mana jam 11 malam lagi. Kalo kata orang nih ya, Tan, kalo seseorang nelpon seseorang di jam tertentu, itu artinya orang itu spesial. Jadi Langit spesial kan Tan di mata Tante?"

Langit cengegesan bak seorang idiot.

"Ngayal!" seru Tante di seberang sana. Lagi, laki-laki dua puluh dua tahun itu sukses berjengit untuk kali kedua. "Ehm, Tante pengen banget nih makan kerak telor. Kira-kira di mana ya ada orang jualan? Mmm, yang cepet pokoknya, nggak lama gitu."

Langit ikut berpikir. Kode kah ini?

Tentu saja!

Apa lagi jika (calon) ibu mertuanya ini menelepon dirinya selain untuk meminta sesuatu?

"Oke, Tan! Langit segera bergerak mencari kerak telor yang Tante mau!" seru Langit bersemangat.

"Oke. Ditunggu. Duitnya pake duit kamu dulu ya, Ngit."

"Siap, Tan!"

Dan setelahnya... Klik. Sambungan pun diputus secara sepihak oleh pihak Tante.

Tanpa aba-aba, Langit pun segera ngacir keluar dari kamar setelah meraih dompet dan juga kunci motor.

Tapi itu tidak berlangsung sebelum ia berbalik dengan ragu.

"Eh, gue lupa. Bensin gue kan abis. Motor Awan aja deh!" Dan... Plek!

Kunci motor itu pun ia lempar hingga berhasil kembali ke tempatnya: nakas.

Setelah memasang capal, menutup pintu rumah, tanpa aba-aba, Langit pun bergegas berlari menuju rumah Awan yang-sialnya tepat-berada di sebelah rumah Langit.

BluebonnetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang