Bab 22 : The Proof

23 4 0
                                    

[Edited]

NOTE:
Oke gais. Mulai bab ini, akan berlaku pov ya. Povnya random sesuai kebutuhan xixi. Kadang campur juga sama author pov. Intinya karakter inti kayak Awan, Langit, LJ, Senja, Mera (ups? Siapa dia ya? Belum muncul gais wkwkw). Okedeh, segitu aja. Sekian. Enjoy~

Bab 22
[The Proof]

LANGIT

Oke. Berdasarkan cerita Awan tadi, ini aku sudah tahu siapa Senja sebenarnya melalui sudut pandangnya. Dia adalah cewek yang tinggal di villa tua di tengah hutan. Dan bagaimana bisa ponsel Awan sampai berada di genggaman Senja adalah karena waktu itu untuk pertama kali Awan ingin menemui Senja untuk mencaritahu dan tidak sengaja menjatuhkan ponselnya di sana, yang maybe katanya, dipungut oleh cewek itu.

Yap begitulah. Cewek itu Senja. Yang hanya Awan tahu sebagai Senja. Satu kata: Senja.

Drakula. Poin paling menggelikan yang ia ceritakan kepadaku, membuatku seketika bergidik ngeri membayangkan bagaimana Awan bisa terlibat dengan kaum mereka.

Senja adalah ratu. Arti kata 'ratu' segera saja menyimpulkanku kepada makna dari arti di mana ia merupakan seorang pemimpin dari suatu kaum. Seorang dengan kedudukan paling tinggi, seseorang yang dipuja, dihormati.

Haha, aku tak paham kenapa keabsurdan itu terjadi pada temanku yang terkenal realistis itu.

Maksudku, bagaimana bisa sesuatu yang ehm--tidak masuk akal ini bisa terjadi pada temanku itu? Tepatnya, dari ribuan, bahkan jutaan orang, bagaimana bisa itu Awan?

Konyol, Ngit. Fakta yang ada sangat konyol.

Aku mungkin harus bangga karena tahu tentang itu--mungkin takut--tapi di sisi lain, kehidupan kami biasa saja.

Bersahabat sejak masih duduk di bangku SMA, saat dia menjadi murid baru dan sifatnya yang menyebalkan dan sok membuatku dan kedua dayangku--ups--langsung menghadangnya sepulang sekolah.

Pertemanan kami panjang. Proses yang panjang itu lantas membuatku malas menceritakannya. Barangkali nanti Awan yang akan menceritakannya sendiri. Hahaha.

Baiklah, kembali lagi kepada Senja, si ratu drakula.

Aku tak tahu mimpi apa si monyet itu semalam. Tapi yang pasti, hidupnya benar-benar complicated sekarang.

Dan sialnya--maksudku, parahnya--aku juga terikut di dalamnya. Ya, secara tidak langsung. Maksudku lagi, aku memang satu-satunya orang yang berteman lama dengannya. Dan aku tahu arti nilai kami masing-masing.

Dia dan aku bagai dua orang kakak beradik. Aku adik, dan dia kakak. Haha.

Karena... Pertama, dari kualitas Awan yang kuanggap sebagai kakak tentu saja membuatku berat hati jika ditinggalkan olehnya. Shit, ini terdengar menjijikan. Bisakah kutarik kembali kalimatku?--

Yang kedua, tanpa Awan, aku tidak bisa curhat dengan siapa pun lagi. Yep, dan harus kuakui dengan berat hati, mungkin Awan satu-satunya teman curhatku tentang Sophie--yang bagiku banyak mau serta manja. Tapi ya... aku mencintainya, kok. Uhuk.

Yang ketiga--hei, haruskah ada alasan nomor tiga?--aku itu berandalan, bung. Singkatnya, aku pernah hampir didrop-out dari sekolah saat kelas sepuluh SMA.

Aku gemar sekali memalak orang--oh astaga, apakah aku harus menceritakan ini? Sepertinya akan suram.

Tapi tak apalah.

Sebagian orang mungkin berpikir aku baik, sosialis, dan ya, biasa-biasa saja. Tapi percayalah, itu cuma sekarang. Masa sekolahku kelam.

Selain gemar memalak, aku juga sempat terlibat hal-hal seperti geng, juga tawuran. Oke, sudah. Cukup sampai di sana, haha.

BluebonnetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang