Bab 23 : Awan, Is That You?

19 3 0
                                    

[Edited]

BAB 23
[Awan, Is That You?]

LANGIT

Yap. Masih denganku, Langit. Tidak, tidak, kalian tidak salah bab. Atmosfer bahkan masih sama. Berputar canggung di antaraku dan LJ.

Dia punya bukti. DNA Prita yang tepercik di lengan bajuku. Oh, shit.

"Lo..."

"Susah payah gue, Langit, ya," terangnya. "Cari bukti gue, cuma buat buktiin apa yang ada di kepala gue itu salah. Tapi--tapi rasa penasaran gue membawa gue ke tes ini. Astaga..." LJ terlihat stress. "Maaf, mau ikut campur. Kita temenan udah lama, ya. Gue, lo, Awan. Jadi--jadi nggak ada guna, Ngit, tutupin itu!" lanjutnya menyeru.

Aku tertegun. So, apa selanjutnya, J?

LJ mendekat ke arahku. Sangat dekat. Ia berkata pelan sekali.

"Ngit, gue tahu lo nggak ayan, ya. Aneh emang. Tolol." LJ tertawa renyah. Gelisah. Yes, tolol sekali. Alasan yang tolol, Ngit. "Sebenernya," Cewek Jisella itu mendongak, "Apa yang lo sama Awan lakukan di toilet waktu itu?"

Aku risi. Mampus, pertanyaan LJ ambigu.

"Kalian..." Deg. "... bunuh Prita?" lanjutnya berbisik.

Sial. Tamat sudah.

"J. Nggak kayak yang lo pikirin..."

"Iya terus gue harus mikir gimana, Langit!" serunys tiba-tiba. "Maksud gue, beruntung itu gue, kan? Coba kalo Arzy, atau yang lain? Mungkin kalian udah tamat." Ia menjeda. "Gue butuh penjelasan."

Final dan absolut.

Cewek itu pun melenggang masuk. Meninggalkanku yang masih tertegun di depan pintu.

Oh, hei, sialan.

JADI LJ MENGANCAMKU, BEGITU?

***

Sore, pukul 17.47 PM.

Aku memutuskan untuk makan di pinggir jalan sendirian. Ini buruk sekali. Kepalaku terus me-reka kemungkinan terburuk di masa depan.

Sinar matahari sore memancar dengan menenangkan. Setidaknya itu membuatku sedikit lega. Hawanya enak sekali, cahayanya yang adem, membuat suapan batagorku agak terlihat lambat.

Ditambah dengan angin yang berembus sepoi-sepoi, melewati tengkukku dan seketika menciptakan sensasi dingin saat bertemu kulit. Ditambah lagi di belakang adalah spot bandara. Komplit sudah. Benar saja, ini tempat favorit orang-orang karena lokasinya yang amat strategis.

I know, ini bukan masalahku. Tapi, bukankah sudah kubilang tadi pada tiga alasan kenapa Awan harus ada. Hahaha.

Ini canggung, bro.

Brrrmm. Ctes.

Prim tiba di sana, menarik kunci motornya lalu menghampiriku, dan duduk di kursi depanku.

"Batagornya satu, bang!" serunya seraya mencabut helm dari kepalanya.

Ia dongakkan dagunya ke arahku. Sementara sorotnya tampak menilikku dengan tanya.

BluebonnetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang